Bedah Buku: Memberi Makna pada Kehidupan
Jurnalis : Brigitta Liga Setiawan (Relawan Tzu Chi Bandung), Fotografer : Edy Kurniawan (Relawan Tzu Chi Bandung)
|
| ||
Kegiatan bedah buku di Tzu Chi Bandung terus bergulir. Secara rutin kegiatan ini berjalan dua kali dalam satu minggu, yaitu pada hari Senin dan Rabu yang berlangsung di Tzu Chi kantor perwakilan Bandung, Jl. Ir. H. Juanda No. 179, Bandung. Dalam kesempatan bedah buku kali ini, pada tanggal 3 Oktober 2012, Tzu Chi Bandung menghadirkan Leo Samuel Salim Shixiong, relawan Tzu Chi Medan yang melakukan sharing sekaligus bertindak sebagai pembicara dari pembahasan tema “Kehidupan Bak Berlian”, yang diambil dari buku Lingkaran Keindahan. Kegiatan itu sendiri berlangsung dari pukul 19.00 – 21.00 WIB, yang diikuti 62 orang peserta. Leo Shixiong memulai sharing dengan memperlihatkan gambar sebuah berlian yang berkilauan, dan menanyakan pendapat kepada peserta tentang apa yang ada dipikiran saat melihat sebuah berlian. Secara spontan para peserta bergiliran menjawab bahwa berlian itu mewah, mahal, berharga, langka, memiliki sinar yang sangat terang, keras, ketajamannya bisa membelah kaca, berlian merupakan lambang keabadian dan keagungan. “Bisa terbayangkah dalam benak kita bagaimana proses sebuah berlian?” kembali Leo Shixiong melontarkan pertanyaan. Beberapa peserta pun berbagi dengan menjawab pertanyaan: membutuhkan waktu yang sangat lama, membutuhkan proses, “Benar sekali, shixiong-shijie, dari hanya sebuah batu biasa bila digosok dengan kesungguhan hati dan kehati-hatian dalam membentuknya, akan menjadi sebuah batu berlian yang indah. Tapi bila tidak hati-hati, apa yang akan terjadi? Yang seharusnya mendapat sebuah berlian yang besar dan indah akan hancur berkeping-keping,” ujar Leo Shixiong. Begitu pula dengan kehidupan kita yang seperti berlian, yang membutuhkan proses secara perlahan-lahan dengan diasah dan dibentuk, supaya tahan terhadap gosokan ataupun gesekan yang menerpa kehidupan kita sehingga menjadi sebuah berlian yang berharga. Kehidupan kita dikatakan berharga bila bisa memberi makna bagi kehidupan orang lain. Disamping itu, dalam menjalani hidup hendaknya kita dapat besyukur hendaknya selalu “Gan En” pada kehidupan yang kita miliki. Gan En, kita lakukan terhadap Tuhan sang maha pencipta, orangtua kita, dan semua mahluk secara universal.
Keterangan :
Pada acara tersebut, Leo Shixiong membahas kata perenungan Master tentang bagaimana kita memanfaatkan waktu. “Kita bisa belajar bagaimana seharusnya kita menggunakan waktu kita, tapi seringkali kita menghabiskan waktu kita untuk membuat diri sendiri saja terpenuhi, selama saya sendiri bahagia itu sudah cukup, tak peduli dengan orang lain. Cobalah kita belajar untuk mengontrol keegoisan diri kita, belajar untuk mengecilkan ego kita dan menggunakan waktu untuk berbuat kebajikan bagi orang lain,“ ujar Leo. Dibagian akhir dari sharing, Leo Shixiong mengajak semua peserta bedah buku untuk menonton ceramah Master Cheng Yen dalam Lentera Kehidupan, karena di sini pun Master Cheng Yen mengharapkan agar kita bisa “Menciptakan kehidupan yang bermakna”. Menjadi Pribadi Yang Bermanfaat “Ternyata agama adalah wilayah perilaku, wilayah kehidupan, wilayah bagaimana manfaat kita terhadap kehidupan orang lain, tidak menyinggung-nyinggung Tuhan, tetapi kita baik dalam berperilaku. Beliau (Master Cheng Yen) berpikir sama untuk semua agama, kadang-kadang kita yang lebih mengedepankan pengetahuan atau ilmu tetapi tidak diterapkan dalam perilaku kita sehari-hari. Inspirasi yang beliau dapatkan adalah bagaimana hidup kita bisa bermanfaat bagi orang lain, kalau dalam keyakinan kami disebut bagaimana orang yang baik adalah orang yang bermanfaat bagi orang lain, di sini ada kesamaan, hanya kadang perbedaan timbul dari kita yang membuat sekat-sekat yang seharusnya tidak ada,” katanya. Sedangkan sharing dari peserta lainnya, yaitu Reza Hamzah, mengatakan bahwa menjalani hidup di dunia ini hendaklah menjadi pribadi yang soleh dan bermanfaat bagi orang lain. “Nilai yang harus kita pegang adalah soleh, berlimpah dan manfaat. Artinya hidup di dunia ini harus soleh atau baik bagi kita sendiri, kita juga harus berlimpah baik, berlimpah hati atau berlimpah materi, kalau hanya berlimpah tapi tidak memiliki manfaat itu pun tak ada artinya. Jadi hidup harus memiliki manfaat bagi orang lain,” ujar Reza. Perkataan Reza tesebut mendapat tanggapan dari Leo Shixiong. Menurut Leo dalam membantu orang lain hendaknya kita memiliki kekayaan batin terlebih dahulu. “Memang benar, saat kita menolong orang kita harus melihat pada diri kita sendiri, bisa tidak hati kita menerima orang-orang yang ada di sekitar kita, kalau kita memiliki hati yang sempit, kita tak ada pikiran untuk membantu orang lain. Kita harus kaya secara batin terlebih dahulu baru bisa memberi pada orang lain,” ucap Leo menambahkan isi sharing dari Reza.
Keterangan :
Dalam memanfaatkan waktu kehidupan ini kita harus mengenggam erat setiap kesempatan. Namun, tidak hanya dari awal-awal saja kita bergiat melakukan kebaikan, di saat kita mendapat rintangan ataupun diuji mentalnya kita langsung mundur karena yang rugi adalah diri kita sendiri. Selain itu, buatlah tekad dan niat yang tetap terpatri di hati sanubari kita sampai akhir hayat kita. Dan janganlah mengharapkan orang lain untuk mengikuti kita, tapi kita yang harus beradaptasi dan masuk dalam lingkungan, perkaya secara spiritual, memiliki pikiran dan pandangan yang luas serta cinta kasih universal, berbuat baik sewaktu kita masih bisa melakukannya, karena apa yang bisa kita bawa setelah meninggalkan dunia ini hanyalah amal perbuatan kita. Sebagai penutup dari kegiatan bedah buku ini, Aheng Shixiong, relawan Tzu Chi Bandung yang mengatakan bahwa pelatihan hidup ini bisa berasal dari gesekan dengan sesama. “Bilamana kita menemui gesekan, merasa tidak selaras dan merasa dikucilkan lantas kita langsung mundur, hendaklah kita menganggap gesekan ini sebagai pelatihan diri kita, yang sedang digosok dari sebuah batu biasa untuk menjadi sebuah intan yang berkilau, kita masuk ke Tzu Chi adalah tanpa paksaan, kemauan kita sendiri, maka jadikan tekad kuat untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat saat kita masih mampu untuk menolong orang yang harus kita bantu,” katanya. Sedangkan bagi Po San Shixiong, relawan Tzu Chi Jakarta yang turut hadir merasa sangat terharu dan terinspirasi dari kegiatan bedah buku ini. Selain itu, menurut Po San, yang perlu diingat adalah bahwa kegiatan bedah buku ini terlaksana bukan hanya dari peranan satu orang saja “Saya merasa sangat terharu dan terinspirasi dari kegiatan bedah buku ini, semoga bisa bermanfaat bagi semua yang hadir. Acara ini terlaksana bukan karena satu orang saja, tapi berkat kerja sama semua orang. Seperti tangan kita tidak bisa memegang bila tidak ada mata, atau tangan tidak bisa menjangkau bila kaki tidak bisa berjalan. Semua adalah harmoni,” katanya. Harmoni tersebut di contohkan Po San dalam kegiatan yang pernah dilaksanakan oleh Tzu Chi. “Dalam gathering DA Ai TV, ada permainan angklung, dalam permainan ini setiap orang memegang satu nada yg berbeda dari 1-7, ada nada tinggi ada nada rendah. Masing–masing pegang peranan yang berbeda tapi pada saat konduktor memainkan dan menunjukan nada mana yang harus dibunyikan dan dikuti sesuai arahan, tercipta sebuah harmonisasi musik yang sangat bagus, bukan karena satu orang tapi bisa berhasil karena semuanya, karena ada satu pimpinan yang baik yang bisa koordinasikan dengan baik. Begitu pula kita sebagai insan Tzu Chi memiliki satu guru yang baik yaitu Master Cheng Yen, ceramahnya bukan untuk satu orang, atau satu agama tapi untuk kita semua, hendaklah kita seperti angklung yang dimainkan secara bersama-sama dalam satu tim, satu harmoni, satu keluarga, di bumi yang sama, menghirup udara yang sama dan darah kita pun sama merah. | |||
Artikel Terkait
Sudah Bisa Tersenyum dan Melanjutkan Hidup
27 November 2020Sebuah pen implan yang tampak seperti antena televisi terpasang di sepanjang kaki kanan Pita Rosita (24). Sembari duduk di kasur, ia membuka perban yang membalut kakinya tersebut dan pelan-pelan membersihkannya dengan cairan pembersih luka. “Sudah seperti perawat ya Pita, sudah terampil,” kata Beti Susanti, relawan Tzu Chi yang mengunjungi Pita pagi itu, Kamis 26 November 2020.