Bedah Rumah Tzu Chi Tahap ke-2 di Kamal Muara Sebentar Lagi Rampung

Jurnalis : Khusnul Khotimah , Fotografer : Arimami SA

Bu Neneng yang semringah berbincang dengan Teksan.

Membantu mengangkat taraf hidup masyarakat Kamal Muara. Itulah yang selama ini diupayakan Tzu Chi Indonesia, salah satunya melalui program bedah rumah yang sudah dimulai sejak tahun 2019 di perkampungan nelayan ini. Kamal Muara merupakan kelurahan di Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara yang terbilang masih tertinggal, dengan angka kemisikinan yang relatif tinggi.

Pada program bedah rumah tahap pertama tahun 2019, sepuluh rumah yang sebelumnya tak layak huni diperbaiki menjadi rumah yang sehat dan nyaman bagi para penghuninya. Sementara bedah rumah tahap 2 yang pembangunanya dimulai akhir tahun 2021 terdapat lima rumah yang dibedah. Pembangunannya kini sudah mencapai 80 persen, dan diperkirakan dapat ditempati sebelum lebaran, April 2022 mendatang.

Adalah Teksan, relawan Tzu Chi dari Komunitas He Qi Utara 2 yang mengawal program bedah rumah Tzu Chi di wilayah ini. Pada Jumat 18 Maret 2022, ia kembali datang mengajak serta Hok Lay, relawan Tzu Chi lainnya untuk mengecek.

Progress untuk lima rumah tahap kedua ini sudah berjalan dengan sesuai, progress-nya malah lebih cepat,” kata Teksan.

Bukan Tangis Sedih
Saat Teksan dan Hok Lay tiba, Bu Neneng sedang menggoreng tempe dan telur mata sapi untuk sarapan para tukang yang mengerjakan pembangunan rumahnya dan rumah adiknya, Muhammad. Kakak beradik ini sama-sama merupakan penerima bantuan program bedah rumah Tzu Chi tahap ke-2.

Menemui Teksan dan Hoklay, diam-diam mata Bu Neneng berkaca-kaca. Sejak ditetapkan menjadi penerima bantuan bedah rumah Tzu Chi, nenek dari dua cucu ini jadi lebih melankolis, lebih gampang menangis. Tentu tangisnya kali ini adalah tangis bahagia.

“Kenapa Bu Neneng menangis?”

“Karena wujud rumah sudah kelihatan,” jawabnya dengan suara bergetar.

Bagaimana tak dihinggapi kebahagiaan, hampir 20 tahun Bu Neneng dan keluarganya bergelut dengan banjir akibat rumah yang posisinya lebih rendah dari jalan.

“Kalau nggak hujan tetep embes. Kalau hujan makin parah. Kadang segini (dengkul),” tuturnya.

Bu Neneng menunjukkan kakinya yang bertahun-tahun dihinggapi kutu air kini sudah mulai sembuh.

Bu Neneng yang sangat menyayangi cucunya ini makin nelangsa setiap kali menyaksikan cucunya, Rasti, yang hendak berangkat ke sekolah, mesti berganti baju di atas bale kayu yang sebenarnya sudah reot. Belajar pun Rasti harus mengungsi ke masjid.


Tak hanya itu, akibat rumah yang kerap digenangi banjir, Bu Neneng didera kutu air yang parah. Kakinya gatal, kemerahan seperti melepuh. Meski sudah berobat ke Puskesmas dan klinik, kedua telapak kakinya saat itu tak juga sembuh.

Gimana bisa sembuh kan kerobokan melulu. Enggak kering-kering. Kalau siang mah enggak dirasa, kan sibuk ini itu. Asal sudah sore, malam, terasa panas, kayak dicabein,” katanya sambil menunjukkan kakinya yang kini perlahan sembuh meskipun jadi menggelap.

Segala kesedihan dan ketidaknyamanan yang bertahun-tahun ia rasakan itu sebentar lagi akan menjadi kenangan, seiring pembangunan rumahnya yang bakal rampung.

“Bersyukur saya dapat bantuan. Alhamdulillah,” sambungnya.

Dibanding Gunung, Masih Besar Hati Saya


Pak Sakti dan Bu Sudiah menemui relawan Tzu Chi yang mengecek rumahnya.

Hari itu selepas subuh, Pak Sakti (78) dan istrinya Sudiah (72) sudah bergegas menyiapkan keperluan berjualan. Sehari-hari, mereka berjualan aneka gorengan di mulut gang dari pukul 7 pagi hingga pukul 4 sore. Ada bakwan, pisang goreng, tapai goreng, tempe dan tahu goreng, singkong, ubi, juga pisang rebus.

Sementara Pak Sakti bebersih warung, Bu Sudiah dengan diantar anaknya, berbelanja ke pasar di Tegal Alur. Dari berjualan gorengan, kakek-nenek ini meraih untung 50.000 hingga 100.000 rupiah. Bukannya tak pernah menabung untuk memperbaiki rumah, hasil berjualan selalu saja terpakai untuk mencukupi kebutuhan makan sehari-hari. Pak Sakti dan Bu Sudiah tinggal bersama anaknya yang sudah berkeluarga, serta dua anak lainnya yang hingga kini menganggur akibat PHK.

“Bukan pengen-pengen lagi (memperbaiki rumah). Dari dulu juga. Itu saya bikin rumah tahun 1983 sampai sekarang tahun 2022. Berapa puluh tahun itu umur rumah saya. Makanya Alhamdulillah rumah saya ada yang bangun, ada bantuan dari Tzu Chi,” kata Pak Sakti. 

