Belajar dari Semangat Albert

Jurnalis : Metta Wulandari, Fotografer : Markus Kusumaputra (He Qi Barat)

Albert Stepensius (tengah) bersama ibunya, Susana Untung (kiri) dan relawan Tzu Chi berbagi kisah tentang penyakit yang ia derita dan semangatnya untuk terus ikut belajar di kelas budi pekerti. Kisahnya itu ia tuturkan  dalam Kamp Kelas Budi Pekerti Er Tong Ban, 2 Oktober 2016 lalu.

Suasana sepi melingkupi rumah Susana Untung di daerah Bekasi, Jawa Barat. Hanya ada dia dan Albert Stephensius, anak bungsunya di sana. Suami dan anak sulungnya sedang keluar mengurus keperluan lain. “Kalau saya selalu di rumah, nemenin Albert,” ucap Susana. Dia memang tidak bisa dan tidak mau meninggalkan Albert seorang diri, bukan karena Albert yang manja tapi karena kasih sayang ibunya yang terlampau besar untuknya.

Albert (12), seorang anak yang tengah beranjak remaja itu divonis menderita talasemia A minor oleh dokter. Penyakit kelainan darah tersebut membuat ibunya semakin menyayangi Albert, di sisi lain juga membuatnya mudah khawatir. “Apa yang dimakan Albert, semuanya saya yang kontrol. Obat-obatan, semua saya pelajari, terlebih lagi soal penyakitnya. Saya sampai ikut grup tentang talasemi di Whatsapp dan Facebook. Saya belajar semuanya,” jelas Susan protektif.

Selain bersama ibunya, Albert jarang bermain di luar. Ia juga tidak punya banyak teman seperti anak-anak seusianya karena kondisinya kesehatannya yang mudah menurun. Sekolah umum juga sudah tidak berlaku untuk Albert. Susan memutuskan untuk memberhentikan Albert di kelas 4 sekolah dasar (SD) dan melanjutkan dengan home schooling. Ada rasa iba di hati Susan karena melihat anaknya tidak bisa banyak bersosialisasi seperti anak lainnya, namun apa mau dikata.

Mengenal Kelas Budi Pekerti

Saat menemani putra bungsunya itu, Susan melihat satu liputan tentang kelas budi pekerti yang ditayangkan di DAAI TV Indonesia. Liputan itu menarik perhatiannya karena kelas yang ditayangkan mengajarkan apa yang tidak diajarkan di sekolah formal. “Ada pelajaran budi pekerti, hormat kepada orang tua, dan nilai-nilai kebaikan lainnya. Saya langsung cari dan memutuskan kalau anak saya harus ikut kelas itu,” tutur Susan.

Kelas 1 SD, Albert sudah masuk di kelas budi pekerti di He Qi Timur. Saat itu ia masih aktif masuk kelas karena penyakitnya belum terlalu mengganggu seperti sekarang. Sayangnya, kondisi Albert yang belakangan semakin kurang stabil membuatnya jarang bisa mengikuti kelas bulanan tersebut. Padahal ia selalu menanti kelas. “Di sana saya bisa bertemu dan main dengan teman-teman. Pelajarannya seru dan saya paling suka kelas memasak vegetaris,” tuturnya dengan wajah tersipu malu.

Susan pun merasa jatuh hati dengan kelas yang diikuti putranya karena Albert bisa tumbuh penuh kasih sayang dan semangat seperti anak lainnya. “Albert sampai saat ini bisa menjadi anak penurut, ia bersosialisasi dengan teman-temannya, bisa menghormati orang lain, juga menyayangi orang tuanya,” jelas Susan. Walaupun dalam kondisi kesehatan yang tidak stabil, Albert tidak pernah ingin menyusahkan orang di sekelilingnya. Ia tetap mencoba menebarkan keceriaan dan tetap semangat.

Di Kamp Kelas Budi Pekerti Er Tong Ban, Albert ikut dalam drama 10 Budi Luhur dan menjadi seorang penyanyi. Perannya yang krusial sempat membuat sang ibu khawatir, namun Albert membuktikan dapat melewati pementasan dengan semangat, keceriaan, dan sukacita.

Selama merawat Albert, Susan kini sama sekali tidak merasa kesulitan karena anaknya selalu mengikuti anjuran dokter dan orang tuanya. “Dia ke dokter selalu nurut, mau disuntik, mau makan makanan yang menurut saya nggak enak, dan tidak merepotkan saya,” tambah Susan. Susan malah merasa terharu karena bukan hanya Albert yang memberikannya kekuatan tapi juga relawan Tzu Chi yang memberikan dukungan terhadapnya. “Saya terharu karena orang lain bisa perhatian sekali sama anak saya padahal kami baru kenal. Shigu-shigunya sangat memperhatikan Albert,” tutur Susan yang kini memberikan ruang berkreasi lebih luas bagi Albert.

Di Kamp Kelas Budi Pekerti Er Tong Ban, Albert ikut dalam drama 10 Budi Luhur dan menjadi seorang penyanyi. Perannya yang krusial sempat membuat sang ibu khawatir, namun Albert membuktikan dapat melewati pementasan dengan semangat, keceriaan, dan sukacita. “Yang paling saya ingat soal Albert itu adalah semangatnya,” kata Angela, DAAI Mama (relawan pendamping pendidikan). “Tidak banyak anak yang sakit tapi tetap bisa menunjukkan semangat untuk belajar dan sembuh. Kita yang sehat harus banyak belajar dan bersyukur,” imbuhnya mantap.


Artikel Terkait

Belajar dari Semangat Albert

Belajar dari Semangat Albert

04 November 2016 Divonis dengan talasemia tidak membuat Albert, seorang anak yang tengah beranjak remaja itu menjadi putus asa. Ia malah mencoba menjadi seseorang yang penuh semangat untuk menguatkan orang-orang di sekelilingnya.
Menghadapi kata-kata buruk yang ditujukan pada diri kita, juga merupakan pelatihan diri.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -