Belajar dari Semangat Garsel
Jurnalis : Sugiharto Widjaja (He Qi Utara 1), Fotografer : Sugiharto Widjaja, Wijaya Leomanto (He Qi Utara 1)Relawan Tzu Chi menjelaskan tentang berbagai poster di Exhibition Hall, Tzu Chi Center, PIK, Jakarta Utara kepada 36 orang dari Balai Besar Rehabilitasi Vokasional Bina Daksa Cibinong.
Rabu, 13 April 2016, pukul 08.50 WIB, ditemani oleh 9 pendamping, 36 orang berketerbatasan fisik (berkursi roda, bertongkat, berkaki palsu, sulit penglihatan, tunarungu, dan tunawicara) dari Balai Besar Rehabilitasi Vokasional Bina Daksa Cibinong mengunjungi Aula Jing Si, Tzu Chi Center, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. BBRVBD Cibinong ini berada di bawah naungan Kementerian Sosial Republik Indonesia.
Saya awalnya hanya tahu akan membawa tur untuk 45 orang dan tidak tahu mereka dari mana. Ketika menyambut mereka, saya sempat terkejut dalam hati, ternyata rombongan yang datang adalah mereka yang mempunyai kekurangan fisik, dari yang pakai kursi roda, pakai tongkat penyangga dan ada yang tidak mempunyai tangan. Mereka ditemani oleh 9 pendamping. Tapi keterkejutan segera hilang menjadi bahagia dan rasa haru ketika melihat semangat dan antusias mereka yang sangat ingin berkunjung ke rumah kita: Aula Jing Si. Walau harus menempuh 3 jam perjalanan untuk tiba di sini, tidak tampak kelelahan dari wajah mereka.
Acara perkenalan Tzu Chi yang dibawakan oleh rekan dari DAAI TV Indonesia di ruang Galeri DAAI berjalan lancar dan meriah karena semangat dari rombongan ini yang mau menyimak dengan baik walaupun memakan waktu lebih kurang 1,5 jam. Selesai melihat PPT tentang sejarah Tzu Chi dan Master Cheng Yen, rombongan diarahkan untuk mengikuti tur Aula Jing Si yang dibagi menjadi 2 grup. Grup pertama terdiri dari 23 orang dan dipandu oleh 4 relawan Tzu Chi. Kemudian grup kedua terdiri dari 22 orang dan dipandu oleh 4 relawan juga, termasuk saya.
Garsel, walau memiliki keterbatasan fisik, namun semangat menjalani hidupnya sangat tinggi. Terlebih setelah ia mulai mendengarkan dan membaca Kata Perenungan Master Cheng Yen di DAAI TV Indonesia.
Saat membawa tur, ada satu dari mereka yang menghampiri saya, namanya Garsel. Umurnya sekitar 30 tahun. Ia memakai jilbab, kaki dan tangannya (maaf) agak cacat. Garsel bertanya, “Maaf Shixiong, kalau boleh tahu untuk mendapat buku Kata-kata Perenungan Master Cheng Yen itu gimana yah? Soalnya saya sangat menyukainya.” Saya belum sempat menjawab, Garsel melanjutkan lagi dengan berkata, “Saya ini fans beratnya Master Cheng Yen!” Lalu saya menjawab, “Buku perenungan Master Cheng Yen ada dan dijual di Jing Si Book & Cafe, tapi kita biasanya juga memberikan suvenir buku kecil Kata Perenungan Master Cheng Yen untuk tamu yang berkunjung di sini, seperti rombongan ini.” Mendengar jawaban saya, Garsel sangat senang, terlihat dari raut wajahnya.
Lalu Garsel cerita lagi, dia mengenal Master Cheng Yen dari DAAI TV, dan dia juga menghafal beberapa Kata Perenungan dari Master Cheng Yen yang dia catat sewaktu menonton DAAI TV. Dia sempat menyebutkan beberapa di antaranya, yaitu, "Marah itu berarti menghukum diri kita sendiri karena kesalahan orang lain", dan "Di mana kita tinggal dan hidup, kita harus bersumbangsih terhadap masyarakat dan lingkungan setempat“.
Sugiharto Widjaja (biru putih) tengah mendorong kursi salah satu tamu yang memiliki keterbatasan fisik.
Buat orang yang baru pertama kali berkunjung ke Aula Jing Si, Garsel sangat luar biasa. Selain menghafal Kata Perenungan Master Cheng Yen, dia juga tahu beberapa Sila Tzu Chi dan program acara di DAAI TV. Lalu dia juga bilang, bila melihat Master Cheng Yen di TV dia selalu teringat dengan almarhumah ibunya yang sering memberi nasihat kepadanya. Ada kemiripan antara nasihat ibunya dengan Kata-kata Perenungan Master Cheng Yen. Sejak mengalami keterbatasan fisik ini, dia sempat putus asa dalam hidupnya, tapi setelah melihat tayangan-tayangan di DAAI TV Indonesia dan meresapi Kata-kata Perenungan Master, dia kembali bersemangat untuk menjalani hidup. Kata Perenungan yang kala itu membangkitkan semangat hidupnya dalam menghadapi keterbatasan fisiknya adalah: "Jangan meremehkan diri sendiri, karena setiap orang mempunyai potensi tak terhingga.” Saat Garsel melihat Kata Perenungan tersebut di DAAI TV, ia merasa itu adalah pesan khusus dari Master Cheng Yen kepadanya, ketika dirinya hampir menyerah.
Sejak saat itu pula ia menjadi pemirsa setia DAAI TV Indonesia. Dan yang paling disukainya adalah menunggu munculnya Kata Perenungan Master Cheng Yen di sela-sela program acara, dan kata perenungan itu selalu dicatat olehnya.
Setelah berbincang cukup panjang dengan saya, Garsel juga berjanji mau menjadi relawan tahun depan karena tahun ini masih ada program pelatihan yang harus ia ikuti di Kementerian Sosial. Saya juga memberikan gambaran padanya mengenai relawan komunitas. Saya juga bilang jika dia sudah siap jadi relawan tahun depan maka dia boleh menghubungi saya, dan nanti saya yang akan menyampaikan kepada relawan komunitas daerah tempat tinggalnya di Bogor, Jawa Barat. Mendengar itu Garsel langsung menyambung, “Pasti Shixiong, saya mau jadi relawan juga biar bisa bersumbangsih kepada orang lain seperti yang diajarkan Master Cheng Yen kepada Shixiong dan Shijie di sini.”
Rekan-rekan dari DAAI TV Indonesia memperkenalkan Tzu Chi kepada rombongan.
Selesai tur, mereka berbaris masuk kembali ke ruangan untuk ikut shouyu (isyarat tangan) Satu Keluarga. Karena grup pertama lebih dulu tiba, mereka lebih dulu mempelajarinya. Kami, grup kedua, saat makin dekat dengan ruangan itu, sudah terdengar lagu Satu Keluarga. Garsel berseru girang kepada saya, “Ini lagu Satu Keluarga, lagu favorit saya!” Dengan langkah yang kurang sempurna dia melangkahkan kakinya makin cepat untuk buru-buru sampai ke ruangan itu. Saya sempat menasihati untuk tidak tergesa-gesa, karena nanti pasti akan mendapat giliran juga.
Akhirnya, selesai dengan shouyu lagu Satu Keluarga, mereka diantar kembali ke bus disertai pembagian buku Kata Perenungan Master Cheng Yen. Menerima itu, Garsel langsung memeluk buku kata perenungan yang kecil itu. Terlihat sangat bahagia sekali.
Dari kisah Garsel, saya merasa mendapat pembelajaran hidup, cerita-ceritanya luar biasa. Semangat dan kesungguhan hatinya patut dicontoh. Walau memiliki kekurangan fisik, tetapi semangat mereka luar biasa. Kegiatan ini sangat menginspirasi saya. Seseorang yang mempunyai kekurangan, tapi bertekad menjadi relawan dan ingin bersumbangsih kepada orang lain. Setiap orang mempunyai cinta kasih dan hati yang baik. Kekurangan dalam diri tiap orang pasti ada, tapi di dalamnya juga terdapat potensi tak terhingga. Ini memberi tambahan semangat buat saya, harus lebih semangat lagi dalam kegiatan Tzu Chi, untuk terus bersumbangsih di tengah masyarakat.