Selepas menemui relawan, Pak Sakti dan Bu Sudiah kembali menunggui warung mereka.

Ketika relawan datang mengecek pembangunan rumahnya, Pak Sakti yang sebelumnya berada di warung pun segera menemui relawan. Teksan berpesan kepada Pak Sakti agar kedua anaknya lebih giat membantu para tukang, agar rumahnya cepat selesai bahkan jauh-jauh hari sebelum lebaran.

Pak Sakti dan Bu Sudiah pun mengangguk setuju mendengar saran tersebut karena mereka sendiri juga sudah tak sabar dan membayangkan betapa nikmatnya menjalankan ibadah puasa di rumah baru.

“Sudah ngebayangin, rasanya enak kali sehabis buka puasa tiduran, hahaha,,, Salat dulu ya, habis Salat tidur-tiduran hahaha… haduuh.. enggak lama lagi Isya, Salat Tarawih. Pokoknya bagaimana sih kalau rumah enak,” kata Bu Sudiah dengan tawanya yang menular.

“Terang-terangan saya, gunung dikata gede, lebih gede hati saya. Begitu rumah saya dibongkar, Alhamdulillah..,” imbuh Pak Sakti.

Betapa Nyamannya Lebaran Tahun Ini 

Hok Lay mendengarkan Nenek Muhimah bercerita tentang kesehariannya.

Penerima bantuan bedah rumah lainnya adalah Nenek Muhimah (78). Guru mengaji ini suaranya kerap terdengar dari pengeras suara saat ia mengisi acara pengajian di musala setempat. Biar pun sepuh, Nenek Muhimah masih aktif mengajar mengaji dan mengisi pengajian di musala juga majelis taklim.


Hari itu Nenek Muhimah juga menyambut kedatangan Teksan dan Hok Lay. Diberitahu kalau rumahnya kemungkinan besar sudah bisa ditempati saat lebaran, hatinya membuncah.

“Ya gembiralah rumah saya waktu lebaran jadi bagus. Lebaran dulu juga kadang banjir, jadi lebaran enggak di dalam rumah tapi keluarin bale, duduk saja di luar. Tiduran di luar,” katanya.

Di rumahnya, Nenek Muhimah tinggal bersama enam anggota keluarganya, dengan ekonomi yang pas-pasan. Karena itu menjadi penerima bantuan bedah rumah, Nenek Muhimah pun sangat bersyukur. Ia juga bersyukur akan kepedulian Tzu Chi bagi warga Kamal Muara. Ia mendoakan agar para relawan Tzu Chi diberkahi kesehatan agar bisa membantu warga kurang mampu lainnya.

Pak Saidup memperbaiki saluran air saat relawan tiba di rumahnya.

Sementara saat relawan mengecek rumahnya, penerima bantuan bedah rumah lainnya, yakni Pak Saidup (53) yang bekerja sebagai hansip di kantor RW ini sedang membantu para tukang bekerja.

“Hari ini saya mengurus air, bersihkan sampah. Gembira ya rumah mau jadi. Kata relawan sebelum lebaran. Semakin yakin karena relawan yang ngomong. Saya banyak-banyak terima kasih, namanya rumah saya dibedah kan,” kata Pak Saidup.

Menangkap kebahagiaan yang tampak pada wajah para penerima bantuan bedah rumah Tzu Chi, turut mendatangkan sukacita bagi Teksan.

“Saya melihat warga sangat antusias. Setelah saya tanya kembali kepada kontraktor dan memang dipastikan lagi bahwasanya sebelum lebaran mereka sudah dapat menempati rumah baru mereka. Jadi mudah-mudahan akan memberikan kebahagiaan ganda. Kebahagiaan pertama adalah mereka berhasil dalam puasa, yang kedua kebahagiaan menempati rumah baru, dengan suasana yang baru,” pungkas Teksan.

Editor:  Arimami SA

Artikel Terkait

Karunia Terbesar dari Tuhan

Karunia Terbesar dari Tuhan

09 September 2020

“Biar bagaimanapun yang namanya anak itu kan jiwa. Ini dari Tuhan, jadi kita harus benar-benar sabar. Apapun kondisinya kita harus terima dengan ikhlas, dengan semangat.” (Paulus Tjoei Ho, orang tua Jenny). 

Tak Ada Kata Menyerah dalam Kamus Hidup Nurmalita

Tak Ada Kata Menyerah dalam Kamus Hidup Nurmalita

12 Juni 2020
Nurmalita menderita meningioma, yakni tumor di selaput pelindung otak. Tumor tersebut menyerang tulang kepala dan merambat ke organ di wajah sehingga wajah Nurmalita tak simetris lagi. Sudah tujuh kali Nurmalita menjalani operasi. Dalam kondisi ekonomi yang kurang mendukung, ada Tzu Chi yang sudah empat tahun ini membantu dalam hal biaya hidup. Relawan Tzu Chi juga selalu mendukung Nurmalita dan ibunya untuk  tegar. 
Ketabahan Nenek Rodiah Merawat Cucunya

Ketabahan Nenek Rodiah Merawat Cucunya

08 Januari 2021

Malang betul kisah hidup Alvia Balqis (14). Sejak bayi hingga saat ini, Via, panggilannya, hanya bisa terbaring di tempat tidur. Ia juga tak bisa bicara. Di usia 7 tahun ibunya meninggal dunia. Beruntung ia memiliki nenek yang begitu menyayanginya, Nenek Rodiah (68). 

Hadiah paling berharga di dunia yang fana ini adalah memaafkan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -