Belajar dari Gan En Hu
Jurnalis : Iea Hong (He Qi Utara), Fotografer : Iea Hong (He Qi Utara) Para relawan saat mengunjungi rumah Ibu Omi. Ibu Omi divonis menderita kanker oleh dokter, walaupun demikian semangat hidup Ibu Omi sangat luar biasa, ia tetap bekerja mencari nafkah sebagai tukang ojek sampai menjadi kurir. |
| ||
Bantuan berupa perhatian sangat penting untuk mendukung para penerima bantuan beserta keluarganya. Di Indonesia, khususnya di He Qi Utara, kegiatan kunjungan kasih juga dilakukan secara rutin untuk memberikan perhatian dan dukungan semangat bagi keluarga penerima bantuan. Acara ini rutin dilakukan setiap bulan pada hari Minggu pagi di minggu ke-1. Acara ini terbuka untuk umum, baik relawan maupun masyarakat yang ingin berpartisipasi untuk mengunjungi para pasien dan memberikan perhatian pada mereka. Pada bulan Maret ini acara kunjungan kasih ini tepat jatuh pada hari Minggu 6 Maret 2011. Pagi itu cuaca sangat cerah dengan sedikit awan yang menghiasi langit, membuat pemandangan terasa agak berbeda, entah karena suasana hati yang cerah ataukah memang cuaca hari itu yang berbeda, walau perjalanan dari rumah menuju ke Jing Si Books and Cafe Pluit yang cukup jauh (30 menit dengan sepeda motor) tetapi perjalanan terasa menyenangkan dan membahagiakan, mungkin juga ini yang dimaksudkan oleh Master Cheng Yen sebagai Sukacita dalam Dharma. Perasaan sukacita akan bertemu dengan para saudara se-Dharma, kebahagiaan akan melangkah mengikuti jejak langkah Master Cheng Yen di jalan Bodhisatwa, perasaan gembira akan bertemu dengan Gan En Hu, dan berbagai perasaan bercampur jadi satu, membuat hari itu terasa istimewa. Acara kunjungan kali ini diikuti tidak kurang dari 50 relawan yang terdiri dari relawan rompi , relawan abu, relawan biru putih , dan para komite. Kunjungan dibagi menjadi 8 kelompok yang masing-masing kelompok akan mengunjungi beberapa Gan En Hu sekaligus, dan setiap kelompok terdiri dari 4 sampai 8 orang relawan.
Keterangan :
Medhina yang Ceria Gan En Hu yang kami kunjungi kali ini bernama Ibu Omi yang beralamat di Jl Tanah Pasir. Ibu Omi divonis menderita kanker oleh dokter, walaupun demikian semangat hidup Ibu Omi sangat luar biasa, ia tetap bekerja mencari nafkah sebagai tukang ojek sampai menjadi kurir. Ibu Omi memiliki 3 orang anak , putri pertamanya bernama Medhina Ersi menderita kelumpuhan sejak kecil karena terserang oleh penyakit tulang yang langka, sehingga kondisi tulangnya sangat rapuh dari kecil. Sudah berkali-kali tulang kakinya patah, sampai saat ini kondisi kakinya sudah bengkok dan tidak bisa berfungsi sebagaimana mestinya lagi. Sedangkan anaknya yang kedua sudah meninggal karena terkena kanker usus, dan anak yang ketiga saat ini baru berumur 7 tahun yang bernama Mutiara Sandy. Walaupun kehidupan mereka cukup sulit, te tapi semangat keluarga ini tetap kuat dan penuh optimis dalam menjalani kehidupan. Hal ini membuat kami merasa malu, karena masih sering berkeluh-kesah dengan masalah yang sepele.
Keterangan :
Ketika kami mendengar tentang kondisi anaknya yang mengalami cacat dari kecil, akhirnya kami pun ingin bertemu dengannya, ternyata sang anak tinggal bersama pamannya di tempat terpisah, yang jaraknya lumayan jauh dari tempat tinggalnya. Akhirnya kami bersama dengan ibu Omi menuju ke tempat kediaman sang anak. Setelah berjalan cukup jauh akhirnya kami pun bisa bertemu dan memberi sedikit hiburan kepada Medhina, yang terlihat senang melihat kunjungan dari kami. "Dulu dia (Medhina) agak minder dan malu ketemu dengan orang apalagi sampai difoto, tapi sekarang pelan-pelan sudah mulai nggak. Walaupun tidak sekolah tapi saat ini Medhina sudah bisa membaca baik tulisan Indonesia maupun yang tulisan arab, anaknya sangat pintar," kata pamannya memberikan penjelasan sambil menunjukkan sebuah buku kitab kecil (Al Quran) yang biasa dibaca oleh Medhina. Walaupun kondisi kakinya cacat, Medhina menjalani kehidupan dengan cukup optimis. Saat para relawan mengajaknya berbicara dan bercanda tampak jelas kebahagiaan terpancar di mukanya. Wajahnya yang polos dengan sepasang mata berwarna kebiruan tampak terus tersenyum. Setelah waktu menunjukkan hampir tengah hari, kami pun harus mengakhiri kunjungan ini dan berpamitan. Rasa puas setelah memberikan sedikit senyuman bagi keluarga ini pun terus menghiasi wajah para relawan, walaupun berjalan di bawah terik matahari yang cukup panas tapi hati kami terasa sejuk dan bahagia. | |||
Artikel Terkait
SMAT di Taman Matahari
24 Juni 2015 “Kagum dengan ketulusan Tzu Chi yang tanpa membeda-bedakan agama, suku, dan hal lain dalam memberikan bantuannya. Saya dan teman-teman mendukung untuk ngumpulin uang di celengan bambu,” paparnya sambil memegang erat celengan bambu yang diterimanya.Bahu Membahu di Misi Kesehatan Tzu Chi
21 November 2018Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-136: Relawan Komunitas Tzu Chi Bersatu Hati Menyukseskan Baksos Kesehatan
13 Februari 2023Relawan komunitas Tzu Chi bergotong royong dalam membantu terlaksananya baksos kesehatan Tzu Chi ke-136 di RS. Metro Hospital Kota Tangerang. Pada baksos kesehatan ini melibatkan seluruh relawan komunitas se-Jabodetabek.