Belajar dari Indonesia

Jurnalis : Sutar Soemithra, Fotografer : Sutar Soemithra
 
foto

Liu Chi-yu, ketua Tzu Chi Singapura diapit oleh pimpinan Tzu Chi Indonesia, mengunjungi Indonesia untuk belajar. Menurut Chi-yu, Tzu Chi Indonesia belakangan ini berkembang pesat.

Makin banyak dan beragamnya aktivitas Tzu Chi Indonesia terutama belakangan ini ternyata diperhatikan oleh insan Tzu Chi di seluruh dunia. Salah satunya adalah insan Tzu Chi Singapura. Liu Chi-yu, Ketua Tzu Chi Singapura menyatakan, jika dibandingkan beberapa tahun lalu, Tzu Chi Indonesia belakangan ini berkembang sangat pesat. Maka, mereka pun tanpa segan belajar dari Tzu Chi Indonesia.

Melihat Perubahan Positif
Sebanyak 31 relawan Tzu Chi Singapura yang dipimpin langsung oleh Liu Chi-yu mengunjungi Tzu Chi Indonesia pada tanggal 24-26 Oktober 2008. Rombongan tersebut terdiri dari para pengusaha, serta dokter yang tergabung dalam Tzu Chi International Medical Association (TIMA) Singapura. “Kami datang ke sini untuk belajar apa yang bisa kami pelajari dari Indonesia,” aku Liu Chi-yu.

Setiba di Indonesia pada Jumat pagi, 24 Oktober, dari Bandara Soekarno-Hatta mereka langsung menuju Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng, Jakarta Barat. Setiba di sana, mereka istirahat sebentar untuk perjamuan selamat datang. Setelah itu mereka langsung menjelajahi lantai demi lantai Rumah Sakit Khusus Bedah (RSKB) Cinta Kasih sambil dipandu oleh seorang dokter dari RSKB. Mereka sangat aktif mencatat hampir semua yang dijelaskan kepada mereka dan sangat antusias juga melemparkan pertanyaan. Sekolah Cinta Kasih kemudian menjadi lokasi kunjungan berikutnya sebelum akhirnya mengelilingi Perumahan Cinta Kasih.

Kunjungan mereka untuk belajar dari Tzu Chi Indonesia semakin lengkap karena murid-murid Sekolah Cinta Kasih mementaskan kembali operet “Dari Rusun Cinta Kasih untuk Indonesia” yang pernah mereka pentaskan pada perayaan ulang tahun Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng dan Muara Angke akhir Agustus 2008 lalu. Dengan melihat operet makin tergambar jelas perubahan positif penghuni Perumahan Cinta Kasih, terutama anak-anak.

foto  foto

Ket : - Liu Chi-yu secara jujur mengakui bahwa Tzu Chi Singapura harus belajar dari Tzu Chi Indonesia yang bisa
           berkembang pesat padahal harus mengatasi perbedaan agama, ras, dan bahasa. (kiri)
         - Para relawan Tzu Chi Singapura mengamati siswa Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi yang sedang belajar.
           Mereka mengagumi lengkapnya hardware yang dibangun oleh Tzu Chi Indonesia sehingga misi Tzu Chi
           dapat berjalan lancar. (kanan)

Hardware Mudah, Software Sulit
Liu Chi-yu telah beberapa kali datang ke Indonesia sehingga bisa membandingkan keadaan Tzu Chi Singapura dan Tzu Chi Indonesia. Bahkan sejak 7 tahun lalu Tzu Chi Singapura telah beberapa kali bekerja sama dengan Indonesia mengadakan baksos kesehatan di Batam dan Pekanbaru. Menurut Liu Chi-yu, perkembangan Tzu Chi di Singapura tidak secepat di Indonesia. Menurutnya, di Indonesia telah banyak dibangun hardware seperti rumah sakit dan sekolah serta beberapa proyek masa depan. Tapi bukan itu yang membuat mereka tertarik. “Saya rasa (membangun) hardware itu mudah, tapi (membangun) software yang tidak mudah,” ungkap Liu Chi-yu.

Liu Chi-yu salut karena Tzu Chi yang notabene merupakan yayasan Buddha bisa berkembang dengan baik mengingat bahwa di Indonesia mayoritas penduduknya beragama Islam. Banyak orang non-Buddha yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan Tzu Chi. Selain itu Indonesia juga terdiri dari berbagai ras dan memiliki budaya dan bahasa yang berbeda-beda, namun mau berpartipasi dalam kegiatan Tzu Chi yang relawannya mayoritas merupakan keturunan Tionghoa. “Kami ingin tahu sebagai warga keturunan Tionghoa bagaimana bisa berinteraksi dengan baik dengan mereka. Itu bukanlah hal mudah apalagi (Indonesia) juga memiliki bahasa yang berbeda-beda,” ucapnya jujur.

foto  foto

Ket : - Relawan Tzu Chi Singapura dengan penuh perhatian sambil tidak lepas mencatat, mendengarkan Suriadi
           yang menjelaskan tentang keadaan Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi. (kiri)
         - Kunjungan relawan Tzu Chi Singapura semakin lengkap karena anak-anak Sekolah Cinta Kasih
           mementaskan kembali operet "Dari Rusun Cinta Kasih untuk Indonesia" yang semakin memperlihatkan
           perubahan positif yang dialami warga Perumahan Cinta Kasih. (kanan)

Di mata Liu Chi-yu, Tzu Chi Indonesia bisa melakukan itu karena dipimpin oleh sosok yang bisa menjadi contoh bagi banyak orang untuk bergabung dalam Tzu Chi. “Orang yang memimpin (Tzu Chi) di sini terutama Liu Su-mei dan Sugianto Kusuma adalah contoh sederhana bagi semua orang untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan Tzu Chi dan bergabung dalam Tzu Chi,” kata Liu Chi-yu, “Kami belajar banyak dari Indonesia.”

 

Artikel Terkait

Waisak 2019: Menghormati Buddha dengan Hati Yang Tulus Melalui Perayaan Waisak

Waisak 2019: Menghormati Buddha dengan Hati Yang Tulus Melalui Perayaan Waisak

20 Mei 2019
Perayaan Waisak di Tzu Chi Tebing Tinggi dihadiri sekitar 95 relawan yang berasal dari beberapa daerah dan komunitas seperti Medan, Kisaran, Pematang Siantar dan juga relawan Komunitas Laut Tador. Sebanyak 335 tamu undangan juga hadir, yang berasal dari beberapa organisasi keagamaan dan kemasyarakatan, tokoh masyarakat dan masyarakat umum.
Menjadi Langkah Pertama

Menjadi Langkah Pertama

22 Januari 2016

Pada Tanggal 11 Januari 2016, relawan Tzu Chi Pekanbaru mengadakan Sosialisasi Misi Amal Tzu Chi (SMAT). Kegiatan ini diadakan di sebuah perusahaan bernama Sejahtera General Houseware dan diikuti oleh 39 orang karyawannya.

Agatta Kini Jadi Relawan Tzu Chi

Agatta Kini Jadi Relawan Tzu Chi

06 April 2022

Keinginan Agatta untuk menjadi relawan Tzu Chi akhirnya terlaksana pada Minggu 3 April 2022. Kegiatan pertama yang ia ikuti adalah Gathering Penerima Bantuan Tzu Chi di Komunitas He Qi Timur yang dilaksanakan di Depo Pelestarian Lingkungan Tzu Chi di Pegangsaan Dua, Kelapa Gading.

Orang bijak dapat menempatkan dirinya sesuai dengan kondisi yang diperlukan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -