Dea Fitriani saat bertugas di ruang bayi.
Sewaktu Dea duduk di bangku SMP, ia menyaksikan sekumpulan orang baik kerap datang ke desanya yang terpencil guna mengobati orang-orang yang sakit. Dokter memeriksa kesehatan warga dengan senyum yang ramah. Mereka memberi obat yang bikin warga senang. Siapa ya mereka? Dea penasaran.
Usut punya usut ternyata mereka adalah relawan dari Yayasan Buddha Tzu Chi Singkawang. Desanya, Desa Caokng di Kecamatan Mempawah Hulu, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat ini jadi desa binaan Tzu Chi. Dea takjub sekaligus heran mengapa orang-orang kota ini mau datang. Jalanannya saja sulit dilalui kendaraan karena belum tersentuh pembangunan.
“Masyarakat senang sekali dan bersyukur karena di sana itu fasilitas kesehatan dan akses menuju rumah sakit belum ada.” Ujar Dea.
Ketulusan relawan Tzu Chi meninggalkan kesan mendalam bagi Dea. Tak cuma dokter, terlihat para perawat mendengarkan keluhan pasien dengan penuh perhatian. Dea remaja terkagum-kagum. Ia ingin sekali jadi perawat supaya bisa membantu warga desanya, meski ia sadar hal itu sulit terwujud karena orang tuanya hanya seorang petani yang pas-pasan.
Waktu berlalu. Rupanya apa yang Tzu Chi Singkawang berikan di Desa Caokng menginspirasi beberapa orang jadi relawan, termasuk Willy kakak Dea. Dea sendiri sudah setahun lulus dari bangku SMA. Ia tak lanjut pendidikan karena keterbatasan biaya.
Suatu hari Willy mengabari jika Tzu Chi Indonesia yang kantornya di Jakarta membuka beasiswa pendidikan keperawatan. Tentu saja ini adalah impian adiknya sejak lama. Dea pun mendaftar dan bersiap mengikuti tes.
“Kebetulan di daerah saya kurang ada sinyal, jadi saya cari sinyal di bukit buat belajar materi tentang keperawatan, tentang yang akan diujikan,” kata Dea yang mencari informasi dari internet.
Rejeki memang tak ke mana, Dea berhasil meraih beasiswa dan berkuliah di Akademi Keperawatan Andalusia, Tangerang. Beasiswa ini mengubah hidupnya.
“Saya sangat berterima kasih sekali kepada Tzu Chi Indonesia. Saya berasal dari keluarga kurang mampu, dengan adanya beasiswa ini saya bisa melanjutkan pendidikan, saya bisa menggapai impian dan cita-cita saya,” ujarnya.
Sejak 25 Juni 2024 hingga tiga bulan ke depan, Dea bersama 27 mahasiswa dari Akademi Keperawatan Andalusia mendapat kesempatan magang di Tzu Chi Hospital, Pantai Indah Kapuk. Sebuah kesempatan yang sangat berharga bagi Dea.
“Di sini saya belajar di mana perawat itu benar-benar menghargai dan memberikan pelayanan kepada pasien itu dengan sangat baik. Hanya dengan memberikan selimut saja pasien itu sangat berterima kasih, kemudian ini juga bisa menjadi ladang berkah,” kata Dea penuh syukur.
Mimpi Jadi Nyata
Andika bertugas di bagian IGD.
Salah satu rekan seperjuangan Dea adalah Andika asal Kabupaten Lombok Utara. Ia juga mendapat beasiswa Tzu Chi dan menempuh pendidikan di Akademi Keperawatan Andalusia. Saat ini ia juga magang di Tzu Chi Hospital.
Pada 2018 gempa menghantam Lombok, Nusa Tenggara Barat. Para relawan Tzu Chi dari Jakarta termasuk relawan tim medis bergegas ke Lombok membantu mengobati warga yang luka-luka dan memberi berbagai bantuan darurat. Andika yang saat itu duduk di bangku SMA terharu dengan kepedulian relawan Tzu Chi. Itulah kali pertama ia tahu tentang Tzu Chi.
Di tahun 2021 sebulan setelah lulus SMA, kepala dusun memberinya informasi bahwa Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia membuka beasiswa keperawatan yang diutamakan bagi siswa dari keluarga kurang mampu. Andika langsung berminat apalagi kedua orang tuanya mendukung. Ditambah lagi di desanya belum ada satu orang pun yang jadi tenaga kesehatan. Fasilitas kesehatan juga jauh lokasinya.
Sama seperti Dea, jaringan internet di Dusun Buani yang ada di Desa Bentek, Kecamatan Gangga, Kabupaten Lombok Utara sulit dijangkau. Ia mesti pergi ke bukit untuk mendapatkan informasi sebagai bekal mengikuti tes. Andika sangat bersyukur, ia lolos dan mendapatkan beasiswa. Setelah tiga tahun menempuh pendidikan, Andika juga mendapat kesempatan magang di Tzu Chi Hospital.
“Seperti bermimpi, tiba-tiba baru lulus sekolah baru satu bulan dapat beasiswa. Waktu masuk Tzu Chi Hospital tiba-tiba sudah bisa magang, bisa ketemu banyak orang. Enggak menyangka saya bisa menjadi perawat,”ungkap Andika menggambarkan betapa besar beasiswa Tzu Chi mengubah hidupnya.
Magang di Tzu Chi Hospital memberikan banyak pelajaran hidup bagi Andika terutama bagaimana menjadi seorang perawat yang mampu memanusiakan manusia, ramah dan menghargai pasien.
“Di sini saya bisa lebih disiplin, trus saya juga bertemu dengan kakak-kakak nurse yang baik sekali, mereka mengajarkan budaya humanis yang mungkin tidak semua rumah sakit ada. Di sini kami belajar dari hal-hal kecil misalnya ketika bertemu orang, tidak pandang dia seperti apa, kita senyum, menyapa,” katanya.
Dea dan Andika mendengarkan dengan saksama edukasi yang diberikan Novrin yang merupakan salah satu Nurse Educator di Tzu Chi Hospital.
Bagi Dea dan Andika, magang di Tzu Chi Hospital merupakan kesempatan berharga karena dapat menimba ilmu serta praktik budaya humanis.
Novrin Senselia Putri merupakan salah satu Nurse Educator di Tzu Chi Hospital yang mengkoordinir Dea dan Andika serta teman-teman magang lainnya. Ada enam Nurse Educator di Tzu Chi Hospital yang bertugas memberikan edukasi dan pelatihan sehingga para perawat selalu dapat menunjukkan performanya yang tidak hanya baik namun humanis, menghargai semua orang dengan ketulusan. Bagi Novrin, Dea dan Andika sangat kooperatif serta semangat untuk belajar.
“Sebenarnya saya juga senang karena ini mahasiswa magang perdana di Tzu Chi Hospital. Karena rumah sakit kan baru buka di 2021 dan kami belum ada kerja sama dengan kampus manapun untuk saat ini. Jadi mereka ini anak pertama yang magang di Tzu Chi Hospital. Progresif mereka tidak sama dengan orang yang melamar kerja, jadi kami harus membimbing mereka buat belajar, jadi ini juga pengalaman menarik bagi kami,” kata Novrin.
Oktober mendatang Dea serta Andika akan lulus pendidikan keperawatan. Mereka bertekad untuk menjadi perawat yang profesional, menyumbangkan tenaga untuk bersumbangsih pada masyarakat yang memerlukan bantuan.
Editor: Arimami Suryo A.