Bekerja Sama Mengemban Misi Pendidikan (Bag.1)

Jurnalis : Metta Wulandari, Fotografer : Metta Wulandari
 
 

foto
Fang Mei Lun laoshi mengawali training dengan memutarkan video mengenai dirinya dan pengalamannya dalam menjadi pengajar.

“Tidak ada murid yang tidak bisa dididik, yang hanya adalah guru yang tidak bisa mendidik,” begitulah penggalan kata perenungan Master Cheng Yen yang digunakan oleh Fang Mei Lun Laoshi (guru) untuk membuka sesi Pelatihan Guru Sekolah Cinta Kasih, Cengkareng dan Sekolah Tzu Chi, PIK, beberapa waktu lalu. Dalam menyampaikan materi, Fang Laoshi terlebih dulu membubuhkan cerita semacam sharing dan juga memutarkan video drama mengenai kisahnya, mengenai pengalaman hidupnya yang telah mengabdikan diri menjadi seorang guru selama kurang lebih 43 tahun.

Video tersebut diawali dengan adegan seorang guru yang menghukum muridnya dengan memukulkan sebatang rotan ke tangan karena ujian si murid yang terus menerus mendapatkan nilai yang rendah atau bahkan karena perilaku tidak disiplin murid di kelas. Saat itu Fang Laoshi masih menjadi guru baru di sekolah tersebut, dan setelah melihat bagaimana cara guru lain mengajar, Fang Laoshi memutuskan untuk tidak melakukan hal yang sama (menghukum murid). Namun masalah demi masalah hadir di sekolah, nilai murid menurun dan murid-murid tidak bisa disiplin di dalam kelas, ia kemudian mendapat teguran dari kepala sekolah mengenai hal tersebut. Sebenarnya iia merasa idealismenya akan luntur apabila ia akhirnya mengikuti metode pengajaran dengan menghukum murid, namun ia juga berpikir bahwa apa yang ia lakukan nanti akan dapat memberikan pengaruh baik bagi anak muridnya. “Dulu saya terlalu peduli pada nilai tes ujian, kalau hasilnya tidak bagus saya bisa memukul murid, dan ini semua bukanlah hal yang benar. Jadi saya mengalami secara keseluruhan perubahan yang besar. Lalu senyuman, dulu juga tidak ada. Dulu bicara lebih galak,” cerita Fang Laoshi. “Dalam pengalaman saya mengajar, 22 tahun pertama saya galak, tahun pertama tidak galak, tapi karena itu nilai murid-murid tidak bagus, maka sejak tahun kedua saya berubah menjadi galak hingga tahun ke-22,” tambahnya.

Setelah menerapkan metode pembelajaran yang ia yakini benar, Fang Laoshi memang mendapatkan apa yang ia inginkan, nilai murid-muridnya meningkat dan kedisiplinan di kelasnya bagus, namun hal lain yang timbul adalah ketakutan dan kebencian para murid pada dirinya. Metode pengajaran yang salah juga ia terapkan pada anak perempuannya hingga akhirnya sang anak memberontak dan ia merasa hampir putus asa untuk mendidik anaknya. Suatu saat, dia mengenal Tzu Chi melalui sharing pengajaran kata perenungan Master Cheng Yen. Dalam kata perenungan ditulis: “Perkataan baik disampaikan dengan tutur kata yang baik. Harus bersikap lembut walau berada di pihak yang benar, sampaikan perkataan baik dengan tutur kata yang baik – mengatakan hal yang benar dengan nada suara dan sikap yang lembut.” Kemudian ia merasa bahwa setiap kata perenungan Master Cheng Yen terasa begitu nyata dengan kehidupannya. Mulai saat itu juga, ia memutuskan untuk meninggalkan metode pengajarannya dan mendalami Tzu Chi. “Semenjak saya masuk dalam Tzu Chi, Asosiasi Guru Tzu Chi, saya telah mempelajari banyak sekali cara-cara yang bagus. Setelah 22 tahun itu, saya lebih banyak mengajar mereka budaya humanis, cara bertingkah laku dalam masyarakat, dan menurut saya setelah mengajarkan budaya humanis dengan baik sehingga tingkah laku mereka dalam masyarakat pun baik, mereka akan lebih rajin belajar, karena mereka mengetahui bahwa untuk menjadi orang yang baik, mereka perlu membantu lebih banyak orang, maka akan lebih rajin. Ini perbedaannya, sangat bahagia, tidak perlu galak-galak. Setelah menginspirasi niat untuk berbuat kebajikan, mereka akan mengikuti guru untuk bersama-sama melakukan kebajikan. Sebelum masuk ke Tzu Chi, saya tidak se-happy ini, sebelum masuk Tzu Chi, tubuh tidak sesehat sekarang,” ujar Fang Laoshi seraya mengumbar senyum di wajahnya.

foto  foto

Keterangan :

  • Kegiatan ini diikuti oleh 94 guru sekolah Cinta Kasih dan 109 guru sekolah Tzu Chi Indonesia, berlangsung di Xi She Ting Aula Jing Si, PIK, 5-9 Juli 2013 lalu (kiri).
  • Training Pendidikan ini berisi materi yang bersifat interaktif yang memungkinkan peserta untuk ikut berinteraksi (kanan).

Pengalaman yang diceritakan oleh Fang Laoshi mungkin banyak terjadi di kelas-kelas atau di sekolah-sekolah tempat putra/putri kita belajar, di mana guru memberikan pengajaran dengan metode yang salah dan justru membuat mereka tertekan, terbebani, dan merasa takut untuk bersekolah atau pun takut untuk bersosialisasi. Padahal seharusnya melalui pendidikan, guru dapat menyucikan hati manusia (murid) dan dengan pendidikan yang berjalan baik akan memberikan harapan baik bagi masyarakat. Dari sanalah pelatihan untuk memberikan bekal bagi para guru ini diberikan bagi tenaga pendidik di Tzu Chi, selain agar mereka dapat mengenal metode pendidikan Tzu Chi lebih dalam, mereka nantinya diharapkan akan dapat menerapkan pendidikan berbudaya humanis dalam kelas mereka.

foto  foto

Keterangan :

  • Selain sesi tanya jawab, para guru juga diajari untuk berperilaku baik mulai dari cara berjalan sesuai dengan budaya humanis Tzu Chi (kiri).
  • Para pengisi materi sangat bersemangat dalam memberikan sharingnya sehingga membawa suasana semangat pula di masing-masing sesi (kanan).

Pelatihan yang dilaksanakan pada 5-9 Juli 2013 di Xi She Ting, Aula Jing Si, PIK, (dua hari untuk guru Sekolah Cinta Kasih, Cengkareng dan dua hari untuk guru Sekolah Tzu Chi Indonesia) ini dihadiri oleh 94 guru Sekolah Cinta Kasih dan 109 guru Sekolah Tzu Chi Indonesia. Dengan materi yang sama namun waktu pembawaan yang berbeda, para guru mendapatkan masukan dan pengetahuan baru mengenai cara mendidik dan memperlakukan murid.

Bersambung ke Bagian 2.

  
 

Artikel Terkait

Aku, Kamu, dan Kita Adalah Berkah

Aku, Kamu, dan Kita Adalah Berkah

11 September 2014 Saya bertekad untuk terus menghargai orang tua saya, papa, mama, meskipun saya masih sering berbuat salah kepada mereka, meskipun saya sering dimarahi oleh mereka, tapi tiada sedetikpun saya akan lupa untuk menyayangi mereka, saya sayang papa, mama sampai angka 13 di temukan di jarum jam.
Banjir Jakarta: Menggenggam Kepercayaan

Banjir Jakarta: Menggenggam Kepercayaan

25 Januari 2013 Kepercayaan ini tentunya akan terus dijaga dan dipegang teguh oleh insan Tzu Chi untuk tetap memberikan semua yang terbaik bagi masyarakat yang membutuhkan. “Kita sangat senang dan sangat berterima kasih bukan hanya pada Telkomsel, tapi juga pada semua masyarakat yang telah menjadi donatur kami.

"Membagikan dan Menggiatkan Penggunaan Masker Kain"

14 Juli 2020

1.000 masker disalurkan relawan komunitas Serpong 1 – WIK bagi masyarakat di 4 area di sekitar Tangerang Selatan, yaitu sekitar area kantor Wisma Indah Kiat, area Pasar Tradisional Ciater, area Pasar Tradisional Lembang, Ciledug serta pemberian masker kepada Yayasan Kepedulian AIDS (Syair.org). Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Sabtu 27 Juni 2020.


Dengan keyakinan, keuletan, dan keberanian, tidak ada yang tidak berhasil dilakukan di dunia ini.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -