Belajar Kebijaksanaan
Jurnalis : Erli Tan (He Qi Utara), Fotografer : Stephen Ang (He Qi Utara) Pada tanggal 15 Maret 2012, sebanyak 26 relawan mengikuti bedah buku di Jing Si Books & Cafe Pluit. |
| ||
Malam itu pukul 19.00 WIB, 15 Maret 2012, cahaya kuning dari lampu-lampu di lantai 2 Jing Si Books & Cafe Pluit bersinar hangat seperti biasanya. Udara di luar cukup dingin, karena hujan deras baru saja reda. Saat itu masih ada hujan rintik-rintik, namun hal tersebut tidak menghentikan langkah 26 relawan untuk hadir di sana dan mengikuti kegiatan Bedah Bukuyang rutin diadakan setiap hari Kamis. Sejak satu jam yang lalu, Hok Lay sudah hadir dan bersiap-siap untuk sharing di hadapan peserta.Seperti biasa, acara dibuka oleh Po San Shixiong dengan ritual penghormatan kepada Master Cheng Yen sebanyak tiga kali. “Hari ini kita kedatangan seorang relawan yang spesial, beliau adalah relawan senior yang aktif di misi amal dan misi pengobatan. Mari kita dengarkan langsung sharing dari Hok Lay Shixiong,” ujar Po San Shixiongdiiringi tepuk tangan dari para peserta. Hok Lay Shixiong yang sudah terbiasa sharing di depan orang banyak ini pun tanpa canggung segera maju ke depan dan meraih mic yang disodorkan kepadanya sembari tersenyum. Membawakan tema Sebuah Perjalanan Yang Memberi Inspirasi, Hok Lay Shixiong akan sharing mengenai apa yang sudah didengar, dilihat, dan dirasakan selama bergabung di Tzu Chi. “Awal saya bergabung di Tzu Chi, motivasi saya adalah untuk bertobat dan mencari pahala. Karena sebelumnya saya telah melakukan banyak kesalahan terhadap keluarga saya, makanya saya mau bertobat. Namun seiring dengan berjalannya waktu, setelah sekian lama bergabung, motivasi saya berubah. Ada empat, yaitu menolong orang lain, menjadi orang baik, meningkatkan moralitas, dan belajar kebijaksanaan,” ujar Hok Lay yakin.
Keterangan :
“Master Cheng Yen mengatakan kita mestinya bisa Zuo Zhong Xue, Xue Zhong Jue, Jue Zhong Wu, artinya dalam bekerja kita belajar, ketika belajar kita akan merasakan, dan setelah merasakan maka kita akan tersadarkan. Sejak awal tahun 2008 hingga sekarang, saya aktif sebagai relawan di RSKB Cinta Kasih Cengkareng. Di sana kita bisa melihat banyak hal, lahir, tua, sakit, meninggal. Ada rasa senang, gembira, sedih, kemalangan, semuanya ada. Master Cheng Yen bilang, kalau kita mencari pahala, kita akan kecewa. Saya pernah jatuh dan pergelangan tangan saya patah. Ini menyadarkan saya bahwa, bukan berarti setelah kita berbuat baik maka akan langsung mendapat pahala.” “Sesuai dengan yang Master Cheng Yen katakan, Jian Ku Zhi Fu, artinya setelah melihat penderitaan, barulah menyadari diri sendiri ternyata banyak berkah. Misalnya mengenai makan, seringkali kita membuat pertanyaan ‘besok mau makan apa ya?’. Tapi bagi mereka yang tak mampu, mereka akan bertanya ‘besok dapat makan gak ya?’. Dari sini saya belajar bersyukur. Dan kalau kita perhatikan mengapa lebih banyak orang susah/miskin yang sakit, bukan orang kaya, dari sini saya belajar karma.” Dari melihat penderitaan, Hok Lay Shixiong bersyukur, kemudian tergerak untuk membantu. Ia belajar Zhi Zu (kenal puas), Gan En (bersyukur), Shan Jie (berpengertian), dan Bao Rong(berlapang dada). “Sekarang saya di Tzu Chi, yang saya lakukan adalah kegiatan yang tidak melanggar sila, berbeda dengan dulu. Di sini saya juga belajar sedikit demi sedikit melepas atau mengikis ego. Dulu ketika main dan pernah kalah sekitar 8 juta, ada perasaan kesal karena kalah, lalu menggunakan uang 3 juta lagi untuk membuang rasa yang tidak enak akibat kekalahan. Di sini kita melihat, lingkungan sangat berpengaruh pada diri kita. Sekarang saya bergabung di Tzu Chi, berada di lingkungan orang-orang baik, itu sangat mempengaruhi saya untuk berubah. Hidup ini begitu singkat, saya tidak tahu kapan hidup saya akan berakhir. Karena itu saya selalu mengingatkan diri untuk berbicara yang baik, berpikir yang baik, dan melakukan yang baik.” “Dhamma ada di mana-mana. Master mengatakan setiap orang adalah sutra hidup. Jia jia you ben nan nian de jing, setiap orang atau keluarga ada kesulitannya masing-masing. Ada cerita mengenai sepasang suami istri yang berjalan di tengah hujan memakai payung. Melihat pasangan yang sedang naik motor, mereka merasa alangkah baiknya bila mereka punya motor sehingga tidak perlu berjalan kaki. Pasangan yang naik motor ini melihat pasangan lain yang mengendarai mobil. Mereka berpikir, alangkah baiknya bila mereka memiliki mobil sehingga tidak perlu kena hujan. Ternyata pasangan yang ada di dalam mobil ini sedang bertengkar, mereka melihat pasangan yang berjalan memegang payung tadi, mereka berpikir alangkah bagusnya bila bisa seperti pasangan ini, yang terlihat lebih mesra dan harmonis di bawah sebuah payung. Dari cerita ini, kita sadar bahwa kita selalu melihat orang lain lebih baik dari kita, itu adalah pandangan yang kurang tepat.”
Keterangan :
“Master menginginkan kita untuk membina kebijaksanaan, bukan hanya membina berkah. Tidak melihat suatu hal berdasarkan untung atau rugi, tapi lakukanlah hal yang baik walaupun rugi. Bersumbangsih adalah keberkahan. Bersumbangsih dengan tanpa pamrih dan dengan hati bersuka cita adalah kebijaksanaan. Master juga mengatakan, berbuat baiklah setiap kali ada kesempatan, bilamana kesempatan sudah berlalu, baru mau mencoba, maka kesempatan itu tak akan datang kembali. Oleh sebab itu, lakukan saja! Langsung wujudkan setiap welas asih dengan berbuat baik. Cinta kasih ada di dalam diri setiap orang, hanya saja perlu digali.” “Welas asih dan cinta kasih itu bisa bertumbuh. Master mengatakan kita harus bisa melihat dengan telinga, mendengar dengan mata. Awalnya saya tidak mengerti maksud kalimat ini. Suatu saat saya melihat sebuah poster seorang anak, di matanya ada pantulan gambar seorang relawan biru putih. Saya lalu sadar, dari melihat poster ini saya seolah-olah sudah mendengar ceritanya. Kemudian, ketika saya mendengar cerita para korban musibah, saya bisa langsung membayangkan gambarannya, inilah maksud dari melihat dengan telinga.” Pada kesempatan itu Hok Lay Shixiong juga menyarankan relawan agar dalam berkegiatan, jangan merasa terbebani, jangan merasa tidak enak karena sudah diajak orang tertentu. “Jangan ada keterpaksaan, jangan memaksakan diri, kalo bisa ya bilang bisa, kalo tidak bisa ya bilang tidak bisa. Kalau ragu-ragu, coba tanyakan kembali motivasi kita. Kita sendirilah yang tahu apa yang kita inginkan. Kita harus jujur pada diri kita sendiri. Apa yang kita lakukan dengan sukacita tentu akan lebih tulus. Selain itu kita juga mestinya bisa bekerja tanpa pamrih (fu chu wu suo qiu). Semua relawan hendaknya belajar lebih bijaksana. Senantiasa mengingat kita semua adalah setara, tiada orang yang tidak ku kasihi, tiada orang yang tidak ku percayai, tiada orang yang tidak ku maafkan. Kita harus belajar menjadi orang bijaksana. Kebahagiaan dan kebijaksanaan itu harus digali dari dalam diri kita, bukan dari luar. Kebahagiaan datang dari memberi. Karena dengan memberi, kita telah menciptakan berkah, sehingga merasa bahagia.” Menjelang jam 9 malam, Po San Shixiong menutup acara Bedah Buku dengan beberapa kesimpulan yang selalu menarik. “Dalam memberi bantuan, kitalah yang berterima kasih, bersyukur, dengan penuh hormat, sehingga lebih bahagia. Dharma adalah yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Punya niat tapi tidak dilakukan, sama saja dengan punya benih tapi tidak pernah ditabur. Di Tzu Chi tersedia ladang yang sangat luas, siap untuk kita garap. Dalam hati kita ada ruang, penuhilah dengan cinta kasih sehingga tidak ada ruang untuk kebencian dan dendam.” Setelah itu acara ditutup kembali dengan penghormatan kepada Master. Tidak lupa para peserta yang hadir mengucapkan Gan En sambil beranjali dan bungkuk 90 derajat dengan sukacita kepada Hok Lay Shixiong yang sudah mau berbagi. | |||
Artikel Terkait
Berbagi Beras Cinta Kasih Tzu Chi
10 Juni 2021Relawan Tzu Chi membagikan Bantuan Peduli Covid-19 di Kab.Pangandaran dan Kota Banjar berupa 106 ton beras dan 106.000 pcs masker medis bagi warga terdampak pandemi.