Banjir Jakarta: Uluran Tangan yang Disertai Perjuangan

Jurnalis : Amelia Davina (He Qi Utara), Fotografer : Amelia Davina (He Qi Utara)
 
 

foto
Untuk membantu para korban yang kekurangan makanan, sejak 16 Januari 2013 Tzu Chi mempersiapkan dan membagi makanan bagi korban.

Banjir hebat melanda Jakarta. Pertanyannya: kita mau menggerutu dan berdiam diri di rumah sambil meratapi nasib? Atau kita mau berdaya dalam kekurangan dan kesulitan yang datang menimpa? Peristiwa menyedihkan di awal tahun 2013 ini memang membuat banyak orang panik dan ketakutan. Namun, paling tidak, banjir besar ini juga telah membuka mata hati kita; bahwa di saat bencana sesungguhnya kita semua saling membutuhkan, sesungguhnya kita semua bersaudara

 

Sejak Rabu, 16 Januari 2013, relawan Tzu Chi telah turun memberikan bantuan sebanyak 500 nasi bungkus sebagai makan malam untuk para korban banjir di Kapuk Muara, salah satu titik terdekat bencana banjir dengan Kantor Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia di Pantai Indah Kapuk (PIK), Jakarta Utara. Kamis, 17 Januari 2013, sejumlah 1.250 nasi bungkus untuk makan siang dan 3.000 nasi bungkus untuk makan malam juga telah dibagikan. Namun, kebutuhan bantuan dan titik penyerahan bantuan pun meningkat dan meluas seiring dengan banjir yang masih terus meluap, termasuk: Pluit, Grisenda, Teluk Gong, dan Teluk Intan di daerah Jakarta Utara.
Pada Jumat, 18 Januari 2013, tidak kurang dari 175 relawan telah datang ke dapur Aula Jing Si untuk membantu mempersiapkan 2.570 nasi bungkus untuk makan siang, 3.000 nasi bungkus untuk makan malam, dan kebutuhan MCK para pengungsi banjir. Bahkan, ada beberapa relawan yang karena rumahnya telah terendam banjir, ikut menginap di Aula Jing Si. Po San Shixiong contohnya. Setelah selesai membagikan bantuan ke daerah Pluit, ia pun berujar, “Banjirnya parah, setinggi dada. Rumah saya mungkin juga sudah setinggi itu airnya.” Walaupun rumahnya sendiri kebanjiran, tapi ia memilih untuk turut membantu para korban banjir lainnya dan mengesampingkan urusan pribadinya.

 

foto  foto

Keterangan :

  • Tak hanya relawan, warga yang tinggal di sekitar Aula Jing Si ikut datang untuk membantu persiapan makanan (kiri).
  • Jumlah genangan air yang terus meluas sehingga terus menambah jumlah pengungsi yang membutuhkan makanan membuat kegiatan memasak di dapur berlangsung dari pagi hingga malam (kanan).

Selain para relawan, yang sangat mengesankan adalah datangnya khalayak umum ke Aula Jing Si untuk turut membantu. Dari sekian banyak simpatisan, salah satunya adalah Jiang Ting Ting Shijie. Melihat broadcast message dari blackberry messenger group kiriman seorang relawan Tzu Chi yang adalah temannya, Jiang Ting Ting mengajak keluarganya untuk datang. Rumahnya berlokasi tidak jauh dari Tzu Chi Center, dan karena banjir, pabriknya pun tidak beroperasi. Daripada anak-anak hanya dibiarkan di rumah bermain, ia pun berinisiatif mengajak kedua putra kembarnya yang berusia 9 tahun beserta sang suami ke Aula Jing Si. Bernama asli Charunan Visuttipitakkul, Jiang Shijie berasal dari Thailand. Karena menikah dengan warga negara Indonesia, ia pun ikut tinggal di Jakarta dan kemudian bekerja di Kedutaan Besar Thailand. “Tzu Chi sangat terkenal di Thailand. Tahun lalu, Thailand pun terkena banjir besar. Saya harap keadaan di Jakarta tidak akan separah itu. Saya senang bisa datang membantu dan saya pun berencana akan bergabung menjadi relawan Tzu Chi,” ujar Jiang Shijie penuh semangat.
Jiang Shijie beserta banyak relawan lainnya membantu melipat kertas yang dipakai untuk bungkusan nasi. Terdapat beberapa kelompok lainnya yang sedari pagi tidak putus-putusnya menyendok nasi dan lauk pauk ke dalam nasi bungkus, menyusunnya dengan rapi ke dalam dus, untuk kemudian dibagikan ke berbagai titik bantuan bencana. Tentu di balik itu semua ada segenap relawan yang dari pagi sampai malam sibuk di dapur: mencuci dan mengiris sayuran, mempersiapkan bumbu, dan memasak beraneka ragam sayur untuk makan siang dan makan malam para pengungsi banjir.

foto  foto

Keterangan :

  • Tumirah dan rekan-rekannya sesama staf dapur Aula Jing Si tetap semangat memasak bagi korban banjir meski harus melalui genangan air dari rumah menuju Aula Jing Si (kiri).
  • Meski tubuhnya kurang sehat, Apit Shijie yang merupakan kepala dapur Aula Jing Si merasa bertanggung jawab mengkoordinasikan aktivitas memasak makanan bagi korban banjir. (kanan).

Apit Shijie, Kepala Dapur Aula Jing Si, memuji para stafnya yang bekerja hingga larut malam mempersiapkan makanan untuk nasi bungkus ini. “Kemarin Budi pulang paling malam. Sampai jam 10, ia masih memasak nasi. Bahkan kemarin Su Mei Shijie (Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia) sampai jam 8 malam ikut turun tangan ke dapur mengiris sayuran,” Apit Shijie menjelaskan. Dari 15 staf dapur yang datang, 9 di antaranya tinggal di mess yang berlokasi tidak jauh dari Aula Jing Si, sedangkan sisanya tinggal di Rumah Susun Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng yang juga terkena banjir.
Tumirah Shijie telah bekerja sebagai staf dapur di Tzu Chi selama kurang lebih 6 tahun. Walaupun dipastikan badannya letih karena bekerja siang malam mempersiapkan ribuan nasi bungkus, ia tetap tersenyum ketika berkata, “Di rusun (tempat tinggal Tumirah) banjirnya sepinggang, tapi saya tetap datang. Kalau saya dan teman-teman tidak datang, kasihan nanti korban banjirnya nggak dapat makanan.” Memang butuh perjuangan melintasi banjir, dan biaya transportasi yang dikeluarkan pun jauh lebih tinggi daripada biasanya. Namun, karena keteguhan hati dan karena tahu tujuannya adalah untuk kebutuhan orang banyak, Tumirah Shijie beserta rekan-rekannya terus maju pantang mundur.
Siapa juga yang tahu, bahwa sambil Apit Shijie memuji stafnya, ia sendiri ternyata tengah sakit. Sudah tiga hari ini ia terkena diare dan sepanjang hari ia terus mengonsumsi obat. “Saya tidak berani bilang ke suami saya,” canda Apit Shijie(suami Apit Shijie merupakan pengusaha dan juga relawan Tzu Chi). Walaupun demikian, sebagai Kepala Dapur, ia bertanggung jawab terhadap keseluruhan aktivitas dapur dan pemenuhan kebutuhan nasi bungkus yang akan dikirim ke berbagai titik. Tekad dan niat yang baik telah membuatnya bertahan.

Kisah-kisah di balik suasana dapur yang mempersiapkan ribuan nasi bungkus untuk para korban banjir membuat kita kembali ingat pada kata perenungan Master Cheng Yen, “Ada tekad ada kekuatan; tidak ada tekad, banyak alasan”. Tentu, tidak seorang pun ingin banjir menimpa rumahnya. Namun, di kala banjir menimpa kita, kita dapat memilih untuk diam dengan aman atau tetap mengulurkan tangan walaupun harus melalui perjuangan. Seperti nasehat yang disampaikan Apit Shijie kepada rekan-rekan dapurnya, “Apa lebih baik kalau kamu diam saja di rumah? Atau lebih baik apabila kamu datang untuk membantu memasak bagi mereka yang juga terkena banjir? Justru sebenarnya inilah kesempatan bagi kita untuk menanam karma baik.”
  
 

Artikel Terkait

Harmoni Satu Keluarga

Harmoni Satu Keluarga

23 Maret 2015 Alunan lagu Berbahasa Biak mengalun dari bibir para relawan di salah satu ruangan Kantor Tzu Chi penghubung Biak. Syair di atas merupakan refrein dari lagu “Satu Keluarga” yang sudah diterjemahkan ke Bahasa Biak.
Bantuan Darurat Letusan Gunung Sinabung

Bantuan Darurat Letusan Gunung Sinabung

30 Agustus 2010 Gunung Sinabung yang terletak di Kabupaten Tanah Karo sudah tertidur selama 400 tahun. Tetapi pada tanggal 29 Agustus 2010 sekitar pukul 00.10 WIB, Gunung Sinabung yang tertidur akhirnya terbangun juga.
Festival Kue Bulan

Festival Kue Bulan

23 September 2011 Pembuatan kue bulan yang diolah di tempat tersebut dapat menjadi tontonan para pengunjung Mal. Di angkat menjadi event pariwisata Batam tentu sangat membanggakan Tzu Chi Batam, namun ini juga sebenarnya menjadi tantangan untuk berbuat lebih baik.
Bekerja untuk hidup sangatlah menderita; hidup untuk bekerja amatlah menyenangkan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -