Belajar dari Keteladanan Seorang Guru
Jurnalis : Erli Tan, Joe Suati (He Qi Utara), Fotografer : Aris Widjaja, Joe Suati (He Qi Utara)
Sebanyak 128 relawan abu putih dengan sepenuh hati mengikuti pelatihan
relawan yang diselenggarakan oleh komunitas He Qi Utara.
Pagi itu sangat cerah, Minggu 4 Mei 2014, komunitas Tzu Chi He Qi Utara mengadakan Pelatihan Relawan Abu Putih di Aula Jing Si. Sebanyak 128 relawan abu putih terlihat berbaris rapi dan bersemangat saat melangkah memasuki Fu Hui Ting untuk mengikuti pelatihan yang kedua di tahun ini. Karim Shixiong sebagai pembawa acara membuka pelatihan dengan penghormatan kepada Master Cheng Yen, bersama-sama menyanyikan Mars Tzu Chi dan membaca Sepuluh Sila Tzu Chi sebagai pegangan untuk relawan yang sudah bergabung. Materi pertama dibawakan oleh Anie Shijie, yaitu mengenai tata cara dan makna dari pradaksina (meditasi berjalan), kemudian peserta mempraktekkannya.
Bertepatan dengan ulang tahun Master Cheng Yen (4 Mei 1937, penanggalan lunar tanggal 24 bulan 3), Henry Tando Shixiong bercerita tentang kisah kehidupan Master Cheng Yen, mahaguru dan pembimbing insan Tzu Chi. Master Cheng Yen saat usianya masih balita diangkat menjadi anak angkat pamannya. Beliau adalah anak yang sangat baik dan berbakti. Demi kesembuhan ibunda dari sakit akut lambung, Master Cheng Yen berikrar bahwa ia rela dikurangi umurnya sebanyak 12 tahun dan berjanji untuk menjalani hidup vegetaris bila ibunya sembuh. Tahun 1952 saat berusia 15 tahun, ibunya sembuh tanpa operasi, sejak itu Master mulai bervegetaris. Tahun 1960 saat berusia 23 tahun, akibat ayahnya yang mendadak meninggal, Master mendapat pukulan batin yang besar. Hal ini membuatnya merenung secara mendalam mengenai anicca (ketidakkekalan) dan tujuan hidup manusia.
Para peserta mempraktikkan pradaksina (meditasi berjalan)
Henry Tando Shixiong menceritakan kisah kehidupan Master Cheng Yen yang sebagian dikutip dari buku “Teladan Cinta Kasih”.
Keteladanan Master Cheng Yen
Keteladanan
Master Cheng Yen secara lebih mendalam dibawakan oleh Hok Lay Shixiong. “Sebagai insan Tzu Chi, kita
tentunya harus kenal siapa guru kita, kita harus tahu apa yang dilakukan Master
Cheng Yen,” ujar Hok Lay kepada peserta pelatihan. Kita sebagai murid sudah
semestinya mengikuti jejak langkah guru kita, melakukan segala sesuatu dengan
sepenuh hati dan berkesadaran. Keteladanan Master Cheng Yen telah membawa
inspirasi bagi murid-muridnya. Hok Lay Shixiong
menuturkan empat poin, yaitu Kè jǐ (mengendalikan diri), Kè nán (mengatasi kesulitan), Kè qín (giat), dan Kè jiǎn (hemat). Semua ini telah dijalani oleh Master Cheng Yen bersama dengan
para shifu (biksuni, murid Master
Cheng Yen yang tinggal di Griya Jing Si Hualien, Taiwan).
Kè jǐ fù lǐ artinya, mengendalikan diri dan mengembalikan nilai luhur kesopanan. Mengendalikan diri dengan cara menahan nafsu keinginan, tidak boros, menghargai sumber daya, menghargai berkah. Kè nán (mengatasi kesulitan), Master mengatasi kesulitan dana saat membangun Griya Jing Si di Hualien dengan cara memproduksi 30 jenis barang untuk dijual. Hasil penjualan digunakan untuk membayar pinjaman. Saat itu, setiap tanggal 24 Master mengadakan acara pembacaan paritta dan mengundang warga sekitar. Orang-orang yang datang itu ada yang menjadi donatur, ada juga yang menjadi penerima bantuan (gan en hu). Dari awal Master sudah memisahkan dana yang diperoleh dari donatur, dengan dana yang diperoleh dari keuntungan penjualan produk. Dana dari donatur pasti diperuntukkan bagi orang yang membutuhkan. Demi membayar hutang, Master dan para shifu harus bekerja 16 jam sehari.
“Sebagai insan Tzu Chi, kita tentunya harus kenal siapa guru kita, kita harus tahu apa yang dilakukan Master Cheng Yen,” ujar Hok Lay Shixiong membawakan topik Keteladanan Master.
Tim Isyarat Tangan memeragakan shouyu dengan judul “Cheng Xin Zhai Jie” mengajak setiap orang untuk hidup vegetaris.
Kè qín (giat), kita harus berjuang setiap saat, karena waktu tidak akan menunggu kita. Giat adalah selalu memecut diri sendiri untuk lebih maju lagi, dan bersedia mengemban tanggung jawab. Kè jiǎn (hemat), adalah hidup sederhana, cukup dan tidak berlebihan, hidup selaras dengan alam, hemat dan menghargai sumber daya. Shifu di Hualien membuat produk sabun dari bahan alami sisa dari bahan yang tidak terpakai. Mereka sangat menghargai sumber daya, sehingga bahan tersebut tidak dibuang, tapi diberdayakan menjadi produk baru.
Master Cheng Yen dan para shifu setiap hari mulai jam 3.40 sudah bangun dan beraktivitas hingga jam 21.00 malam. Master mengatakan, waktu berlalu dengan cepat, kita tidak boleh lengah, harus menggenggam saat ini. “Saya ikut pulang ke Taiwan dalam rangka laporan tahunan, seharian saya melihat Master duduknya tegak seperti lonceng. Siapapun yang sedang sharing, Master akan mencatat dan merangkum. Semangat dan tekad Master begitu tinggi padahal sudah berusia di atas 70. Saat kami istirahat (sesi break), Master tetap bekerja. Saat istirahatnya dipergunakan untuk menemui tamu-tamu dari luar. Saya melihat Master melakukan apa yang dikatakan dan mengatakan apa yang dilakukannya,” ungkap Hok Lay Shixiong dengan perasaan kagum.
Artikel Terkait
Misi belum Selesai
08 September 2015Membangun ikrar itu mudah, namun sulit untuk mempertahankannya. Untuk terus menjaga niat di hati, Minggu, 6 September 2015 sebanyak 111 relawan dari komunitas He Qi Utara mengikuti Training Abu Putih ke-4.
Persiapan Menjadi Relawan Sejati
22 Maret 2017Pada Minggu, 19 Maret 2017, para relawan seragam abu putih Tzu Chi komunitas He Qi Barat mendaftarkan diri untuk mengikuti pelatihan Abu Putih ke-2 di aula C, TK Cinta Kasih Tzu Chi, Cengkareng.