Belajar Langsung dari Praktik Nyata

Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Hadi Pranoto
 
foto

* Musrifah, siswi kelas II SMK Cinta Kasih ini tak dapat menahan tangisnya ketika mengunjungi panti jompo. Melihat kehidupan oma dan opa di sini, Musrifah teringat akan neneknya yang baru sebulan lalu meninggal dunia.

“Apa yang menjadi harapan orangtua di masa senjanya? Harta, tahta, dan kekayaan lainnya takkan bisa meneduhkan jiwa dan batin mereka. Kebersamaan bersama anak, cucu, dan keluarga adalah harta yang paling berharga.”

Seperti pagi-pagi lainnya, suasana tenang, teduh, dan tenteram begitu mewarnai aktivitas pagi di Panti Sosial Tresna Wreda Budi Mulia 02, Cengkareng, Jakarta Barat. Tak ada keceriaan, gelak tawa ataupun canda yang membelah kesunyian, meskipun di panti itu dihuni oleh lebih dari 170 orang. Seratus, seribu, bahkan sepuluh ribu penghuni pun, namun jika diisi oleh jiwa-jiwa yang kering, tandus, dan gersang, maka suasananya pun takkan pernah jauh berbeda. Para penghuni, seperti umumnya di panti-panti jompo lainnya, mereka lebih suka merenung dan berdiam diri. Hanya sebagian kecil saja yang tetap memiliki semangat untuk beraktivitas dan bekerja, mengisi hari-hari senjanya dengan penuh makna dan keikhlasan.

Teringat Nenek Sendiri
Wajah Musrifah tampak memerah. Nafasnya memburu cepat ketika menjabat dan mencium tangan seorang nenek di depannya. Tak berapa lama, siswi kelas II SMK Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng ini pun tak bisa menahan tangisnya. Dengan terisak-isak, ia menyalami satu per satu para lansia yang tengah duduk berjejer di ruang depan aula, seolah bersiap menyambut kedatangan ia dan teman-temannya.

Penasaran, saya pun mencoba mengorek keterangan dari Musrifah. Jujur, dalam benak saya waktu itu, barangkali di antara nenek-nenek itu, salah satunya adalah neneknya sendiri. “Bukan nenek saya, tapi saya jadi teringat dengan nenek saya yang baru bulan kemarin meninggal,” ungkap Musrifah sembari terisak. Musrifah yang tinggal di Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi ini pun mengungkapkan kesedihannya kala mengetahui sang nenek telah tiada. “(Saya) sedih, (soalnya) saya dekat sekali sama nenek,” akunya.

foto  foto

Ket : - Murid-murid Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi mendampingi para penghuni panti untuk berkumpul di aula
           mengikuti kegiatan yang diadakan relawan Tzu Chi. (kiri)
         - Para murid Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi memijit seorang nenek penghuni panti jompo. Dengan sedikit
           perhatian, ternyata sanggup memberi kebahagiaan bagi para penghuni yang umumnya merasa kesepian.
           (kanan)

Kegiatan mengunjungi opa dan oma di panti wreda yang baru dilakukannya ini telah memberi banyak pelajaran bagi Musrifah. “Kita jadi tahu kondisi opa dan oma di sini yang kesepian,” ujarnya. Anak ke-4 dari 6 bersaudara ini mengaku senang bisa mengajak ngobrol, menemani, dan menghibur para penghuni panti yang umumnya jarang dikunjungi sanak famili ataupun tak lagi memiliki keluarga.

Kegiatan ini juga membuatnya memiliki tekad untuk tidak menitipkan kedua orangtuanya di panti jompo di usia senjanya. “Walaupun di sini (panti –red) tempatnya bersih dan ada petugas yang menjaga, tapi tetap saja lebih bagus kalau dirawat dan berkumpul dengan keluarga sendiri,” tutur anak pasangan Amin dan Ibut ini. Menurut Musrifah, merawat orangtua adalah tanggung jawab seorang anak setelah apa yang dilakukan orangtua dalam merawat dan mendidik anak-anaknya hingga berhasil.

Cerminan bagi Diri
Minggu, 22 Maret 2009, sebanyak 30 siswa Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi –dari tingkat SD, SMP, dan SMK– bersama 10 relawan Tzu Chi mengunjungi Panti Sosial Tresna Wreda Budi Mulia. Dalam kegiatan itu, relawan tidak hanya memberikan makanan, tapi juga menghibur oma dan opa ini bernyanyi dan bergembira. Menurut Ongko Wiyono, koordinator kegiatan ini, tujuan acara ini adalah dalam rangka memberi perhatian kepada para oma dan opa. Sejak tahun 2008, relawan Tzu Chi secara rutin mengunjungi panti ini. “Dulu waktu pertama kali kami masuk, para penghuni panti ini sangat tertutup, tapi sekarang mereka dah mau berkomunikasi dan terbuka sama kita,” terang Suparman, relawan Tzu Chi yang selalu hadir dalam kegiatan ini.

foto  foto

Ket : - Endang dan Devi bersama Mbah Harjo. Seringnya mengunjungi panti, membuat kedua siswi SMK Cinta
           Kasih Tzu Chi ini memiliki ikatan emosional yang kuat dengan penghuni panti. (kiri)
         - Saling memijat menjadi sebuah permainan yang menghibur, sekaligus menyenangkan bagi para oma dan
           opa di panti ini. (kanan)

Dalam setiap kunjungan ke panti, relawan Tzu Chi selalu melibatkan pihak sekolah, guru dan terutama para murid. “Tujuannya biar mereka (murid-murid –red) bisa melihat kondisi di sini, dan menjadi tambah sayang kepada orangtua dan saudara-saudaranya di rumah,” terang Suparman. Dengan melihat dan berinteraksi langsung dengan para penghuni panti, diharapkan para siswa-siswi Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi bisa merasakan dan berempati dengan kondisi para penghuni panti yang umumnya tak lagi diperhatikan oleh keluarga ataupun anak-anaknya.

Seperti yang dialami oleh Devi dan Endang, keduanya siswi SMK Cinta Kasih Tzu Chi, jurusan Administrasi Perkantoran (AP). Mereka telah 4 kali mengikuti kegiatan kunjungan kasih ke panti jompo hingga akhirnya tercipta jalinan yang erat dengan para penghuni panti. “Kami punya oma dan opa spesial, Oma Yogya dan Mbah Harjo. Setiap kami datang, kita selalu ajak nyanyi-nyanyi dan bergembira. Kita juga sering mendengar kisah-kisah hidup mereka,” ujar Devi. Sayang, salah satu oma itu, Oma Yogya –panggilan akrab Devi dan Endang padanya– telah meninggal dunia. “Kami sedih sekali, padahal bulan lalu kami dah janji untuk ketemuan dan nyanyi bareng lagi,” ungkap keduanya bareng.

Devi dan Endang punya ikatan batin yang kuat dengan Oma Yogya. Keduanya sering kali mendengar cerita dan ungkapan isi hati para oma. “Kalo dari ceritanya sih, Oma Yogya itu justru sengaja dibuang oleh anaknya,” terang Devi dan mendapat anggukan Endang. “Kalo nggak dibuang, begitu tahu mamanya dirawat di panti, kenapa tetap (anaknya) nggak mau datang,” sambung Endang kecewa.

foto  foto

Ket : - Etty Lim dan putrinya Angie menceritakan pengalaman mereka setelah dua kali mengikuti kegiatan ini. Lewat
           kegiatan ini, Anggie bisa mengetahui sulitnya kehidupan di panti dan berjanji akan merawat mama dan
           papanya kelak jika sudah tak bisa bekerja lagi. (kiri)
         - "Satu Keluarga", lagu dan bahasa isyarat tangan Tzu Chi ini menggambarkan ikatan kekeluargaan yang erat
           diantara para relawan dan penghuni Panti Sosial Tresna Wreda Budi Mulia 02, Cengkareng, Jakarta Barat.
           (kanan)

Dengan kehadiran mereka, setidaknya bisa memberi kesejukan di hati Oma Yogya (alm) dan penghuni panti lainnya. Bagi Devi dan Endang sendiri, dari kedatangan dan interaksi mereka dengan para oma dan opa ini memberi banyak pelajaran berharga. “Oma bilang, ‘Kamu jangan kawin dulu sebelum dapat kerja, ntar kalo nggak, nasibnya kayak oma’,” kata Devi mengulang pesan Oma Yogya.

Selain pesan-pesan dan nasihat, keduanya juga mendapatkan gambaran tentang kondisi kehidupan para penghuni panti, dan menjadi cerminan bagi mereka untuk tidak menitipkan atau menelantarkan kedua orangtua mereka di panti jompo. “Nggaklah, kami lihat dan dengar dari mereka (penghuni panti) sendiri betapa nggak enaknya hidup di panti. Mereka sebenarnya lebih senang hidup bersama anak dan cucu-cucunya,” kata Devi bersemangat.

 

Artikel Terkait

Saatnya Bersumbangsih dan Bergabung

Saatnya Bersumbangsih dan Bergabung

11 Juli 2014 Setiap minggu pertama di setiap bulannya He Qi Pusat mengadakan acara sosialisasi Tzu Chi bagi calon relawan baru di kantor Tzu Chi He Qi Pusat, untuk memperkenalkan Tzu Chi kepada masyarakat.
Penggalangan Hati yang Tulus

Penggalangan Hati yang Tulus

23 Juni 2015
“Siapa saja bisa menjadi relawan Tzu Chi, yang terpenting adalah dilandasi dengan hati yang tulus dan cinta kasih untuk menolong sesama makhluk hidup. Selain itu, juga mau menebarkan cinta kasihnya kepada masyarakat luas,” pungkas Herman Widjaja, Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Bandung.
Paket Lebaran Tzu Chi, Hadir di Tempat dan Waktu yang Tepat

Paket Lebaran Tzu Chi, Hadir di Tempat dan Waktu yang Tepat

20 Maret 2024

Di tengah merangkaknya harga beras, paket lebaran Tzu Chi Indonesia yang tahun ini berisi 10 kilogram beras dan 20 bungkus DAAI Mie menjadi sangat berarti bagi warga yang menerimanya.

Menyayangi diri sendiri adalah wujud balas budi pada orang tua, bersumbangsih adalah wujud dari rasa syukur.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -