Bekerja dan Berpuasa

Jurnalis : Hadi Pranoto , Fotografer : Hadi Pranoto
 

fotoJumat, 28 Agustus 2009, relawan Tzu Chi mengadakan acara berbuka puasa bersama bagi para pekerja pembangunan Aula Jing Si. Selain itu, diadakan pula sosialisasi tentang Tzu Chi, doa bersama dan penggalangan dana bagi para korban topan Morakot di Taiwan.

Bekerja sambil berpuasa? Tentu banyak orang yang sudah melakukannya. Bulan Ramadan bukanlah alasan untuk tidak bekerja secara maksimal. Jika Anda bekerja di dalam ruangan kantor, ditemani penyejuk udara, dan hanya mengerjakan tugas-tugas yang ringan –mengetik, menghitung, dan sebagainya– mungkin tidak sulit untuk melakukannya. Tapi, bagaimana jika Anda bekerja di luar ruangan yang panas dan harus bekerja keras yang harus menuntut stamina yang prima?

Tetap Berpuasa
Seperti yang dilakukan Mustagfirin, lelaki berumur 40 tahun asal Kendal ini tetap menjalankan ibadah puasa meski bekerja di proyek pembangunan Aula Jing Si di Pantai Indah (PIK), Jakarta Utara yang menuntut kekuatan fisik dan tenaga yang prima. Sejak hari pertama hingga hari ke-6 puasa, 28 Agustus 2009, bapak dua anak ini belum pernah sekalipun batal puasanya. Alhamdulillah, dari hari pertama sampai ke-7 belum pernah batal,” ujarnya dengan logat Jawa yang kental.

Sebagai umat Islam, Mustagfirin merasa wajib menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan. “Sudah kewajiban. Biar bagaimanapun, sepahit dan sesusah apapun, itu namanya kewajiban. Insya Allah akan saya lakukan sampai penuh,” tekadnya. Bertugas di bagian bekisting (kayu), Mustagfirin kerap harus berpeluh keringat dan mengeluarkan tenaga ekstra yang kadang membuatnya kehausan. Belum lagi udara di sekitar Pantai Indah Kapuk (PIK), Jakarta Utara yang terbilang cukup panas dan lembab.

foto  foto

Ket : -Para pekerja yang sebagian besar berpuasa menyantap hidangan berbuka puasa yang disediakan oleh           relawan Tzu Chi dari He Qi Barat. (kiri)
       - Dengan adanya sosialisasi bagi pekerja setiap seminggu sekali, maka hubungan kekeluargaan yang terjalin           antara para "seniman bangunan" dan relawan semakin terjalin erat.  (kanan)

Untuk mengatasinya, berbagai cara ditempuh Mustagfirin, salah satunya dengan mengubah jam kerjanya. Ia dan teman-temannya berinisiatif memohon perubahan jam kerja selama bulan puasa kepada atasannya. “Saya kerja dari jam 6 pagi sampai 10, terus istirahat sampai jam 1. Dari situ lanjut kerja lagi dari jam 1 sampai 5 sore,” terang Mustagfirin. Seperti temannya, Narto pun mengaku tak ada halangan baginya untuk tetap berpuasa. “Kerja tetap, puasa tetap,” ujarnya. Sebelumnya jam kerja Mustagfirin dan pekerja bangunan lainnya adalah pukul 8 hingga 12, kemudian istirahat sampai pukul 1. Setelah itu lanjut kerja lagi hingga pukul 5. “Jadi jam kerjanya sama, nggak ngerugiin perusahaan. Aku punya prinsip perusahaan nggak dirugikan dan kita pun bisa beribadah,” ungkap Mustagfirin yang sejak awal terlibat dalam pembangunan Aula Jing Si ini –4 bulan.

Mensyukuri dan Menciptakan Berkah
Jumat, 28 Agustus 2009, sekitar 120 lebih pekerja pembangunan Aula Jing Si melakukan buka puasa bersama. Para seniman bangunan ini, begitu biasa relawan Tzu Chi menyebut, menikmati hidangan dan minuman yang disediakan oleh relawan Tzu Chi. Hari itu merupakan giliran tugas relawan dari He Qi Barat untuk memasak. “Nggak repot sih, kan kita sudah ada tim konsumsi di masing-masing He Qi,” jawab Suang Ing saat ditanyakan persiapan untuk menyiapkan hidangan berbuka puasa bagi para “seniman bangunan” ini.

Acara dibuka dengan penjelasan dari Suriadi yang menyampaikan tema “Pentingnya Mensyukuri Berkah”. Dalam acara itu, Suriadi memaparkan berbagai tayangan mengenai aktivitas Tzu Chi di Indonesia: Aceh dan Yogyakarta. “Waktu Master (Cheng Yen) mau bantu Indonesia, ada sebagian suara yang mengatakan, ‘Mengapa kita bantu Indonesia, itu kan jauh. Master Cheng Yen tetap bilang bahwa kita hidup di bumi yang sama dan di bawah langit yang sama’,” kata Suriadi. Dalam kesempatan itu, Suriadi juga memberikan kesempatan kepada para “seniman bangunan” untuk berpartisipasi membantu para korban bencana topan Morakot di Taiwan. “Bagi yang ingin menyumbang silahkan, yang tidak juga tidak apa-apa,” jelas Suriadi. Fokus acara ini sendiri bukanlah dari sisi penggalangan dana saja, tapi yang lebih penting adalah penggalangan hati dengan berdoa bersama untuk para korban bencana. “Sesuai harapan Master Cheng Yen bahwa seluruh dunia dianjurkan untuk berdoa, karena doa kita itu tentunya adalah untuk diri kita sendiri. Kalau menggalang dana, kita ingin tidak hanya kita saja yang penuh berkah, tapi kita juga ingin menciptakan berkah untuk orang lain,” terang Suriadi.  

foto  foto

Ket : - Narto dan Mustagfirin dengan seksama mendengarkan penjelasan tentang Yayasan Buddha Tzu Chi.             Keduanya merasa kagum dengan aktivitas sosial Tzu Chi di berbagai wilayah Indonesia. (kiri)
          - Selain para pekerja, para staf dan manajer proyek juga turut berpartisipasi. Dengan mensyukuri berkah dan            berdana untuk membantu korban bencana, berarti mereka juga telah menciptakan berkah kembali. (kanan)

Suasana Kerja yang Penuh Rasa Kekeluargaan
Bagi Mustagfirin, ada perbedaan besar yang dirasakannya dengan bekerja di proyek pembangunan Aula Jing Si dengan proyek lainnya. “Keistimewaannya di sini, kalo tiap malam Sabtu ada penyuluhan, pengetahuan, nambah suasana, buat kita nggak picik lihat Buddha Tzu Chi,” kata Mustagfirin. Ia pun memperoleh banyak manfaat, pengalaman, dan ilmu yang selama ini tidak diketahuinya. “Tzu Chi itu ternyata baik juga, nggak hanya memfokuskan pada agama, tapi yang saya lihat (tayangan video –red) ternyata aktif juga di bidang sosialnya. Sudah begitu juga nggak membedakan soal agama, siapa yang butuh bantuan ya dibantu,” ucap Mustagfirin lancar.

Sementara Narto merasakan suasana kekeluargaan yang kental di lingkungan kerja ini. “Di sini lain daripada yang lain, ada acara kebersamaan yang membuat wawasan saya menjadi lebih luas. Selain pengetahuan lebih luas, pengalaman juga lebih baik lagi. Di proyek-proyek lain nggak ada kegiatan seperti itu,” ungkap Narto yang merasa kagum dengan kegiatan relawan Tzu Chi yang telah membantu banyak korban bancana di dunia, termasuk di Indonesia.

Menurut Suang Ing, acara seperti ini sangat penting sehingga ikatan yang terjalin antara pekerja dan relawan Tzu Chi tidak sekadar hubungan kerja saja. “Jadi ‘seniman bangunan’ ini nggak ngerasa mereka buruh dan kita majikan. Kalo kita adakan acara seperti ini, mereka juga merasa dihargai,” kata Suang Ing. Dengan begitu, para seniman bangunan ini pun akan memiliki rasa memiliki terhadap bangunan yang sedang dikerjakannya. “Tujuan kita sebenarnya Tzu Chi adalah yayasan pembinaan diri, dimana proyek-proyek Tzu Chi akan melibatkan cinta kasih banyak orang, tidak hanya donatur dan relawan Tzu Chi, tapi juga pekerja bangunan. “Saat mereka meyakini bahwa apa yang mereka lakukan adalah untuk kemanusiaan, bukan hanya proyek biasa, maka mereka akan bekerja sungguh-sungguh, dengan hati,” kata Suriadi yang berharap setelah dari sini, para seniman bangunan ini nantinya bisa menyebarkan bibit-bibit cinta kasih di daerahnya.  

 

 
 

Artikel Terkait

Cinta Kasih Untuk Korban Banjir di Jak Luay

Cinta Kasih Untuk Korban Banjir di Jak Luay

06 Januari 2017
Hujan deras yang mengguyur Desa Jak Luay di Kecamatan Muara Wahau, Kabupaten Kutai Timur akhir Desember lalu menyebabkan banjir. Kondisi ini mengakibatkan warga yang mayoritas bersuku Dayak Bahau itu tidak dapat keluar dan masuk desa untuk beraktivitas.
Gempa Nepal: Sambutan Bagi Saudara Jauh

Gempa Nepal: Sambutan Bagi Saudara Jauh

26 Mei 2015 Dengan bahasa Inggris yang terbata bata ia berkata bahwa hatinya sangat senang dengan kedatangan kami, “my english is not very good, I am happy to see you come to our village,” katanya berulang ulang.
Kunjungan Kasih yang Paling Berkesan

Kunjungan Kasih yang Paling Berkesan

13 Juni 2024

Jhonnes (57) tak kuasa membendung air matanya saat Josua (18) sang anak membasuh kakinya. Bait puisi tentang pengorbanan sang ayah yang dibacakan relawan Tzu Chi juga membuat Josua tersedu-sedan.

Orang yang berjiwa besar akan merasakan luasnya dunia dan ia dapat diterima oleh siapa saja!
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -