Belajar Berempati dan Berinteraksi

Jurnalis : Yuliati, Fotografer : Yuliati

doc tzu chi

Sebanyak 40 anak asuh Tzu Chi komunitas He Qi Pusat bermain games bersama-sama dalam Kamp Anak Asuh yang diadakan selama dua hari pada tanggal 9 – 10 September 2017.

Febby Tjendra melangkah dengan mantap maju ke depan sesaat setelah salah satu relawan, Nelly Kosasih meminta peserta kamp untuk menceritakan pengalaman berempati dalam sharingnya tentang Kepedulian dan Empati Terhadap Sekitar.

“Waktu itu aku dan teman-teman sekolah mengajak anak-anak yang tinggal di kolong jembatan untuk belajar dan bermain bersama. Pulang dari sana kami merasa bahagia,” tutur Febby dalam sharingnya pada 9 September 2017.

Kamp anak asuh tim teratai ini menjadi pengalaman kedua bagi Febby. Meski begitu banyak hal yang menjadi pengetahuan baru yang diperolehnya. “Apapun yang dikasih saya dengerin, misalnya empati. Semua dimulai dari diri sendrii sehingga dunia akan damai,” ucapnya. Ia pun tidak merasa bosan mengikuti kamp yang diadakan selama dua hari (9 - 10 September 2017) ini.

“Kamp seperti ini penting. Di sini dilayani sepenuh hati, mendapatkan hal-hal positif, belajar budaya humanis Tzu Chi, belajar berinteraksi dalam kelompok dengan orang lain,” ujar siswi kelas 12 SMK Fransiskus 2 Kramat Jakarta ini.

doc tzu chi

Febby Tjendra (kiri) memberikan sharing pengalaman praktik empati yang pernah dilakukan dengan didampingi relawan Tzu Chi, Nelly Kosasih.

doc tzu chi

Dalam Kamp Anak Asuh ini juga dihadirkan murid-murid Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng untuk membagikan pengalaman mereka.

Febby pun bersyukur bisa menjadi salah satu bagian dari Tzu Chi yang dibantu pendidikannya di saat orang tuanya dalam kondisi terpuruk. Ibunya meninggalkannya sementara ayahnya sakit akibat kecelakaan. Hal inilah yang memacu semangat gadis 16 tahun ini. Tidak hanya rajin belajar, Febby juga selalu mempraktikkan budaya humanis dan budi pekerti dalam kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan keluarga maupun sekolah. “Budaya humanis Tzu Chi mengajarkan kita beretika yang baik, cara makan, cara berjalan, (dan) cara berpakaian semua saya praktekin,” ucapnya.

Sulung dari tiga bersaudara ini juga aktif dalam kegiatan sosial lainnya. Febby mengajar membaca syair bahasa Mandarin maupun mengajar etika moral kepada anak-anak di komunitasnya. Kegiatan mengajar ini ia lakoni setiap hari Minggu.

Tidak hanya memiliki tanggung jawab sebagai anak pertama, tetapi sebagai “pengajar” hal ini mengingatkan dirinya untuk menjadi teladan dalam keluarga. Terutama bagi adiknya.

“Aku guru (pengajar non formal –red) jadi lakuin apapun harus sadar, dan aku ‘gurunya’ dia (adik) jadi harus lebih baik. Ketika ngingetin adik aku juga mengingatkan diri sendiri,” ungkap Febby.

doc tzu chi

Setiap kelompok drama menerima suvenir dari relawan Tzu Chi sesuai dengan kategori yang dimenangkan.

doc tzu chi

Risna yang menghadiri penutupan Kamp Anak Asuh Tzu Chi merasa terharu dengan sikap bakti kedua putrinya yang menyajikan teh dan kartu ucapan terima kasih sebagai wujud bakti anak kepada orang tua.

Febby bukan hanya memiliki tanggung jawab yang besar, ia juga memiliki harapan besar untuk keluarganya. Pengalaman kurang baik yang dirasakannya di masa lalu ingin dihapusnya. Maka tak heran jika Febby bekerja keras agar kelak bisa mengangkat perekonomian keluarga. “Aku pengen angkat status keluarga, harga diri keluarga,” tukasnya.

Bangga Dengan Mereka

Kamp Anak Asuh Tim Teratai komunitas relawan He Qi Pusat di Aula Jing Si, Tzu Chi Center, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara ini juga menghadirkan orang tua di penghujung acara. Dalam kegiatan ini, anak-anak diajak untuk menunjukkan rasa bakti mereka kepada orang tua dengan menyajikan teh (feng Cha) dan memberikan kartu ucapan yang telah dibuatnya pada saat kamp.

