Bedah Buku: Pendidikan Tzu Chi Menjadi Manusia Seutuhnya
Jurnalis : Yunita Margaret (He Qi Utara), Fotografer : Aris Widjaja ( He Qi Utara )
Mei Rong Shijie
menjelaskan, “Pendidikan yang diberikan Tzu Chi adalah pendidikan untuk menjadi
manusia seutuhnya, tidak hanya mengajarkan pengetahuan dan keterampilan, namun
juga mengajarkan tentang nilai-nilai kemanusiaan.”
Kegiatan bedah buku komunitas Hu Ai Angke biasa rutin diadakan setiap hari Senin di Jalan Kapuk Muara No 5 (Kantor Annie Shijie). Hari itu tanggal 24 Maret 2014, pukul 20:00 WIB kegiatan kembali diadakan dengan khusus mengundang Mei Rong Shijie, wakil koordinator Er Tong Ban dan Tzu Shao Ban, untuk membahas tentang pendidikan Tzu Chi. Seperti yang telah kita ketahui pendidikan merupakan hal yang sangat penting. Master Cheng Yen pernah berkata, “Merencanakan masa depan sebuah bangsa berarti membangun pendidikan bagi anak-anak”. Jadi bagaimanakah pendidikan yang baik? Sebanyak 30 peserta yang hadir sangat bersungguh hati mendengarkan.
Mei Rong Shijie menjelaskan, “Pendidikan yang diberikan Tzu Chi adalah pendidikan untuk menjadi manusia seutuhnya, tidak hanya mengajarkan pengetahuan dan keterampilan, namun juga mengajarkan tentang nilai-nilai kemanusiaan.” Yang diutamakan dalam misi pendidikan Tzu Chi adalah mengokohkan akar dan merimbunkan tanaman, maksudnya adalah menguatkan fondasi akhlak manusia yang merupakan nilai penting dalam kehidupan seperti budi pekerti, tata krama yang berbudaya humanis berdasarkan cinta kasih, welas asih, empati dan keseimbangan batin. Budaya humanis adalah budaya antar manusia, yaitu dengan diri sendiri, orang lain dan masyarakat. Jika manusia memiliki sifat dan kepribadian yang baik pasti akan dapat mengembangkan kemampuan dan ketrampilannya. Dalam kata perenungan Master Cheng Yen disebutkan, Hakekat terpenting dari pendidikan adalah pewarisan cinta kasih dan rasa syukur yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Diharapkan anak-anak tumbuh cerdas, bijiaksana dan welas asih.
Bedah buku yang dihadiri oleh masyarakat umum menjadi sarana memperkenalkan budaya Tzu Chi.
Untuk dapat membimbing anak-anak, seorang pembimbing harus dapat membimbing dengan hati, karena tujuannya adalah membina hati, menumbuhkan akar kebijaksanaan, juga potensi bajik dalam diri setiap anak sehingga dapat bersumbangsih untuk orang lain. Dalam mendidik anak juga diperlukan kesabaran serta memberi contoh teladan. Apa yang kita katakan juga harus kita jalankan dan kita juga harus bisa. Selain itu juga harus ada kebijaksanaan. Baik orang dewasa ataupun anak-anak senang mendengar kata-kata yang baik, tidak suka mendengar kata “harus” dan “jangan”.
Pelajaran budi pekerti dan budaya humanis Tzu Chi yang diajarkan kepada anak-anak mencakup tiga aspek, yaitu kehidupan sehari-hari (anak dapat mandiri), pendidikan budaya humanis (bersyukur, menghormati, menghargai setiap orang, cinta kasih, sopan santun, kerapian), dan pendidikan jiwa (memiliki rasa empati). Semua yang diajarkan ini sangat penting dan telah kita ketahui pendidikan adalah harapan bagi sebuah kehidupan, pendidikan adalah cara meratakan jalan anak menuju masa depan yang cerah.
Beberapa kegiatan yang dilakukan oleh anak-anak kelas budi pekerti Tzu Chi adalah belajar tata krama sopan santun, budaya antri, daur ulang, membersihkan ruangan. Pendidikan jiwa dengan praktek langsung, misalnya kunjungan ke panti jompo, baksos, merangkai bunga, menyeduh teh (untuk menjaga ketenangan hati), merawat tanaman (menggunting bagian ujung daun yang kering, berarti mengurangi kekotoran batin ataupun tabiat buruk kita setelah itu tanaman disirami dan diberi pupuk agar dapat tumbuh subur kembali). Kegiatan yang dilakukan sangat bervariasi dan dengan berbagai metode baik melalui cerita, games maupun dengan praktek melihat langsung sehingga berkesan bagi anak-anak. Tahap pembelajaran budi pekerti adalah mengalami, bercerita, berpikir kreatif, dan menganalisa, merenungkan dan menjelaskan kata perenungan, penerapan.
Setelah mendengar sharing dari Mei Rong shijie kami juga mendengar sharing dari relawan lainnya. “Anak-anak itu sangat polos, bicara apa adanya dan suka mencontoh prilaku orang lain. Sebagai pembimbing harus dapat memberikan contoh teladan, kalau tidak demikian maka tidak akan dihargai. Selain itu butuh kesabaran yang tinggi. Semua orang senang mendengar perkataan yang baik begitu juga anak-anak, jadi ketika meminta sesuatu atau menjelaskan gunakan bahasa yang baik. Kita juga harus dapat membedakan benar dan salah. Jika salah harus tegas tapi dengan sikap menghargai, dan jika benar harus memberikan penghargaan,” ungkap Iksi shijie yang berpengalaman di Da Ai Mama.
Amel shijie yang baru saja mengikuti camp pendidikan membagikan pengalamannya, yaitu ada filosofi mencintai anak sendiri dengan hati bodhisatwa, berarti tenang tanpa pamrih juga tidak ada kekhawatiran. Dan mencintai anak orang lain dengan kasih sayang seorang ibu, berarti tidak membeda-bedakan. Mei Rong shijie membenarkan karena ada pepatah, Berbakti kepada orang tua adalah dengan tidak membiarkan orang tua merasa cemas. Jika orang tua cemas berlebihan membuat anak tidak dapat berbakti sehingga dapat mengurangi berkahnya. Jadi orang tua lebih baik mendoakan dan mengajarkan yang terbaik. Demikianlah cinta kasih yang bijaksana dari orang tua terhadap anaknya, sesuai kata perenungan Master Cheng Yen, Cinta kasih harus bagaikan seduhan teh wangi dengan komposisi yang pas. Bila terlalu pekat akan terasa pahit dan kita tidak dapat meminumnya.
Artikel Terkait
Menggenggam Waktu dengan Mendengarkan Dharma
13 Mei 2022Para relawan Tzu Chi dari komunitas Xie Li Sunter selalu berusaha menggenggam waktu untuk mendengarkan Dharma. Sabtu, 30 April 2022, sebanyak 36 relawan hadir pada acara bedah buku.
Belajar Bersama Melalui Bedah Buku
10 Juni 2014 Dapat hidup sebagai manusia merupakan suatu berkah, maka janganlah kita menyia-nyiakan satu berkah dalam kehidupan kita. Master Cheng Yen sering berujar bahwa masa depan kita tergantung pada apa yang kita lakukan saat ini. Bila saat ini kita mendapatkan kesehatan, adalah berkah.Berbagi Sukacita dalam Dharma
03 April 2024Triana mengajak 15 partisipan menyelami intisari yang terkandung dalam video Master Cheng Yen Bercerita berjudul “Roti Khayalan”. Berkisah tentang dua sahabat baik yang melakukan perjalanan wisata bersama. Namun di tengah perjalanan, mereka malah saling berkelahi.