Belajar Kearifan Lokal Universal
Jurnalis : Himawan Susanto, Fotografer : Himawan SusantoPara relawan dan guru Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi tampak sedang menyambut kedatangan menyambut kedatangan rombongan Fakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto - JawaTengah. |
| ||
Ungkapan Selamat Datang Dalam sambutannya itu, Hong Tjin juga menjelaskan secara singkat sejarah dan latar belakang berdirinya Tzu Chi di Taiwan. Tak lupa, Hong Tjin juga mengutip sebuah kata perenungan dari Master Cheng Yen yang mengatakan bahwa ada dua hal yang tidak bisa ditunda dalam kehidupan, berbakti kepada orang tua dan berbuat kebajikan. “Tinta sejarah Tzu Chi dimulai dari ibu-ibu rumah tangga,” ungkapnya. Sementara itu, dr Kurniawan, Kepala Rumah Sakit Khusus Bedah Cinta Kasih Tzu Chi dalam kata sambutannya juga mengucapkan selamat datang di Komplek Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi. “Kalau ada tempat dengan kata cinta kasih maka pasti tempat itu berkaitan dengan Yayasan Buddha Tzu Chi,” demikian katanya. Saat itu, dr Kurniawan juga menjelaskan latar belakang dari berdirinya RSKB Cinta Kasih Tzu Chi (d/h Poliklinik Cinta Kasih). Usai sambutan dari dr Kurniawan, acara dilanjutkan dengan penayangan video sejarah berdirinya Yayasan Buddha Tzu Chi di Taiwan. Dalam tayangan tersebut, ditampilkan bagaimana peran dan sumbangsih para ibu rumah tangga dengan celengan bambu yang mereka miliki. Hal ini juga yang kemudian ditanyakan oleh salah satu peserta rombongan dalam sesi tanya jawab mengapa menggunakan celengan bambu dan dicicil pula setiap hari. Hong Tjin lantas memberikan jawaban bahwa dengan menggunakan celengan bambu dan dicicil, kita sebenarnya dilatih untuk selalu berpikir dan berbuat kebajikan setiap hari karena nominal dana yang didapat bukanlah yang terpenting. Dalam tanya jawab itu, Hong Tjin mengatakan berdasarkan pengalaman Tzu Chi di Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng perubahan mindset itu sesuatu yang penting untuk dilakukan. “Berdasarkan praktik kita jadi tahu, pengalaman 3 tahun pertama yang berubah adalah anak-anak. 5 tahun kemudian adalah ibu-ibunya, sementara yang paling susah adalah bapak-bapaknya,” kata Hong Tjin yang langsung diiringi gelak tawa para ibu.
Ket : - Rombongan dari UNSOED memerhatikan dengan seksama setiap penjelasan tentang Tzu Chi yang disampaikan oleh Hong Tjhin. (kiri) Berkeliling Komplek Dari Sekolah, rombongan berturut-turut mengunjungi gudang hasta karya, depo daur ulang, contoh rumah susun, dan gedung Rumah Sakit Khusus Bedah Cinta Kasih Tzu Chi. Puas berkeliling komplek, rombongan juga berkesempatan melihat pembangunan Aula Jingsi di Pantai Indah Kapuk sebelum akhirnya menuju ke Kantor Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia di ITC Mangga Dua lantai 6, Jakarta, Utara. Selain diajak berkeliling Kantor Yayasan Buddha Tzu Chi, rombongan juga diajak untuk melihat lebih dekat operasional Stasiun DAAI TV Indonesia. Perubahan Mindset yang Terpenting Retno juga menyoroti bahwa adanya ketersediaan dana dan peralatan bukanlah yang utama, tetapi kalau orang yang menjalankannya itu mindsetnya tidak berubah maka tujuan yang hendak dicapai tidak akan berjalan optimal. “Mindset itu yang sulit dan perlu kesabaran. Perlu kesabaran dan pendidikan. Itu yang akan kita coba lihat dari sini dan diterapkan di fakultas kita. Fakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan. Jadi tidak hanya sebatas di Fakultas Kedokteran, Kedokteran Gigi, tetapi juga Kesehatan Masyarakat, Farmasi, dan Keperawatan. Di mana mereka semua itu kan ujungnya untuk melayani masyarakat. Di sini juga suatu pelayanan kan sama. Jadi bagaimana kita melayani dengan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan masyarakat yang setinggi-tingginya,” pungkasnya.
Ket : - Untuk mengisi waktu luang, ibu-ibu rumah tangga ini menambah penghasilan keluarga dengan membantu di gudang hasta karya. (kiri). Saat wawancara itu, Retno juga memaparkan bagaimana mereka awalnya mendapatkan informasi dari Drg. Arwita Mulyawati Mh,Kes tentang adanya sebuah rumah susun yang berbeda di Jakarta. “Karena kita (UNSOED) juga punya rumah susun mahasiswa. Ya, rusunawa di mana rusun itu biasanya terkesan kumuh, kotor, dan orangnya seenaknya. Nah, Ibu Arwita yang menceritakan kalau rusun Tzu Chi berbeda,” tandasnya. Drg. Arwita Mulyawati Mh.Kes, Ketua Tim Pengembangan Fakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas Soedirman rupanya juga tak ketinggalan memberikan pendapatnya, “Kenapa saya ke sini, karena saya pernah melihat dan pernah ke Taiwan 2 kali, bagaimana Tzu Chi ini menerapkan masalah humanisme kepada sesama secara universal.” “UNSOED mempunyai anak didik mahasiswa yang kira-kira berjumlah 20.000 orang. Semuanya itu membutuhkan suatu pemetaan watak supaya mereka menjadi orang-orang yang humanis juga. Nah makanya kami hendak memasukkan hal-hal seperti ini ke kurikulum karena UNSOED juga mempunyai visi agar anak didik kami menjadi orang yang profesional, bermoral, dan berfokus pada masalah-masalah pedesaan dan kearifan lokal,” tuturnya. Apalagi, UNSOED sama persis dengan Tzu Chi di Hualien yang letaknya berada di pedesaan, “Saya rasa cocok untuk bekerja sama,” tuturnya diakhir wawancara. | |||
Artikel Terkait
Memberi Perhatian Untuk Tenaga Kesehatan Di RSCK Tzu Chi
19 Juli 2021Senin, 19 Juli 2021 relawan komunitas He Qi Barat 1 memberikan perhatian kepada 400 tenaga kesehatan RSCK Tzu Chi dengan memberikan 17 dus minuman Pocari Sweat. Di hari yang sama juga memberi perhatian untuk tim vaksinasi di Sekolah Cinta kasih dengan membawakan makanan serta vitamin.
Menyebarkan Semangat Cinta Kasih Melalui Fotografi Humanis
27 Mei 2014Merangkul Teman, Menebar Cinta Kasih
14 Desember 2023Tzu Chi Biak bersama dengan PSMTI Biak Numfor mengadakan acara perayaan Natal bersama di Desa Sundey Distrik Biak Timur, Biak Papua. Perayaan ini diikuti oleh 1.200 orang dan 50 relawan Tzu Chi Biak.