Bedah Buku: Menyuguhkan dengan Hati

Jurnalis : Erli Tan (Heqi Utara), Fotografer : Stephen Ang (He Qi Utara)
 
 

foto Bertempat di Jing Si Books & Cafe Pluit, Kamis, 3 Mei 2012 berlangsung bedah buku yang dibawakan oleh Xie Guo Xiang Shixiong yang didampingi oleh Djohan Kurnia Shixiong dan Livia Lie Shijie sebagai penerjemah.

Spesial sharing dari seorang relawan yang khusus datang dari Taiwan ternyata menarik cukup banyak peminat di acara Bedah Buku hari itu. Sebanyak 45 orang relawan dan umum hadir untuk mendengarkan sharing dari Xie Guo Xiang Shixiong yang adalah ketua konsumsi di salah satu He Qi di Tzu Chi Taiwan. Malam itu di Jing Si Books & Cafe Pluit jam 19.00 WIB, tanggal 3 Mei 2012, Xie Shixiong didampingi oleh Djohan Kurnia Shixiong dan Livia Lie Shijie sebagai penerjemah, memulai sharing-nya.

 

 

“Saya sangat senang punya kesempatan untuk sharing di sini. Sebagai ketua konsumsi, bukan berarti saya paling hebat, tapi karena ada kerjasama dari banyak orang, sehingga pekerjaan bisa terlaksana dengan baik,” ujar Xie Shixiong yang selama dua bulan ini sudah mensosialisasikan masakan vegetarian di dapur Jing Si PIK yang diadakan dua kali dalam seminggu. Mengangkat tema “Menyuguhkan dengan Hati”, Xie Shixiong menjelaskan bahwa prinsip dasarnya adalah Zhen (Benar), Shan (Bajik), Mei (Indah). “Ketiga prinsip ini adalah prinsip Master Cheng Yen yang paling dasar, Master selalu menghendaki segala sesuatunya agar ditampilkan secara Zhen-Shan-Mei, termasuk hidangan makanan, dihidangkan dengan Zhen-Shan-Mei, sederhana dan tidak rumit,” tuturnya.

Prinsip Kesetaraan
Menurut Xie Shixiong, prinsip memotong sayur harus seragam dan terlihat sama panjang, ini juga ada artinya. Ketika kita sudah terbiasa melakukan hal kecil (yaitu memotong sayur) dengan baik dan rapi, maka kita secara tidak langsung sudah melatih dan mengendalikan diri kita untuk menjadi disiplin, sesuai prosedur, dan ada Fen Cun (Batasan). Memotong sayur dengan rapi dan sama panjang juga menunjukkan “Kesetaraan”, bahwa setiap relawan tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah dari yang lain, semuanya adalah setara, bersama-sama bekerja sebagai sebuah tim.

Dengan penuh semangat Xie Shixiong mengungkapkan setiap buah pikiran yang ada di benaknya dengan menggunakan bahasa Mandarin. Melalui cara penyampaian yang menarik dan gaya bahasa yang enak didengar, peserta yang hadir merasa sangat bersyukur bisa mendengarkan sharing yang sangat bermanfaat. “Kita semua sayang kepada Master Cheng Yen, karena sayang tentu kita mau patuh kepada Master. Ada yang bertanya, mengapa makan nasi juga harus memakai sumpit? Tzu Chi adalah wadah pelatihan diri, makan juga merupakan salah satu sarana melatih diri. Biasanya seorang suami akan memiliki banyak tuntutan terhadap istrinya, begitu juga sebaliknya. Masing-masing menuntut agar pihak lain memiliki sikap yang ideal, dibandingkan dengan memegang sumpit makan nasi, manakah yang lebih sulit? Bila memegang sumpit, hal yang begitu sederhana saja kita tidak sanggup lakukan, bagaimana mungkin kita bisa melakukan hal-hal lain yang lebih besar dan rumit? Ini juga merupakan salah satu sarana pelatihan diri.”

foto  foto

Keterangan :

  • Sebanyak 45 orang relawan dan umum hadir untuk mendengarkan sharing dari Xie Guo Xiang Shixiong yang adalah ketua konsumsi di salah satu He Qi di Tzu Chi Taiwan (kiri).
  • Dengan penuh semangat, Xie Shixiong mengungkapkan setiap buah pikiran yang ada di benaknya dengan menggunakan bahasa Mandarin. Melalui cara penyampaian yang menarik dan gaya bahasa yang enak didengar, peserta yang hadir merasa sangat bersyukur bisa mendengar (kanan).

Xie Shixiong juga memberi beberapa tips, seperti menempelkan Kata Perenungan di pintu rumah, atau di mobil, agar dapat berfungsi sebagai pengingat dan penuntun hidup kita. Selain itu ia juga menghimbau agar kita dapat menggunakan sikap Gan En (bersyukur), Zun Zhong (menghormati), Ai (cinta kasih) yang selama ini kita praktikkan terhadap penerima bantuan dan sesama relawan, agar dapat kita praktikkan juga terhadap orang-orang dekat kita yang kita kasihi, yaitu orang tua, pasangan, saudara, dan lainnya. Dengan demikian maka keluarga kita tentunya akan lebih harmonis dan bahagia.

Adanya Jodoh dan Hubungan Sebab Akibat
“Hari ini semua Shixiong-Shijie bisa hadir di sini, itu karena “yin yuan” (hubungan sebab akibat atau jodoh-red). Kita adalah bagian dari sebab, misalnya ada orang yang tiba-tiba mau pinjam uang kita, mengapa dia tidak pinjam dari orang lain saja? Nah, inilah yin yuan. Ada 7 milyar jumlah penduduk seluruh dunia, setengahnya pria, setengahnya lagi wanita, begitu banyak orang tapi mengapa kita bisa bertemu dengan dia dan menjadi suami atau istri kita? Ini adalah jodoh (yin yuan).” 

Pentingnya saling Gan En, Zun Zhong, dan Ai antara suami dan istri juga ditekankan oleh Xie Shixiong. “Misalnya istri sudah susah payah menyiapkan makanan, sebagai suami hindari mengatakan ‘makanannya tidak enak’ karena ini akan menyinggung hati istri. Mungkin bisa diganti dengan ‘makanan ini enak, tapi akan lebih enak lagi kalau garamnya dikurangi sedikit’. Ucapkanlah kata-kata yang positif, hindari kata-kata negatif yang bisa menyinggung perasaan. Dengan arti kalimat yang sama, tapi hasil yang diperoleh sangat berbeda. Selalu ingat 4 sup Tzu Chi : Zhi Zu (kenal puas), Gan En (bersyukur), Shan Jie (berpengertian), Bao Rong (berlapang dada). Wu kuan bu ru xin kuan (lebih baik memiliki lapang dada daripada rumah yang lapang). Karena kondisi hati yang lapang, walaupun rumah sempit, tapi tetap bisa bahagia.”

foto  foto

Keterangan :

  • Dalam sharing ini, lebih banyak Xie Shixiong membicarakan tentang melakukan pelatihan diri dalam menjalani aktivitas (kiri).
  • Para peserta bedah buku terlihat begitu menikmati sharing yang dibawakan kali ini, hingga tidak terasa waktu telah usai (kanan).

“Pepatah mengatakan Fu qi tong xin, ni tu bian huang jin (bila suami istri sehati, lumpur pun bisa menjadi emas). Tidak ada orang yang sempurna, kita hanya perlu mengubah sudut pandang kita, misalnya gelas yang retak di satu sisi, kita putar dan lihat dari sisi lain, maka gelas tersebut akan tetap terlihat sempurna.” Xie Shixiong kemudian memperlihatkan sebuah kertas putih yang di tengahnya ada bulatan hitam dan kecil, ia pun bertanya, “Apa yang Shixiong-Shijie lihat di kertas ini? Pada umumnya orang akan melihat noda hitam yang kecil itu, padahal putihnya jauh lebih banyak. Kita jangan hanya melihat kekurangan yang cuma 1% dan mengabaikan 99% yang putih. Seperti suami-istri, bila masing-masing berkontribusi sebanyak 50%, bukankah sudah menjadi sempurna 100%? Katakanlah masing-masing sempurna 80%, bila digabung, bukankah sudah mendapat nilai sempurna 160%? Jangan menuntut suami atau istri untuk menjadi sempurna 100%. Syukurilah apa yang kita miliki.”

Setiap kali ada yang mengeluh mengenai suami, istri, atau anak, Master Cheng Yen akan menjawabnya secara positif. Misalnya istri yang mengeluh suaminya pulang malam, Master akan menjawab ‘sudah bagus pulang jam 11, daripada jam 1 pagi’. Kalau ada yang mengeluh suaminya pulang jam 1, Master menjawab ‘sudah bagus pulang jam 1, daripada pulang saat langit sudah terang’. Dan bila ada yang mengeluh suaminya pulang pagi, Master akan menjawab ‘sudah bagus dia ada pulang’. Kita harus melihat dan menghargai apa yang kita miliki, bukan apa yang tidak kita miliki. Seperti Xie Kun Shan Shixiong yang melihat fisiknya sendiri, bahwa ia masih memiliki satu tangan, satu kaki, satu mata, dan satu mulut untuk berkarya. Yang dia lihat adalah apa yang masih dimilikinya, ia tidak mengeluh atas kekurangannya.

Xie Shixiong kemudian melanjutkan, “Master mengatakan, tubuh kita adalah wu jia zhi bao, pusaka yang tak ternilai, sehingga kita hendaknya merasa penuh berkah. Kesehatan adalah harta yang tak ternilai. Untuk mengganti sebuah gigi saja itu tidak murah, atau operasi mata, cangkok ginjal, dan lain-lain, semuanya sangat mahal dan harus menunggu hingga mendapatkan yang cocok. Kalau dihitung-hitung, berapakah harga tubuh kita? Sangat mahal dan bahkan tak ternilai. Karena itu kita hendaknya Gan En kepada orang tua kita yang telah memberikan tubuh ini, Gan en kepada mertua yang memberi suami atau istri yang hebat kepada kita.”

Jam sudah menunjukkan pukul 9 lewat, tapi peserta masih betah duduk dan mendengar sharing Xie Shixiong, seakan-akan masih banyak yang ingin didengar. “Bila semangat Master ada di dalam hati kita, kita akan bisa melaksanakan apa yang Master inginkan. Master menyayangi dan mau menolong orang yang menderita, tapi, Master lebih menyayangi kita, murid-muridnya,” ucap Xie Shixiong menutup sharing-nya. Acara Bedah Buku kemudian ditutup dengan penghormatan kepada Master Cheng Yen, dan tidak lupa setiap peserta yang hadir juga mengucapkan Gan En kepada Xie Shixiong atas sharing darinya yang begitu indah. Gan En.

  
 

Artikel Terkait

Menggalang Hati di Setiap Waktu

Menggalang Hati di Setiap Waktu

26 Juni 2012
“Harapan kami akhirnya terkabul. Saya dah cari kesana-kemari di Serang untuk cari pengobatan gratis, eh nggak tahunya malah dapatnya di Jakarta,” kata Wawan, kakek dari pasien Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-85 dengan penuh rasa haru.
Uluran Tangan bagi Korban Banjir

Uluran Tangan bagi Korban Banjir

10 Januari 2011 Hujan yang terus mengguyur dengan deras sejak malam pada tanggal 5 Januari 2011 menyebabkan Sungai Deli meluap dan merendam sebagian Kota Medan. Kondisi banjir yang terparah menimpa Kecamatan Medan Maimun yang sebagian besar cakupan areanya berada di sekitar Sungai Deli.
Study Tour ke Aula Jing Si

Study Tour ke Aula Jing Si

23 Desember 2013 Dalam kurikulum pendidikan setiap Sekolah Dasar di Jakarta wajib memiliki kurikulum study tour tentang pengenalan Jakarta. Dan berhubung Tzu Chi Indonesia memiliki gedung sebagai bagian dari budaya kemanusiaan, maka sejak pertengahan tahun 2013 siswa-siswi Sekolah Dasar Cinta Kasih rutin mengadakan study tour ke tempat ini.
Mendedikasikan jiwa, waktu, tenaga, dan kebijaksanaan semuanya disebut berdana.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -