Belajar dari Semangat Hidup Ramlan
Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Anand Yahya, Hadi PranotoTerinspirasi dengan semangat hidup Ramlan, Senin, 2 November 2009, 4 relawan Tzu Chi mengunjungi Ramlan di rumahnya di Purwakarta, Jawa Barat. Ramlan adalah salah satu korban gempa di Padang yang terpaksa harus memotong kakinya sendiri yang terhimpit reruntuhan bangunan. |
| |
Keberadaan Ramlan di ruang rawat rumah sakit itu cukup membuat para wartawan, dokter, perawat, dan juga relawan Tzu Chi yang tengah bertugas membantu korban gempa menaruh simpati. Karena kagum dan bersimpati atas keteguhan, keberanian, dan semangat hidup itulah yang akhirnya membawa empat relawan Tzu Chi, Tim Media Cetak, dan DAAI TV mengunjungi Ramlan di rumahnya, Desa Gahindra, Kecamatan Pondok Salam, Purwakarta, Jawa Barat. Ingin Belajar dari Ramlan Menurut Momo, kedatangan mereka ke rumah Ramlan adalah untuk memberi perhatian dan memastikan ia telah mendapatkan pengobatan yang semestinya. “Kami juga ingin belajar semangat hidup dari Ramlan,” tambahnya. “Selain bantuan pengobatan, bantuan apa lagi yang sudah kamu terima?” tanya relawan lainnya. “Rencananya Ramlan akan memperoleh bantuan kaki palsu dari Yayasan Merah Putih,” jawab Sikar. “Oh syukur kalau begitu. Begitu banyak ya perhatian yang diberikan kepada Ramlan,” ucap Momo senang. “Iya, saya senang banyak yang ngunjungin Ramlan, padahal mereka sebelumnya nggak kenal sama Ramlan. Seperti Bapak dan Ibu-ibu ini (relawan Tzu Chi-red),” sahut Sikar haru.
Ket: - Dedi dan Sikar, kedua orangtua Ramlan dan saudara-saudaranya selalu memperhatikan dan merawat Ramlan dengan penuh kasih sayang. Walau tertimpa musibah, keceriaan tetap terlihat di keluarga ini.(kiri) Firasat yang Kurang Baik Bersama dengan 15 teman sekampungnya, Ramlan pun berangkat ke Jakarta, sebelum kemudian melanjutkan perjalanan dengan bus ke Padang. “Dari Jakarta kita pakai ongkos sendiri. Ke Padangnya baru ditanggung perusahaan,” terang Ramlan. Di Padang itu, perusahaan konstruksi yang memperkerjakan Ramlan berencana merenovasi gedung Telkom yang berada di Jalan Khatib Sulaeman. Dari pekerjaan ini, Ramlan mengaku dalam sebulan bisa mengantungi uang sebesar Rp 1 juta. “Untuk makan dan penginapan ditanggung perusahaan,” jawabnya sembari memijat-mijat bagian kaki yang terbalut perban. Ketika ditanyakan mengapa tak mencari pekerjaan di Purwakarta saja, Sikar dan Dedi (ayah Ramlan –red) lantas menjawab, “kalau di sini (Purwakarta) susah nyari kerjaan. Kalo di Padang kan dah ada yang bawa.” Belum genap sebulan Ramlan bekerja di sana, terjadilah musibah. Padang dan Pariaman diguncang gempa berkekuatan 7,6 skala Richter yang banyak menelan korban jiwa dan menghancurkan gedung-gedung bertingkat, termasuk di tempat Ramlan bekerja. Hari itu, Rabu, 30 September 2009, pukul 17.16 WIB, Ramlan sedang bekerja di lantai 6 gedung Telkom Padang. Guncangan pertama membuat orang-orang di lantai dasar panik dan berhamburan keluar. Selang beberapa detik, guncangan terasa lebih keras seperti mengaduk-ngaduk isi bumi. Guncangan yang terjadi terasa ke segala arah. Posisi Ramlan dan sejumlah temannya yang berada di lantai enam tidak lebih baik dari orang-orang di lantai bawah. Karena saat tengah berusaha menyelamatkan diri, reruntuhan tembok telah terlebih dahulu menimpa kaki kanannya.
Ket: - Herman, rekan Ramlan tengah menceritakan kejadian yang menimpa Ramlan kepada relawan Tzu Chi yang sedang berkunjung di RS Yos Sudarso Padang, Sumatera Barat pada tanggal 7 Oktober 2009 lalu. (kiri) Ingin Bertemu dengan Orangtua Atas permintaan Ramlan yang tak wajar itu, Herman akhirnya menuntaskan pekerjaan Ramlan untuk mengeksekusi kaki sahabatnya itu. “Kalau nggak cepat (dipotong), Ramlan bisa kehabisan darah dan nyawanya terancam,” kata Herman kepada salah satu media yang mewancarainya di Padang. Sesudah berhasil menggergaji kaki temannya, Herman menggendong Ramlan turun dan membawanya ke Rumah Sakit Selasih yang berjarak sekitar 500 meter dari gedung Telkom. Di sana, Ramlan tidak langsung mendapat perawatan karena kondisi rumah sakit rusak parah. Dalam kondisi darurat, luka Ramlan lantas mendapatkan perawatan pertama dari dokter setempat. Lukanya dibalut agar tidak infeksi. Dengan susah payah, akhirnya Ramlan dibawa ke RS Yos Sudarso untuk mendapatkan perawatan yang lebih layak. Di rumah sakit ini, Ramlam sempat bertemu dengan tim medis dan para relawan Tzu Chi yang tengah bertugas membantu menangani pasien. “Di antara pasien korban gempa lainnya, cuma Ramlan yang saya lihat tidak menampakkan kesedihan. Semangat hidupnya sangat hebat,” puji Momo.
Ket: - Agar Ramlan tetap bersemangat dan lebih mengenal Tzu Chi, relawan lantas memberikan buletin Tzu Chi kepadanya. (kiri) Ingin Membuka Usaha Sendiri Ramlan sadar, dengan kekurangan fisiknya yang sekarang, ia akan kesulitan jika harus bekerja seperti dulu. Meski dijanjikan akan mendapatkan kaki palsu, tapi sangat sulit bagi Ramlan jika harus bekerja keras dengan mengandalkan kekuatan fisik. “Rencananya sih pengin buka usaha sendiri. Buka usaha tambal ban dan bengkel kecil-kecilan,” kata Ramlan. Ia berencana menjalankan usahanya ini bersama kakak dan ayahnya. “Sama jual pulsa dan bensin mungkin kalau modalnya ada,” kata Sikar menimpali. Ramlan memang telah kehilangan salah satu anggota tubuhnya (kaki), yang membuat kehidupannya tak lagi sama seperti dulu, tapi Ramlan tak pernah kehilangan semangat untuk terus hidup, bekerja, berkarya, dan tidak menjadi beban bagi keluarga dan orang lain. | ||
Artikel Terkait
Ekoenzim yang Ramah Lingkungan
08 Juni 2010DAAI TV Menyelenggarakan Reuni Kebangsaan Tionghoa Nusantara
10 November 2023Kamis, 9 November 2023, DAAI TV menyelenggarakan Reuni Kebangsaan Tionghoa, yang bekolaborasi dengan komunitas Tionghoa di Indonesia seperti INTI, PSMTI, PTK Indonesia dan Penghimpunan Jin Jiang.