Benih-benih yang Polos
Jurnalis : Beby Chen (Tzu Chi Medan), Fotografer : Dinarwaty, - Simfo Indrawati (Tzu Chi Medan)
|
| ||
Anak-anak pada dasarnya seperti sebuah kertas putih yang belum ternoda. Mereka masih begitu polos, apa yang diajarkan di lingkungannya, mereka akan merespon dan belajar dengan sangat cepat. Inilah mengapa Tzu Chi berperan di bidang pendidikan untuk mengajarkan pendidikan budi pekerti kepada anak-anak. Minggu, 2 Juni dan 9 Juni 2013, kelas baru dan kelas lanjutan Bimbingan Budi Pekerti (Tzu You Ban) Tzu Chi Medan kembali lagi mengadakan pertemuan dengan tema “Mengikis Keserakahan“ yang merupakan salah satu dari lima noda batin manusia. Acara dimulai pukul 09.00 WIB yang diawali dengan peragaan isyarat tangan “Wo Hen Xin Fu“ dan senam pagi Tzu Chi “Hu La La”. Semua relawan pendamping (DAAI Mama) dan Bodhisatwa cilik melakukannya dengan penuh gembira dan semangat. Pelajaran “Mengikis Keserakahan” diawali dengan permainan, dengan cara ini diharapkan mereka bisa belajar betapa tidak baiknya jika seseorang menjadi serakah dan tidak dapat mengendalikan diri demi mencapai nafsu keinginan.
Keterangan :
Mereka dibagi menjadi 6 kelompok besar yang masing-masing terdiri dari 8 sampai 10 Bodhisatwa cilik. Setelah itu diminta untuk menulis semua barang-barang elektronik yang mereka miliki. Total barang yang mereka miliki akan ditukarkan dengan air mineral yang diisi ke dalam botol-botol plastik dan dimasukkan ke dalam karung untuk mereka pikul. Semakin banyak daftar barang yang Bodhisatwa cilik miliki, semakin berat pula beban yang ada. Kemudian Bodhisatwa cilik secara bergantian dalam satu kelompok, melompati lingkaran demi lingkaran untuk mengambil huruf-huruf Mandarin acak yang kemudian disusun menjadi satu Kata Perenungan Master Cheng Yen. Semakin berat air yang dipikul, semakin sulit mereka melompat. Di sisi samping tempat mereka menyeberang, terdapat dua orang relawan yang berperan sebagai pengungsi yang kelaparan, nenek tua dan seorang ibu yang menggendong anaknya. Selain huruf-huruf Mandarin yang disediakan juga terdapat roti dan apel. Roti dan apel tersebut bertujuan untuk menguji sejauh mana para Bodhisatwa cilik memiliki hati yang welas asih. Di sela kesibukan berlomba menyelesaikan permainan menyusun Kata Perenungan tersebut, mereka tidak melupakan roti dan apel untuk diberikan kepada nenek tua dan ibu tersebut.Sungguh tergugah melihat mereka memiliki rasa belas kasihan. Waktu telah menunjukkan pukul 10 pagi dan permainan pun berakhir. “Jangan serakah”, itulah jawab salah satu Bodhisatwa Cilik ketika ditanya apa sebenarnya maksud dan tujuan dari permainan tersebut. “Pa, Ma, barang-barang sudah semakin banyak, beban saya semakin berat. Jadi seterusnya jangan beli lagi, saya sudah puas dengan apa yang saya miliki saat ini“, itulah pesan Shigu kepada para Bodhisatwa Cilik agar nantinya pesan tersebut dapat disampaikan kepada orang tua mereka.
Keterangan :
Acara dilanjutkan dengan sebuah cerita berjudul “Bakiak Ajaib”. Cerita ini mengisahkan seorang anak yang ingin meminta bantuan kepada pamannya untuk membeli obat ibunya, tetapi pamannya hanya memberikan sedikit uang, dan uang tersebut hanya cukup untuk membeli sebungkus obat. Alhasil penyakit ibunya tak kunjung sembuh. Anak ini benar-benar bersusah hati. Di dalam perjalanan pulang, anak tersebut bertemu dengan seorang kakek tua dan menceritakan kesusahannya. Kemudian kakek itu memberikan sebuah bakiak dan papan serta berpesan, “Bila kamu pukulkan bakiak tersebut ke papan ini maka akan muncul emas, tetapi ingat bila terus dipukul maka tubuhmu akan mengecil”. Akhirnya anak tersebut mengikuti pesan si kakek dan bakiak tersebut benar-benar ajaib, emas dipakai untuk mengobati ibunya. Pamannya datang berkunjung melihat kondisi mereka karena penasaran mengapa tidak ada kabar berita. Lalu anak tersebut menceritakan tentang ajaibnya bakiak tersebut. Pamannya lalu mengambilnya dan dibawa pulang. Paman yang serakah ini mencoba memukul bakiak tersebut ke papan , dan benar saja, bakiak itu mengeluarkan emas. Sang Paman yang begitu tamak terus memukul. Paman merasa senang emasnya semakin lama semakin besar. Tapi dia tidak menyadari, bukanlah emasnya yang semakin besar melainkan tubuhnya yang semakin mengecil. Pesan moral pada cerita ini adalah mengajarkan kepada para Bodhisatwa Cilik agar tidak serakah dan harus tahu berpuas hati dengan apa yang telah ada. Selanjutnya kelas dilanjutkan dengan menonton kartun Xiao Li Zhi dengan judul “Berpuas Hati Paling Kaya” yang menceritakan agar tidak boleh serakah, kita bisa membantu orang lain dalam waktu kapan pun dan dimana pun, karena tahu akan berpuas hati adalah yang paling kaya. Tiba pukul 11.00 WIB, para Bodhisatwa Cilik menikmati makan siang. Setengah jam kemudian, semua berkumpul kembali ke ruangan Bhaktisala untuk belajar bahasa isyarat “Ciak Chai Siong Kai Can” yang artinya “Makan Sayuran Paling Mengagumkan”. Tidak terasa waktu berlalu begitu cepat, kelas pertemuan kali ini telah berakhir. Dan para Bodhisatwa cilik pulang membawa pesan moral yang akan dipraktekkan di kehidupan sehari-hari. Mengutip Kata Perenungan Master Cheng Yen, “Bila kita serakah, kita tak akan pernah merasa puas. Jika bisa merasa puas, kita akan bahagia. Dan bila berhati penuh syukur, kita tidak akan memiliki musuh.” | |||
Artikel Terkait
Merajut Jalinan Jodoh Baik lewat Vegetaris
08 November 2022Relawan Tzu Chi Pekanbaru menyosialisasikan gaya hidup vegetaris kepada guru dan staf Sekolah Advent Pekanbaru pada Senin, 17 Oktober 2022. Sosialisasi ini bisa berjalan berkat jalinan jodoh jamuan makan Vegan yang diadakan di Kantor Tzu Chi Pekanbaru awal Oktober 2022.
Mengenang Kisah Tzu Chi
31 Juli 2012 Hok Lay Shixiong juga mendapatkan berkah untuk membawakan materi yang sangat bagus, yaitu ”Kisah Perjalanan Hidup Master Cheng Yen” mulai dari awal Master dilahirkan pada 14 Mei 1937 di Ching Sui, Taiwan sampai ketika Yayasan Buddha Tzu Chi didirikan pada tanggal 14 Mei 1966.Cinta Kasih Untuk Masyarakat Desa Kwala Gebang
13 Desember 2022Para relawan Tzu Chi di Kecamatan Tanjung Pura, Langkat, Sumatera Utara membagikan 360 paket sembako bagi warga prasejahtera di Desa Kwala Gebang.