Belajar Mencintai Lingkungan
Jurnalis : Oriana Widjaja (He Qi Utara 1), Fotografer : Amir Sumardi, Susanto Widjaja (He Qi Utara 1)
Sebanyak 44 anak Rusun Cinta Kasih Tzu Chi Muara Angke, Jakarta Utara hadir di aula rusun untuk mengikuti kelas Budi Pekerti yang rutin diadakan tiap bulan oleh relawan Tzu Chi komunitas He Qi Utara 1.
Minggu, 1 Oktober 2017, 31 relawan Tzu Chi komunitas He Qi Utara 1 berkumpul di Rusun Cinta Kasih Tzu Chi, Muara Angke, Jakarta Utara untuk mengadakan kelas budi pekerti bagi anak-anak di rusun Muara Angke. Topik kelas pagi itu adalah Pelestarian Lingkungan. Pukul 07.00 pagi, para relawan sudah berkumpul untuk membersihkan aula rusun yang akan dijadikan kelas. Relawan menggelar terpal biru yang dijadikan tempat duduk anak-anak.
Kelas dimulai pukul 08.00 pagi dan dihadiri oleh 44 anak penghuni Rusun Cinta Kasih Muara Angke Tzu Chi. Sebelum kegiatan dimulai, anak-anak melakukan pendaftaran dan dibagi menjadi 4 kelompok. Acara dibuka oleh relawan Vitria, selaku PIC dari kegiatan ini. Setelah itu, Sujono melanjutkan kelas dengan menjelaskan mengenai pelestarian lingkungan.
“Ada dua jenis sampah”, Sujono mengawali pelajaran Pelestarian Lingkungan, “Sampah organik dan non-organik”. Sujono kemudian menjelaskan perbedaan kedua jenis sampah tersebut. Sampah organik adalah sampah yang berasal dari makhluk hidup. Contohnya adalah kulit dari buah-buahan dan sisa sayuran. Sampah non-organik umumnya berasal dari produk yang kita pakai sehari-hari, contohnya adalah botol plastik, kaleng, dan botol beling.
Relawan Thomas (kiri) menggunakan cara komunikasi yang menarik sehingga anak-anak bisa langsung memahami bagaimana cara mendaur ulang kertas.
Anak-anak dibagi per grup dan didampingi relawan untuk mencari barang daur ulang dari sampah yang ada di dalam lingkungan rusun.
Selanjutnya, anak-anak dalam kelompok masing-masing mengunjungi 4 stand untuk mempelajari lebih lanjut mengenai sampah non-organik. Masing-masing stand terdapat berbagai jenis sampah non-organik. Ada stand sampah botol beling, sampah kaleng, sampah kertas, dan sampah botol plastik. Tujuan dari kelas ini agar anak-anak mengerti bahwa sampah non-organik dapat didaur ulang jika dikelola dengan baik.
Dengan motto Mengubah sampah menjadi emas, emas menjadi cinta kasih, relawan Thomas Hudoyo Teguharja dengan semangat mengawali panduan sampah kertas kepada anak-anak. “Shibo (panggilan kepada orang yang lebih tua -red) mau ajari kalian mengubah sampah-sampah ini menjadi emas,” kata Thomas. Terlihat raut wajah anak-anak menjadi penasaran. Bagaimana mengubah sampah menjadi emas?
“Kalian di rumah, kalau lihat koran yang sudah tidak dibaca, kalian kumpulin, lalu dilipat yang rapi. Coba kalian bisa lipat koran ga?” Thomas pun memberikan koran kepada salah satu anak di grup.
Ketika Koran sudah terlipat dengan rapi, relawan Thomas melanjutkan, “Nah, lalu koran-koran yang dikumpulkan, kalau sudah banyak dan menumpuk, diikat dengan…?”
“Tali rafia!” sahut anak-anak dengan bersemangat.
“Pintar!! Koran-koran tersebut, setelah dikumpulkan dan diikat, bisa dijual. Nah, hasil penjualannya itu, bisa menjadi emas karena menguntungkan. Nah, sekarang bagaimana cara mengubah emas menjadi cinta kasih? Dengan uang hasil penjualan koran, kita bisa membantu orang,” jelasnya.
Kembali ke aula rusun, hasil barang daur ulang yang dikumpulkan anak-anak dikaji kembali oleh relawan, sehingga anak-anak menjadi lebih memahami mana yang bisa didaur ulang, mana yang tidak.
Melalui kelas ini, Lola Amaria (belakang, kerudung biru) merasa bertambah ilmu pengetahuannya tentang menjaga bumi.
Setelah mengunjungi keempat stand, anak-anak didampingi relawan untuk mengitari area sekeliling rusun dan mengumpulkan sampah non-organik yang bisa didaur ulang. Anak-anak melompat gembira dan dengan sigap mengumpulkan sampah botol plastik, seakan-akan sedang mencari harta karun. Sambil dibimbing relawan, kemudian mereka langsung memilah “emas” yang telah berhasil dikumpulkan.
Untuk memotivasi anak-anak, setiap “emas” daur ulang yang berhasil mereka kumpulkan akan mendapatkan nilai sebanyak 10 poin. Kelompok yang jumlah poinnya terbanyak dinyatakan sebagai pemenang dan mendapat hadiah dari relawan.
“Senang banget ikut kelas hari ini,” kata Lola Amaria, 13 tahun, peserta kelas Budi Pekerti yang duduk di kelas 2 SMP. Lola merasa kelas hari ini bertambah ilmu pengetahuannya tentang menjaga bumi.
Tiara, 11 tahun, juga merasa kelas hari ini sangat bagus, “Menarik banget karena bisa belajar banyak cara untuk membuat lingkungan lebih bersih”. Tiara merasa, kebiasaan memilah sampah akan berdampak positif untuk lingkungan yang bersih.
Editor: Metta Wulandari