Bekerja Sama Mengemban Misi Pendidikan (Bag.2)
Jurnalis : Metta Wulandari, Fotografer : Bekerja Sama Mengemban Misi Pendidikan (Bag.2)
|
| ||
Sehingga gabungan dari semua itu dapat menjadikan sebuah rumah (pribadi) yang kuat dan tidak mudah goyah. Hal inilah yang ingin diterapkan oleh sekolah Tzu Chi, baik sekolah Cinta Kasih Cengkareng maupun sekolah Tzu Chi Indonesia di PIK. Dalam pengajaran sehari-hari, kedua sekolah ini memberikan pedoman yang sama pada murid dengan berpegang pada misi Tzu Chi. Master Cheng Yen dalam salah satu kata perenungannya mengungkapkan bahwa sikap, tutur kata, dan tindakan guru merupakan contoh yang akan ditiru oleh murid. Moral serta kepribadian guru adalah teladan nyata bagi murid. Hal ini sangat nyata, banyak orang beranggapan bahwa hal negatif akan sangat mudah ditiru oleh orang, apalagi anak-anak, children see, children do. Begitu pula di sekolah, apabila anak-anak dididik untuk menjadi orang pintar (akademik), mereka hanya akan menjadi orang pintar saja. Namun apabila anak-anak dididik untuk menjadi pintar dan berbudi, maka mereka akan menjadi orang yang lebih pintar dan berbudi pekerti yang baik. Dan di sinilah peranan guru, meyucikan hati manusia. Menanggapi mengenai kelas budi pekerti di sekolah, Zhang Wan Ru Laoshi menerangkan bahwa Tzu Chi ingin menerapkan budi pekerti bukan sebagai mata pelajaran saja namun nanti ingin membuat budi pekerti menjadi suatu kebiasaan yang dapat membentuk karakter anak nantinya. “Berbakti bukan hanya permasalahan untuk satu-dua hari saja dan siswa kita yang baru saja masuk (sekolah) Tzu Chi belum tentu mengetahui apa itu berbakti, oleh karena itu dengan adanya pelajaran berbakti pada orang tua anak-anak diajarkan untuk dapat menjadikan berbakti ini sebagai satu kebiasaan. Jadi tugas sebagai guru yaitu memberi atau sebagai pengingat karena kadang sudah dewasa pun kita masih sering lupa. Tentu yang terakhir adalah berharap agar semua anak murid dapat menjadi anak yang berbakti pada orang tua,” jelas Zhang Laoshi. Inilah pendidikan Tzu Chi, di mana budi pekerti dan cinta kasih merupakan hal utama, tanpa mengesampingkan akademis dari para siswa. “Kalau ingin menjadi guru di Sekolah Tzu Chi tidak mudah, karena orang luar mempunyai harapan yang sangat besar terhadap Tzu Chi. Jadi saya percaya bahwa guru-guru di sini bisa bersumbangsih atau memberi hal yang terbaik untuk anak-anak kita dan bekerjasama dengan baik pastinya guru-guru ini dapat mewujudkan harapan masyarakat,” pesan Zhang Laoshi bagi para pendidik di sekolah-sekolah Tzu Chi. Menyatukan Misi Bersama Brandon, salah satu guru dari Amerika ini merasa senang mengikuti training karena selain training ini merupakan training pertamanya, dalam training ini dia juga mendapatkan banyak masukan mengenai cara mengajar yang menarik di kelas. “Bagi saya training ini sangat membantu saya karena berisi banyak hal mengenai bagaimana kita mengajar dengan baik di kelas dan juga meningkatkan kemampuan kita sebagai guru,” ucap Brandon, guru bahasa Inggris di sekolah Tzu Chi Indonesia. Brandon yang berasal dari Amerika ini terlihat sangat antusias mendengarkan setiap hal yang diberikan dalam training. “Saya selalu ingin membantu anak-anak dan murid. Dulu saat saya masih menjadi murid, saya punya banyak guru yang bagus karena itu saya ingin mempunyai semangat yang sama seperti mereka untuk mendidik murid,” jelas guru yang baru pertama kali mengajar di Indonesia ini.
Keterangan :
Sama halnya dengan Brandon, begitu juga apa yang dirasakan oleh Nuning Sriayu saat mengikuti training. Training ini memberikan banyak masukan baginya mengenai bagaimana mengajar dengan cinta kasih dan menanamkan budi pekerti bagi siswanya. Guru bahasa Indonesia yang telah lama mengajar di sekolah lain ini juga merasa mendapatkan kesempatan yang luar biasa untuk kembali belajar dan dapat mendengarkan sharing langsung dari para guru Tzu Chi Taiwan. “Bergabung dengan Tzu Chi merupakan sebuah kesempatan yang luar biasa buat saya walaupun saya sudah pernah mengajar lama di tempat lain tapi pengalaman yang saya dapat di sini terutama untuk training hari ini dengan materi bagaimana cara mengajar dengan cinta kasih dan apa saja ajaran-ajaran yang harus kita terapkan kepada siswa, bagaimana kita mentransfer ilmu bukan hanya menyampaikan ilmu yang kita punya tapi juga kita mencintai mereka dengan rasa kasih sayang sehingga ketika mereka telah lulus mereka akan mempunyai jiwa yang bisa memberikan pelayanan bagi orang lain juga,” ujar Nuning. “Pada umumnya anak-anak sekarang cerdas namun yang kurang adalah budi pekerti dan rasa menghormati terhadap sesama manusia. Yang menarik dari sekolah ini adalah mengajarkan sesuatu yang berbeda dari sekolah-sekolah lain yang pada umumnya hanya mengutamakan untuk bagaimana caranya agar mereka dapat meraih nilai yang bagus, bagaimana mereka dapat mencapai cita-cita secara duniawi. Tapi disini kita diajarkan bagaimana kita menjadi manusia yag tidak hanya pintar tapi juga dapat menghargai orang lain dan mempunyai jiwa yang penuh cinta kasih,” tambahnya. Eko Rahardjo, guru sekolah Cinta Kasih Cengkareng juga merasakan hal yang sama, hanya saja dia telah mengikuti training pendidikan semacam ini sekitar 12 kali. Baginya training ini bagaikan media pengingat bagi para guru, untuk me-refresh dan meng-update, namun juga tidak menutup kemungkinan sebagai media untuk meningkatkan kemampuan bagi guru yang telah lama mengajar dan juga menambah pengetahuan bagi guru yang baru saja bergabung dalam Sekolah Cinta Kasih. “Bagi kami guru Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi cengkareng, training ini merupakan media untuk mengingatkan kita, untuk meng-update dan me-refresh apa yang menjadi tujuan dan rel kita dalam mengajar,” ucapnya. “Bagus sekali karena dapat memberikan kita input mengenai pengajaran apalagi di sekolah kami ini terdiri dari berbagai macam murid. Sayangnya training pendidikan semacam ini sekarang sudah jarang dilakukan padahal kami juga mempunyai guru-guru baru yang juga membutuhkan masukan ini,” ujarnya sambil berharap bahwa training semacam ini dapat sering kali dilaksanakan untuk menambah semangat para guru dan menyatukan visi bersama. Master Cheng Yen melalui bukunya (Pedoman Guru Humanis) mengatakan bahwa, “Misi Pendidikan dan Profesi Pendidikan adalah dua hal yang sangat berbeda. Misi adalah arah serta tujuan hidup yang dipilih sendiri, menekuni bidang yang diambil demi cita-cita pribadi, dan bersumbangsih untuk sesama. Guru secara “sukarela” berusaha keras menunaikan tugasnya mendidik, berpegang teguh pada semangat dan misi mengabdi terhadap pendidikan, memperlakukan murid layaknya anak sendiri, tulus bersumbangsih, maka sekalipun melelahkan namun hati terasa damai dan bahagia. Dengan ulet dan gigih membangun semangat mengajar, maka sedikit pun tidak akan terasa lelah. Namun bila mengajar demi tuntutan hidup, maka guru akan kehilangan daya mawas diri dan cita-citanya, sehingga menjalankan tugas dengan keterpaksaan.” Bila guru selalu mencurahkan kesungguhannya mengajar dengan baik sebagaimana tekadnya di awal, maka sebuah “misi” terhadap pendidikan akan terwujud.
| |||
Artikel Terkait
Satu Misi Satu Hati
03 Februari 2010Sembako Cinta Kasih untuk Warga Bandung
11 Desember 2018Dalam rangka Hari Ulang Tahun (HUT) Kodiklat ke-24 dan Hari Juang Kartika Tahun 2018, Tzu Chi Bandung bersama Komando Pembina Doktrin, Pendidikan dan Latihan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (Kodiklat TNI-AD) mengadakan pembagian sembako bagi warga yang kurang mampu.