Belajar Menjadi Lebih Baik
Jurnalis : Veronika Usha, Fotografer : Veronika UshaLebih kurang 354 relawan meneguhkan ikrar mereka sebagai relawan biru putih Tzu Chi pada Minggu, 25 Oktober 2009, di aula serbaguna RSKB Cinta Kasih Tzu Chi. |
| |
Sederhana tapi penuh makna perbedaan antara kedua kata tersebut. Dalam pelantikan relawan biru putih, Minggu, 25 Oktober 2009, yang diadakan di aula serbaguna RSKB Cinta Kasih Tzu Chi, Cengkareng, Jakarta Barat, peneguhan komitmen akan janji mereka sebagai insan Tzu Chi pun seolah kembali dilakukan. Bukan hanya sekedar kenaikan pangkat, dengan dilantik menjadi seorang relawan biru putih berarti bertambah pula beban dan tanggung jawab yang harus diemban. Terus Melatih Diri Tidak hanya bersyukur, dalam kegiatan kasus, para relawan juga dituntut untuk memberikan cinta kasih melalui perhatian dan support kepada para pasien. Dan tidak jarang melalui kegiatan tersebut para pasien merasa sangat tersentuh. “Buat saya, kebahagiaan para pasien juga menjadi kebahagiaan buat saya. Dan sekarang saya sudah enjoy dan kecanduan rasa bahagia tersebut,” jelas Lulu sambil tersenyum. Ia menambahkan, semakin sering bertemu dengan para pasien, berkomunikasi dengan mereka, mencoba memahami kondisi dan beban mereka, maka secara tidak langsung, rasa empati para relawan akan terus bertambah. “Kita akan menjadi lebih sensitif terhadap penderitaan orang lain, bersyukur dengan kehidupan yang kita miliki dan merasa bahagia. Karena kebahagiaan yang kita miliki tersebut yang harus kita berikan kepada orang lain. Bagaimana kita membahagiakan orang lain kalau kita sendiri tidak merasa bahagia,” ungkap Lulu.
Ket: - Pendampingan kasus merupakan salah satu cara bagi para relawan Tzu Chi untuk mulai belajar pelatihan diri.(kiri). Selain melatih diri melalui kegiatan kasus, para relawan juga diharapkan untuk semakin memperkaya diri akan informasi mengenai Tzu Chi. “Saya pernah mengalami sebuah pengalaman yang sangat mengejutkan. Ketika saya mendampingi beberapa relawan biru putih melakukan kunjungan ke Hualien, salah satu relawan bertanya kepada saya, “Apakah Master Cheng Yen itu masih hidup?” ucap Lim Ji Shou dalam sharingnya. Pertanyaan tersebut menunjukkan lemahnya pengetahuan relawan akan Tzu Chi. “Kesalahan bukan pada relawan, tetapi kami yang belum maksimal mengenalkan Tzu Chi kepada para relawan,” tutur Ji Shou. Oleh sebab itu, melalui training, bedah buku, ataupun gathering, informasi mengenai Master Cheng Yen, kegiatan, ataupun visi misi Tzu Chi, semakin intens dilakukan. “Selain mengikuti training, yang paling penting adalah para relawan tidak hanya memandang kalau Tzu Chi hanyalah tempat untuk membantu orang lain, tapi lebih kepada sebuah tempat sarana pelatihan diri,” tegas Ji Shou. Kami yang Berubah “Awalnya saya hanya mau tahu apa itu Tzu Chi. Karena rasa penasaran saya yang besar, saya pun mengajak istri untuk mengikuti training Tzu Chi di Taiwan,” tutur Bambang. Banyak hal yang membuka jalan pikiran Bambang di sana. Ia merasa seperti mendapatka pemikiran-pemikiran baru mengenai makna kehidupan sesungguhnya. “Di Taiwan, saya seperti di brain wash. Saya belajar untuk melihat kehidupan dari sisi yang berbeda.”
Ket: - Menjadi barisan biru putih, bukan hanya sekadar naik pangkat namun juga bertambahnya tanggung jawab. Hal ini ditekankan dalam setiap sesi pelantikan. kiri). Setelah kembali ke Batam, Bambang mengaku masih belum bisa menentukan apa yang akan ia lakukan. Namun setelah mendapat nasihat dari sang istri, akhirnya Bambang pun mulai terjun dalam kegiatan Tzu Chi. “Istri saya bilang, kalau kita sudah belajar sesuatu yang benar kita harus menjalankannya, jangan hanya diam saja. Dan sejak itu, saya mulai mengalihkan usaha saya dan tidak lagi berbisnis di karaoke dan diskotek,” ucap Bambang yang juga mulai aktif dalam kegiatan Tzu Chi di Batam. Tidak hanya Bambang, Mawie Wijaya, salah satu relawan dari Pekanbaru pun memiliki pengalaman yang tidak jauh berbeda. “Sejak muda, saya memiliki hobi mengonsumsi obat-obatan terlarang dan mabuk-mabukan. Hobi ini sempat berhenti setelah saya menikah. Namun ketika saya mulai berbisnis catering, dan tenggelam dalam kejenuhan rutinitas, hobi saya pun mulai kembali,” tutur Mawie yang mengaku menjadi sering keluar malam untuk clubbing bersama teman-temannya. Sempat terbesit dalam hati Mauwi untuk berhenti dari kebiasaan buruknya itu. Tapi ia mengaku entah kenapa selalu merasa tidak berdaya ketika teman-temannya datang dan mengajaknya kembali terjun ke dunia gelap tersebut, “Saya bertekad untuk berhenti, tapi tekad saya langsung hilang ketika teman-teman saya datang menjemput saya.” Suatu hari ketika Mawie belanja di pasar untuk kebutuhan catering, ia mendapatkan sebuah majalah “Dunia Tzu Chi”. Berhari-hari majalah itu tidak pernah disentuhnya, hingga akhirnya suatu saat ia pun menyempatkan diri untuk mulai membaca majalah tersebut. “Majalah ini sangat bagus. Saya tidak menyangka ada yayasan kemanusiaan seperti Tzu Chi,” jelas Mawie, yang langsung mencari tahu tentang keberadaan Yayasan Buddha Tzu Chi. Setelah menghubungi Tzu Chi Jakarta, akhirnya Mawie mendapatkan informasi kalau Tzu Chi Indonesia sudah memiliki Kantor Penghubung di Pekanbaru. “Saya langsung mendaftarkan diri menjadi relawan. Setiap kegiatan Tzu Chi yang saya ikuti selalu memberikan pelajaran berharga, terlebih lagi pendampingan kasus,” tuturnya haru. Mauwi mengaku, di pendampingan kasus ia baru menyadari bahwa selama ini ia telah menyia-nyakan tubuhnya, “Banyak pasien yang ingin sembuh. Tapi saya (yang sehat) justru merusak tubuh saya dengan obat-obatan terlarang,” ungkap Mawie. Dengan kemauan yang tinggi, akhirnya Mawie berhasil terlepas dari jeratan obat-obat terlarang. Bahkan kini ia mengaku, keluarganya semakin harmonis dan bahagia, “Dulu ketika ingin pergi keluar rumah, saya selalu ditanya oleh istri dan anak pulang jam berapa. Tapi setelah bekerja Tzu Chi, mereka tidak pernah mengeluh saya pulang kerja Tzu Chi jam berapa.” Menjaga Tiga Hati “Jangan sampai ketika kita bertemu masalah di Tzu Chi, semangat kita mengendur. Di dalam hambatan itulah kita semakin belajar untuk memperbaiki diri,” tutur Liu Su Mie. Tidak hanya itu, Liu Su Mei juga menambahkan, kalau kita harus bisa selalu menjaga tiga hati, “Pertama, kita harus menjaga hati yang polos seperti bayi. Kedua, kita harus menjaga daya tahan hati kita seperti unta, dan ketiga, kita harus menjaga hati kita agar tetap berani seperti singa.” Dengan ketiga hati (prinsip) tersebut, ia berharap seluruh relawan Tzu Chi yang hari ini dilantik dapat terus bersumbangsih dan menyebarkan bibit-bibit kebajikan.
| ||
Artikel Terkait
Nenek Ami yang Baik Hati
19 Oktober 2009Penuh Haru di Hari Ibu Internasional
09 Mei 2019Ada yang istimewa pada Kelas Budi Pekerti yang digelar Tzu Chi Bandung pada Minggu, 5 Mei 2019. Hari itu turut diperingati Hari Ibu Internasional, di mana anak-anak dapat mengungkapkan rasa kasih sayang kepada sang Bunda.