Bekerja dan Berpuasa
Jurnalis : Hadi Pranoto , Fotografer : Hadi PranotoJumat, 28 Agustus 2009, relawan Tzu Chi mengadakan acara berbuka puasa bersama bagi para pekerja pembangunan Aula Jing Si. Selain itu, diadakan pula sosialisasi tentang Tzu Chi, doa bersama dan penggalangan dana bagi para korban topan Morakot di Taiwan. |
| |
Tetap Berpuasa Sebagai umat Islam, Mustagfirin merasa wajib menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan. “Sudah kewajiban. Biar bagaimanapun, sepahit dan sesusah apapun, itu namanya kewajiban. Insya Allah akan saya lakukan sampai penuh,” tekadnya. Bertugas di bagian bekisting (kayu), Mustagfirin kerap harus berpeluh keringat dan mengeluarkan tenaga ekstra yang kadang membuatnya kehausan. Belum lagi udara di sekitar Pantai Indah Kapuk (PIK), Jakarta Utara yang terbilang cukup panas dan lembab.
Ket : -Para pekerja yang sebagian besar berpuasa menyantap hidangan berbuka puasa yang disediakan oleh relawan Tzu Chi dari He Qi Barat. (kiri) Untuk mengatasinya, berbagai cara ditempuh Mustagfirin, salah satunya dengan mengubah jam kerjanya. Ia dan teman-temannya berinisiatif memohon perubahan jam kerja selama bulan puasa kepada atasannya. “Saya kerja dari jam 6 pagi sampai 10, terus istirahat sampai jam 1. Dari situ lanjut kerja lagi dari jam 1 sampai 5 sore,” terang Mustagfirin. Seperti temannya, Narto pun mengaku tak ada halangan baginya untuk tetap berpuasa. “Kerja tetap, puasa tetap,” ujarnya. Sebelumnya jam kerja Mustagfirin dan pekerja bangunan lainnya adalah pukul 8 hingga 12, kemudian istirahat sampai pukul 1. Setelah itu lanjut kerja lagi hingga pukul 5. “Jadi jam kerjanya sama, nggak ngerugiin perusahaan. Aku punya prinsip perusahaan nggak dirugikan dan kita pun bisa beribadah,” ungkap Mustagfirin yang sejak awal terlibat dalam pembangunan Aula Jing Si ini –4 bulan. Mensyukuri dan Menciptakan Berkah Acara dibuka dengan penjelasan dari Suriadi yang menyampaikan tema “Pentingnya Mensyukuri Berkah”. Dalam acara itu, Suriadi memaparkan berbagai tayangan mengenai aktivitas Tzu Chi di Indonesia: Aceh dan Yogyakarta. “Waktu Master (Cheng Yen) mau bantu Indonesia, ada sebagian suara yang mengatakan, ‘Mengapa kita bantu Indonesia, itu kan jauh. Master Cheng Yen tetap bilang bahwa kita hidup di bumi yang sama dan di bawah langit yang sama’,” kata Suriadi. Dalam kesempatan itu, Suriadi juga memberikan kesempatan kepada para “seniman bangunan” untuk berpartisipasi membantu para korban bencana topan Morakot di Taiwan. “Bagi yang ingin menyumbang silahkan, yang tidak juga tidak apa-apa,” jelas Suriadi. Fokus acara ini sendiri bukanlah dari sisi penggalangan dana saja, tapi yang lebih penting adalah penggalangan hati dengan berdoa bersama untuk para korban bencana. “Sesuai harapan Master Cheng Yen bahwa seluruh dunia dianjurkan untuk berdoa, karena doa kita itu tentunya adalah untuk diri kita sendiri. Kalau menggalang dana, kita ingin tidak hanya kita saja yang penuh berkah, tapi kita juga ingin menciptakan berkah untuk orang lain,” terang Suriadi.
Ket : - Narto dan Mustagfirin dengan seksama mendengarkan penjelasan tentang Yayasan Buddha Tzu Chi. Keduanya merasa kagum dengan aktivitas sosial Tzu Chi di berbagai wilayah Indonesia. (kiri) Suasana Kerja yang Penuh Rasa Kekeluargaan Sementara Narto merasakan suasana kekeluargaan yang kental di lingkungan kerja ini. “Di sini lain daripada yang lain, ada acara kebersamaan yang membuat wawasan saya menjadi lebih luas. Selain pengetahuan lebih luas, pengalaman juga lebih baik lagi. Di proyek-proyek lain nggak ada kegiatan seperti itu,” ungkap Narto yang merasa kagum dengan kegiatan relawan Tzu Chi yang telah membantu banyak korban bancana di dunia, termasuk di Indonesia. Menurut Suang Ing, acara seperti ini sangat penting sehingga ikatan yang terjalin antara pekerja dan relawan Tzu Chi tidak sekadar hubungan kerja saja. “Jadi ‘seniman bangunan’ ini nggak ngerasa mereka buruh dan kita majikan. Kalo kita adakan acara seperti ini, mereka juga merasa dihargai,” kata Suang Ing. Dengan begitu, para seniman bangunan ini pun akan memiliki rasa memiliki terhadap bangunan yang sedang dikerjakannya. “Tujuan kita sebenarnya Tzu Chi adalah yayasan pembinaan diri, dimana proyek-proyek Tzu Chi akan melibatkan cinta kasih banyak orang, tidak hanya donatur dan relawan Tzu Chi, tapi juga pekerja bangunan. “Saat mereka meyakini bahwa apa yang mereka lakukan adalah untuk kemanusiaan, bukan hanya proyek biasa, maka mereka akan bekerja sungguh-sungguh, dengan hati,” kata Suriadi yang berharap setelah dari sini, para seniman bangunan ini nantinya bisa menyebarkan bibit-bibit cinta kasih di daerahnya.
| ||
Artikel Terkait
Cinta Kasih Untuk Korban Banjir di Jak Luay
06 Januari 2017Gempa Nepal: Sambutan Bagi Saudara Jauh
26 Mei 2015 Dengan bahasa Inggris yang terbata bata ia berkata bahwa hatinya sangat senang dengan kedatangan kami, “my english is not very good, I am happy to see you come to our village,” katanya berulang ulang.Kunjungan Kasih yang Paling Berkesan
13 Juni 2024Jhonnes (57) tak kuasa membendung air matanya saat Josua (18) sang anak membasuh kakinya. Bait puisi tentang pengorbanan sang ayah yang dibacakan relawan Tzu Chi juga membuat Josua tersedu-sedan.