Tidak sedikit orang tua yang terharu dengan tingkah anaknya dalam sesi penyajian teh ini. Salah satunya Risna (41). Risna tak kuasa menahan air mata setelah melihat kedua anaknya yang menyajikan teh untuknya. “Mereka masih ada sayang, (dan) hormat ke orang tua. Saya bisa melihat kilas balik dari kecil ternyata bisa menunjukkan rasa baktinya ke orang tua,” ungkap Risna.

Rasa haru Risna juga dirasakan putri bungsunya, Davinna Franciska ketika mengikuti sesi renungan malam dan membuat kartu ucapan terima kasih ke orang tua. “Kata-kata Shigu (relawan Tzu Chi wanita -red) yang bikin haru. Waktu itu disuruh bayangin Mama sama Papa,” ungkap Risna.

doc tzu chi

Banyak orang tua yang merasa terharu dalam sesi penyajian teh ini. Mereka pun memeluk erat sang buah hati.

Davinna pun mengungkapkan rasa sayangnya ke mama dengan memeluk mama yang duduk di sebelahnya. Berbeda dengan sang adik, Clarencia Angelika mengungkapkan rasa sayangnya melalui kata-kata. “You are best of the best mother in the world ,” ungkap Clarencia diikuti anggukan sang ibu.

Melihat sikap bakti anak-anaknya, Risna pun berpesan agar buah hatinya ini memiliki semangat belajar tinggi, rasa percaya diri, berpikir positif, dan jujur. “Mereka bisa lebih kuat menghadapi kesulitan yang datang, belajar berempati dan berbagi,” ujar ibu lima anak ini. Risna juga menganggap bahwa kegiatan kamp seperti yang diadakan relawan Tzu Chi dari komunitas He Qi Pusat ini memberikan manfaat bagi anak-anaknya. “Mereka lebih perhatian dengan orang lain, ini bagus,” pungkas Risna.

Sikap yang dimiliki anak-anak memberikan kesan tersendiri bagi relawan Tzu Chi yang sejak awal mendampingi mereka. Ketua Tim Teratai, Lie Fu Che yang sejak berdirinya Tim Teratai pada Oktober 2015 melihat banyak perubahan yang terjadi dalam diri anak-anak asuh Tzu Chi ini. “Mereka mulai bisa mengikuti (kegiatan dan budaya humanis) Tzu Chi. Yang paling kami harapkan adalah agar mereka bisa lebih bersyukur,” ungkap Fu Che.

Kamp anak asuh ini menjadi pengingat kembali akan Budaya Humanis Tzu Chi dan pendidikan karakter yang harus dimiliki setiap orang. Maka, dalam kamp yang diikuti sebanyak 40 peserta anak asuh dari kelas 5 SD hingga SMA/SMK ini Fu Che berharap anak-anak memahami tata krama dan memiliki etika yang baik.  “Diharapkan karakternya bisa lebih baik,” ujarnya.

Editor: Hadi Pranoto

. Setiap kelompok drama menerima suvenir dari relawan Tzu Chi sesuai dengan kategori yang dimenangkan.


Artikel Terkait

Belajar Berempati dan Berinteraksi

Belajar Berempati dan Berinteraksi

13 September 2017 Kamp anak asuh tim teratai ini menjadi pengalaman. Meski begitu banyak hal yang menjadi pengetahuan baru yang diperolehnya.

Kamp Anak Asuh Beasiswa Karir (bagian 1)

Kamp Anak Asuh Beasiswa Karir (bagian 1)

04 Maret 2014 Pada tanggal 1-2 Maret 2014, Tzu Chi mengadakan kamp bagi anak asuh yang tergabung dalam program beasiswa karier. kamp ini diadakan agar anak-anak dapat lebih mengenal apa itu Tzu Chi.
Kamp Anak Asuh Beasiswa Karir (bagian 2)

Kamp Anak Asuh Beasiswa Karir (bagian 2)

04 Maret 2014 Pada awalnya diantara mereka ikut karena merasa kegiatan ini adalah kewajiban yang harus mereka ikuti sebagai penerima beasiswa, namun setelah mengikuti kamp mereka mulai mengubah pemikirannya.
Memberikan sumbangsih tanpa mengenal lelah adalah "welas asih".
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -