Bantuan Bagi Warga Terdampak Banjir di Serang

Jurnalis : Metta Wulandari, Fotografer : Metta Wulandari
Masyarakat terdampak banjir memanfaatkan cuaca panas untuk menjemur semua baju, kasur, dan perabotan rumah tangga meraka di pinggir-pinggir jalan, berharap semuanya bisa kering dan dipakai kembali.

Masyarakat terdampak banjir di Serang, Banten, Kamis, 3 Maret 2022 kemarin begitu bersyukur karena setelah dilanda cuaca hujan dan mendung berhari-hari akhirnya matahari nampak begitu lantang. Panas dan terik sekali, sampai terasa membakar kulit. Tapi itulah yang membuat mereka bersukacita.

Warga terdampak banjir ramai-ramai meninggalkan posko pengungsian untuk pulang ke rumah. Mereka memilah barang yang masih tersisa setelah banjir mulai perlahan surut. Hasan misalnya, warga Kelurahan Sindangsari, sejak pagi, sudah mengajak anak dan menantunya membersihkan rumah, juga memilih baju yang masih tersisa akibat terendam banjir. Ia pun mengeluarkan seluruh perabotan yang basah kuyup, lalu mengangkatnya ke pinggir jalan raya untuk dijemur. “Baru hari ini ada panas, dari kemarin mendung, hujan mulu,” kata Hasan sambil mengeruk air sisa banjir di depan rumahnya.

Seorang warga mencuci baju yang telah terendam banjir. Mereka berharap cuaca tetap cerah sehingga banjir yang masih semata kaki bisa cepat surut tak bersisa.

Hasan membersihkan lumpur sisa banjir dari depan rumahnya setelah lebih dahulu menguras seluruh isi rumah.

Di wilayah rumah Hasan, air masih menggenang sekitar mata kaki karena rumahnya berada di wilayah yang dekat sekali dengan kali. Dua hari lalu (1 Maret 2022), ia menuturkan banjir menggenang cukup tinggi, yakni sekitar satu meter. Padahal sebelumnya, ia belum pernah mengalami bencana serupa. “Seumur-umur dari saya kecil sampai tua begini, baru kali ini saya ngerasain banjir,” ujar Hasan yang usianya sudah hampir menginjak kepala 6.

Pedagang es keliling ini pun merasakan pengalaman yang baru, yang membuatnya begitu takut. Beruntungnya semua keluarga yang berjumlah 11 orang bisa langsung mengungsi sementara banjir semakin meninggi.

Alhamdulillah, juga langsung banyak bantuan yang datang, dapur umum, logistik. Makan, minum nggak ada kurang. Hari ini dapat selimut lagi dari Tzu Chi, bersyukur sekali karena semua baju, kasur, bantal, guling, basah. Terima kasih banyak kepada para relawan,” ungkap Hasan.

Mengenang Rumah Peninggalan Orang Tua

Di lain kelurahan, Kelurahan Kasunyatan, warga juga ramai-ramai menjemur semua baju, kasur, bantal, boneka, buku pelajaran, hingga Al-Qur’an. Kata warga, “Mumpung cuaca benar-benar mendukung.” Tapi tidak bagi keluarga Fahri dan Homsiah.

Fahri menerima paket bantuan banjir yang berisi selimut, handuk, sarung, dan peralatan mandi.

Homsiah tak kuasa menahan tangis ketika menceritakan kronologi terjadinya banjir yang meruntuhkan rumahnya.

Tidak ada barang yang tersisa dari rumah Fahri dan Homsiah. Jangankan baju atau kursi yang bisa dijemur, rumahnya pun, kini tidak bisa lagi ditempati. Bangunan tua warisan dari orang tuanya itu separuh bagiannya sudah ambruk, tinggal kerangka luarnya saja yang terlihat berdiri dengan rapuh. Seluruh perabotan di dalamnya rusak, terkubur oleh runtuhan tembok dan lumpur. Melihat semua itu, Fahri dan Homsiah hanya bisa mengelus dada.

Rumah Fahri dan Homsiah adalah salah satu dari 5 rumah di Kampung Kenari, Kelurahan Kasunyatan yang masuk dalam kategori rusak parah akibat bencana banjir ini. Padahal rumah mereka jauh dari aliran sungai maupun kali. Di belakang rumah mereka membentang lahan persawahan hijau, sedangkan bagian depannya adalah pemukiman warga. Itulah yang membuat Homsiah tidak percaya aliran air bisa membuat rumah meraka rubuh.

Ketika banjir terjadi, Homsiah bercerita, aliran air begitu deras berputar di sekitar rumahnya. Derasnya air itu seperti terjebak mencari jalan keluar sehingga menyapu apa saja. Enam kambing dan enam ayam miliknya, tak bisa diselamatkan, surat-surat penting pun tidak. Padi di lahan pertanian juga ikut ambruk dan rusak karena aliran banjir.

“Saya sebetulnya sebelum air naik, sempat dengar sayup-sayup pengumuman dari kampung sebelah, katanya ‘Hati-hati kepada warga, ada air kiriman datang. Waspada banjir…,’ begitu,” ungkap Homsiah. Namun ia tidak menyangka kejadiannya sangat cepat sekali.

Fahri menunjukkan bangunan rumahnya yang sudah rapuh akibat derasnya banjir. Ia sendiri sudah tidak berani memasuki rumah karena membahayakan.

Abah Juhri masih bisa tersenyum walaupun sebagian dapurnya roboh karena banjir. Ia bersyukur seluruh keluarganya masih sehat dan selamat dari bencana tersebut.

Saat air mulai datang, ia mengajak Fahri untuk meninggalkan rumah tapi suaminya itu tak bergeming. Berat dan gamang, itulah perasaan Fahri melihat rumah peninggalan orang tua mulai dikoyak banjir. Belum lagi hewan ternak yang berharga sebagai tumpuan hidupnya juga ada di sana. “Saya antara mau pergi tapi hati ini berat. Jadi dari air mulanya (air) selutut, sampai air sudah sedada saya bahkan lebih, saya tetap menunggu rumah. Saya pegangan pagar depan situ,” cerita Fahri. “Kalaupun rumah saya ini ambruk, saya pengen lihat langsung bagaimana dia ambruk,” lanjutnya.

Fahri menjadi orang terakhir yang menunggui rumah, sedangkan warga lain sudah mengungsi di lapangan Kampung Kenari. Hanya ketika malam hari, ketika ia mulai menggigil kedinginan dan lapar, ia datang ke pengungsian. Tapi setelahnya, ia kembali lagi menunggu rumahnya. Padahal air sudah sangat tinggi. “Takut ya pasti takut. Tapi saya merasa apa ya, nggak kuat ninggalin gitu. Makanya sampai pagi lagi saya tetap di rumah itu, coba panjat pagar yang tembok itu dan duduk sana, lumayan tinggi nggak kena air,” jelasnya.

Fahri sepertinya sejak awal sudah menduga bahwa rumahnya tidak kuat menahan derasnya air, begitu juga Homsiah. Meski begitu, kabar akan ambruknya rumah membuat Homsiah hampir pingsan. Ditambah lagi hewan ternaknya ikut mati. “Haduh, ibu langsung lemes lihat kondisi rumah. Masuk ke dalam pertama yang ibuk cari kambing. Udah mati semua, nangis aja gitu,” ungkap Homsiah. “Ini juga nggak tahu barang-barang siapa ada di sini. Semua sampah-sampah yang kebawa banjir,” lanjutnya sambil menunjukkan betapa berserakannya kondisi di belakang rumahnya.

Kepedulian dari Para Relawan

Di hari ketiga setelah banjir bandang memporak-porandakan kampungnya (3 Maret 2022), Homsiah terlihat lebih bisa menerima keadaan. Katanya, semua sudah rencana Allah, manusia seharusnya bisa belajar menerima. Walaupun amat berat, terutama bagi Fahri, mereka berusaha menjalaninya dengan ikhlas.

Padi di lahan pertanian juga ikut ambruk dan rusak karena aliran banjir yang begitu deras.

Relawan Tanggap Darurat Tzu Chi membagikan bantuan berupa 1.110 set paket banjir kepada 11 RT di 3 RW.

Ungkapan syukur juga selalu diutarakan ketika berbagai organisasi dan relawan menyambangi kelurahan mereka untuk berbagi paket bantuan. Ada yang membawakan bantuan baju layak pakai, bantuan air bersih, juga sembako.

Sementara relawan Tanggap Darurat Tzu Chi juga berkesempatan memberikan perhatian dengan membagikan bantuan berupa 1.110 set paket banjir berisi selimut, handuk, sarung, dan peralatan mandi kepada 11 RT di 3 RW di Kel. Kasunyatan, Kel. Sindangsari, Wilayah Banten Lama. Ditambah dengan 785 kg beras, 74 dus Daai Mi, dan 47 dus air mineral untuk dapur umum di RT-RT tersebut dan dapur umum Masjid Agung Kesultanan Banten.

Edi Sheen, relawan Tzu Chi koordinator pembagian bantuan mengajak masyarakat untuk bisa berlapang dada dengan bencana yang ada, mencoba ikhlas sehingga suasana hati bisa lebih baik. “Semoga kondisi warga terdampak segera membaik, tentunya ditambah dengan berbagai kepedulian dari masyarakat dan relawan yang saling bahu-membahu membantu sesama. Ini juga adalah semangat berbagi untuk saudara kita yang sedang tertimpa musibah. Semoga bantuan ini bisa meringankan,” tuturnya.

Relawan Tanggap Darurat Tzu Chi juga memberikan 785 kg beras, 74 dus Daai Mi, dan 47 dus air mineral untuk dapur umum di kepada 11 RT di 3 RW tersebut dan dapur umum Masjid Agung Kesultanan Banten.

Banjir yang terjadi di Serang pada Selasa (1/3/2022) dipicu oleh hujan intensitas tinggi yang mengguyur Kota Serang sejak Senin (28/2/2022) malam. Hal itu menyebabkan meluapannya Sungai Cibanten. Akibatnya, pemukiman warga di sekitar sungai pun terdampak derasnya debit air. Banjir tersebut juga menyebabkan sekira 1.500 rumah atau 1.500 KK terendam sehingga warga harus tinggal di pengungsian.


Editor: Arimami Suryo A.

AKSI BERSAMA, BANTU SESAMA
Anda dapat turut mendukung kegiatan kemanusiaan Tzu Chi (donasi secara online) melalui: www.tzuchi.or.id/donasi

Sumbangsih Anda membantu Tzu Chi dalam memberikan bantuan kepada para korban bencana, memberikan bantuan makanan, pengobatan, beasiswa pendidikan, dan beragam bantuan lainnya. Mampu membantu orang lain adalah sebuah berkah, yang membawa kebahagiaan ketika kita bisa menolong seseorang untuk bangkit dari kesulitan dan memberikan harapan kehidupan yang lebih baik.

Artikel Terkait

Bantuan Bencana di Taiwan Tenggara Setelah Topan Nepartak

Bantuan Bencana di Taiwan Tenggara Setelah Topan Nepartak

19 Juli 2016

Lebih dari 100 relawan Tzu Chi telah memulai pekerjaan bantuan di Tenggara Taiwan yang hancur karena topan. Topan Nepartak melanda Taiwan pada 7 Juli 2016 malam disertai angin kencang dan hujan lebat. Hal ini menyebabkan evakuasi lebih dari 150.000 orang dan pembatalan layanan udara dan kereta api.

Gempa Palu: Sukacita Jemaat Gereja GPID Donggala

Gempa Palu: Sukacita Jemaat Gereja GPID Donggala

19 Oktober 2018
Jemaat Gereja GPID yang berada di Dusun 3 Konsesi, Desa Batusuya Go’o di Donggala bersyukur dan merasakan sukacita saat relawan datang ke dusun mereka pada Kamis, 18 Oktober 2018. Di sini relawan membagikan 53 paket bantuan bagi warga. 
Banjir Manado: Para Pahlawan Hati

Banjir Manado: Para Pahlawan Hati

14 Februari 2014 Kalimat di atas adalah kutipan lirik lagu “Satu Keluarga” yang sudah sangat sering kita dengar di Tzu Chi, tetapi baru kali ini benar-benar saya rasakan keindahannya.
Setiap manusia pada dasarnya berhati Bodhisatwa, juga memiliki semangat dan kekuatan yang sama dengan Bodhisatwa.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -