Belajar Berpengertian, Berlapang Dada, Bersyukur, dan Menghormati

Jurnalis : Rosy Velly Salim (He Qi Pusat) , Fotografer : Rosy Velly S, Eric Velly S, Deddy (He Qi Pusat)

Sejak jam 8 pagi, murid-murid Tzu Shao Ban (setingkat SMP/SMA) mulai berdatangan, mengisi daftar hadir dengan semangat untuk mengikuti pelajaran hari itu.

Belajar sambil bermain, itulah yang dilakukan di awal Kelas Pendidikan Budi Pekerti Tzu Chi. Tujuan pembelajaran pada Minggu tersebut adalah menumbuhkan empati dengan mengajarkan murid-murid Kelas Budi Pekerti Tzu Chi memperlakukan para orang tua sebagaimana mereka memperlakukan orang tua dalam keluarga sendiri. Selain itu, mereka juga diajarkan untuk menyumbangkan waktu dan berinisiatif memberi perhatian kepada orang tua yang membutuhkan. Dalam kegiatan ini, murid-murid dibagi ke dalam beberapa kelompok dan diberikan kartu bergambar situasi berbeda. Mereka diminta untuk mendeskripsikan pemikirannya melalui diskusi, lalu membagikan hasilnya kepada teman-teman lain di kelas.

Pada kelas Qing Zi Ban (setingkat sekolah dasar), diputar kisah inspiratif tentang Wu Jiarong. Saat duduk di kelas 3 SD, Wu Jiarong mengalami luka parah akibat kecelakaan. Meski demikian, Jiarong dan keluarganya memilih untuk memaafkan pengemudi yang menjadi penyebab kecelakaan tersebut. Bahkan, mereka ingin menyampaikan kepada si pengemudi bahwa kondisi Jiarong sudah jauh membaik agar ia tidak khawatir.

Murid-murid Kelas Budi Pekerti Kelas Qing Zi Ban (setara sekolah dasar), bersama 12 orang tua mereka, berbaris rapi sebelum memasuki kelas sebagai bagian dari budaya humanis. Dipandu oleh relawan pendamping, mereka bersiap memasuki Galeri Daai.

Freissy Metta Halim (9) memberanikan diri maju ke depan untuk menjawab pertanyaan dari DAAI Mama (Yenny Loa) tentang pelajaran yang didapat setelah menyaksikan kisah Wu Jiarong.

Sementara itu, pada kelas Tzu Shao (setingkat SMP dan SMA), diputar kisah Gao Wen-bin, seorang pemuda 26 tahun yang kini menjadi kepala kantor cabang Shoufeng di Yayasan Huashan, Hualien. Gao Wen-bin, yang sejak kecil tinggal bersama neneknya, pandai berinteraksi dengan orang-orang tua. Setelah lulus dan menyelesaikan wajib militer, ia bercita-cita bekerja di Taipei. Namun, ia memilih untuk tetap tinggal di Hualien agar dapat merawat neneknya dan membantu lansia yang membutuhkan perhatian. Inspirasi itu muncul karena ia sering melihat banyak Lansia tanpa keluarga untuk merawat mereka.

Murid-murid terlihat antusias mengikuti pelajaran hari itu. Freissy Metta Halim (9) berbagi kesannya, “Senang bisa belajar banyak hal dan punya teman baru. Hari ini, mama juga menemani. Tadi kami menonton kisah Jiarong yang mengalami kecelakaan. Dia harus dioperasi berkali-kali, tapi tetap berusaha terlihat bahagia agar orang tuanya tidak sedih. Menurut saya, Jiarong itu anak yang hebat.” Freissy menambahkan bahwa ia ingin meneladani Jiarong dengan menjadi anak yang berpengertian dan berani. “Kalau saya jatuh saja bisa menangis, apalagi Jiarong. Saya belajar untuk memaafkan kesalahan orang lain dan tidak membuat orang tua khawatir. Misalnya, kalau kakak suka isengin saya dengan mengambil remote TV, saya akan belajar untuk tetap tenang dan bilang baik-baik.”

Freissy juga belajar pentingnya memberi perhatian kepada lansia. “Biar nenek tidak sedih, saya akan memeluk, mengajak ngobrol, dan membantu kalau ada yang perlu didorong di kursi roda,” katanya. Ia juga mengaku bersyukur memiliki teman yang suka membantunya dan ingin membalas kebaikan itu.

Jayden Bennetheo (17) menyampaikan pandangannya dengan penuh percaya diri setelah berdiskusi tentang gambar yang diberikan.

Menuliskan pesan dari kata perenungan yang diajarkan, "Kezia Wang (12) bersama teman-temannya menuliskan pesan, “Kita harus berbakti kepada orang tua, serta memperluas lingkup bakti dengan menghormati orang tua di seluruh dunia.”

Devan Richie (10) mengungkapkan rasa harunya setelah menyaksikan kisah Jiarong. “Kasihan sekali,” katanya. Devan belajar untuk memaafkan, berbuat baik, dan bersikap lapang dada. “Saya mau belajar seperti Jiarong. Saya akan sayang mama, bantu mencuci piring, mendengarkan nasihatnya, dan belajar mengelola emosi. Kalau papi menyuruh saya makan berulang kali, saya akan coba sabar dan menjawab dengan baik-baik dulu.”

Kezia Wang (12), murid kelas Tzu Shao Ban, mendapatkan pesan penting tentang membantu orang tua yang sudah lanjut usia. “Kalau kita melihat lansia yang membutuhkan bantuan, kita harus menolong. Saya jadi ingat nenek saya, yang jarang saya temani. Mulai sekarang, saya akan lebih sering mengunjunginya, menanyakan kabarnya, dan mendengarkan ceritanya,” katanya. Ia juga bertekad untuk menjadi anak yang lebih baik, mendengarkan nasihat mama, membantu pekerjaan rumah, dan menghormati orang yang lebih tua.

Kelas Tzu Shao berlangsung dengan penuh semangat di ruang pertemuan besar, menghadirkan suasana belajar yang menyenangkan dan interaktif.

Bagi Jayden Bennetheo (17), pelajaran yang didapat adalah pentingnya saling membantu dan menghormati sesama. “Kita perlu menunjukkan hal-hal baik, seperti membantu orang yang kakinya keram. Saya rasa bersyukur itu seperti berbicara kepada Tuhan, berdoa agar bisa jadi anak yang baik, diberi rezeki, dan tetap bersyukur,” ungkapnya. Jayden juga belajar untuk menghormati orang lain, termasuk yang berbeda keyakinan, dan mendengarkan dengan serius apa yang disampaikan oleh orang tua, teman, atau guru.

Editor: Hadi Pranoto

Artikel Terkait

Bukan Sekedar Bantuan Materi

Bukan Sekedar Bantuan Materi

12 April 2019

Kelas budi pekerti anak teratai merupakan kelas bimbingan bagi anak-anak penerima bantuan biaya pendidikan Tzu Chi. Tzu Chi dalam memberikan bantuan pendidikan tidak hanya dalam bentuk materi, tetapi juga membimbing agar anak-anak menjadi pribadi yang lebih baik. Sebulan sekali kelas ini diadakan.

Ramah Tamah Imlek

Ramah Tamah Imlek

13 Februari 2020

Minggu, 2 Februari 2020, Kelas Bimbingan Budi Pekerti Tzu Chi Medan melakukan acara Ramah Tamah Imlek dengan serangkaian acara yang sudah disusun sedemikian rupa serta makan Steamboat Bersama di tahun 2020.

Wujud Bakti Kepada Orang Tua

Wujud Bakti Kepada Orang Tua

12 April 2017

Yayasan Buddha Tzu Chi Kantor Penghubung Tanjung Balai Karimun mengadakan kegiatan Kelas Budi Pekerti dengan tema I Love My Family pada Minggu, 9 April 2017 yang diikuti oleh 43 anak-anak, 32 orang relawan dan para orang tua.

Sikap jujur dan berterus terang tidak bisa dijadikan alasan untuk dapat berbicara dan berperilaku seenaknya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -