Beras Untuk Surini

Jurnalis : Apriyanto, Fotografer : Apriyanto, Anand
 
 

foto
Surini (kiri) bersama relawan saat menuju rumahnya di areal TPA

Pagi terasa hangat dan pengap oleh asap-asap pembakaran sampah yang membumbung laksana kabut di pegunungan. Di bawah langit nan biru dan semilir angin pagi sebuah pesta yang tak lazim digelar. Di atas tumpukan kantong-kantong sampah berwarna hitam, sisa makanan dari restoran siap saji dan pasar swalayan dipilah-pilah oleh setengah lusin pemulung tatkala pintu bak truk sampah dibuka. Lalat dan belatung bukan halangan bagi mereka yang hidup dalam dekapan kemiskinan. Mereka meloncat dari satu tumpukan ke tumpukan lainnya, menerobos kerumunan lalat, mengoyak kantong-kantong sampah untuk menemukan hasil terbaik.

Ayam goreng, bakso, sosis, udang, dan filet dada ayam seukuran cawan telah berjejal bagai tumpukan batang-batang besi kelabu kusam. Satu per satu makanan sisa itu diambil lalu dituang ke sebuah wadah yang mereka bawa. Ada yang dibawa pulang ada pula yang bisa langsung dimakan seperti buah-buahan.

Itulah yang saya ingat pada Surini, Sureni, dan Karniti setahun yang lalu di medio Juni 2012. Mereka adalah tiga dari sekian banyak pemulung yang baru bisa makan setelah bergelut mengumpulkan bulir demi bulir sisa makanan. Sekantong lauk bercampur kotoran dan lalat harus mereka kumpulkan dengan bersusah payah sejak subuh hingga siang. Di tempat ini kehidupan terasa begitu keras bagi mereka yang tak punya pilihan. Tapi Surini bersama kedua saudarinya telah menjalani profesi ini sejak lebih dari tiga puluh tahun yang lalu.

foto  foto

Keterangan :

  • Lauk-lauk yang dikumpulkan oleh Surini dari pembuangan sampah dicuci untuk dimasak kembali sebagai hidangan keluarga (kiri).
  • Surini (kiri) setahun yang lalu bersama saudarini, Karniti saat memilah sayur di pembuangan sampah (kanan).

 Pada Minggu 2 Desember 2013, saya kembali bertemu dengan Surini dan Sureni dalam acara pembagian beras cinta kasih di TPA Bantargebang untuk 2.200 kepala keluarga. “Bapak kan yang tahun lalu bersama saya ikut belanja ke mall (sebutan untuk gunungan sampah di blok sampah makanan),” kata Surini tersenyum. Saya mengangguk. Lalu saya kembali bertanya padanya, apa ia sudah kelar belanja lauk di “mall”. Surini mengiyakannya dengan nada yang tersipu malu. “Seperti inilah saya setiap hari. Tidak ke “mall, ya tidak dapat lauk,” katanya malu.

Jika saya perharikan Surini nampak lebih gemuk daripada setahun yang lalu. Menurutnya semenjak ia jatuh sakit, relawan Tzu Chi yang bernama Theresia dengan sabar dan ikhlas membiayai pengobatannya. Alhasil setelah beberapa kali menjalani pengobatan tubuhnya langsung terasa membaik dan berat badannya pun meningkat. “Inilah berkah bertemu dengan relawan. Saya diobati dan diperhatikan,” katanya terkekeh.

foto  foto

Keterangan :

  • Karniti salah satu saudarinya Surini sedang memakan buah jeruk yang ia temukan di tumpukan sampah. Jika mendapatkan makanan yang masih baik, mereka begitu gembira. (kiri).
  • Para warga sedang mengantri beras cinta kasih di SD Dinamika Bantargebang, Bekasi (kanan).

Lalu saat matahari semakin terik, sambil memikul berasnya di atas kepala ia mengajak saya untuk singgah di rumahnya yang baru. Menurutnya penghasilan suaminya sebagai pemulung di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) semakin tidak menentu, makanya ia pindah dari rumah kontrakannya dan tinggal di rumah yang diberikan oleh seorang bos pemulung. Kendati terbebas dari beban sewa rumah, penghasilan Druhamid suaminya tak juga membaik. Alasannya di masa yang semakin sulit ini, jumlah orang yang bekerja sebagai pemulung semakin bertambah. Belum lagi mereka memiliki sembilan orang anak yang masih membutuhkan sokongan. “Sulitnya karena terlalu banyak yang memulung, penghasilan jadi menurun. Belomlagi anak-anak yang suka jajan setiap hari,” keluh Durhamid.

Untuk membeli satu liter beras suaminya Surini sedikitnya harus mendapatkan beberapa kilogram kertas atau plastik daur ulang di antara tumpukan sampah yang menggunung. Dan untuk menghemat pembelian lauk, Surini mencari sisa-sisa makanan di penampungan sampah. Di tempat ini makanan sisa orang-orang berkecukupan, menjadi berkah yang tak boleh terbuang oleh Surini. “Makanan yang kita dapat ini, makanan sisa orang,” kata Surini pilu. Saya jadi ingat pada setahun yang lalu, ketika Surini mengatakan, jika saja orang-orang kota mendonasikan kelebihan makanannya dan tidak membuangnya, mungkin mereka tidak perlu bersimbah peluh, berlepotan kotoran demi sepiring lauk. Sungguh membuat hati menjadi miris. Tapi melihat Sureni bergembira mendapatkan sekarung beras cinta kasih, saya melihat ekspresinya jauh lebih bahagia dari pada saat ia mendapatkan sebongkah jeruk segar dari gunungan sampah. Sambil mencuci potongan-potongan ayam dan sayuran  yang di peroleh dari “mall”, Surini mengungkapkan kalau ia begitu terharu menerima beras ini. Dan beras itu bisa untuk mencukupi kebutuhan makannya selama sebulan.

 

 
 

Artikel Terkait

Kelas Kerajinan Tangan

Kelas Kerajinan Tangan

28 Juni 2012 Setiap hari Sabtu pukul 14.00-16.00 WIB, relawan He Qi Selatan mengadakan kelas kerajinan tangan gratis dan terbuka untuk umum. Pada kelas tersebut, peserta yang hadir diajarkan merajut dan membuat hiasan souvenir dari manik-manik yang dibimbing oleh relawan Tzu Chi sendiri.
Tzu Chi Bandung Bersama POLTEKPAR Menggalang Donor Darah

Tzu Chi Bandung Bersama POLTEKPAR Menggalang Donor Darah

03 April 2023

Relawan Tzu Chi di Bandung mengadakan kegiatan donor yang bekerja sama dengan Politeknik Pariwisata NHI (National Hotel Institute). Kolaburasi ini dalam rangka Diesnatalis Poltelpar NHI ke - 61.

Suara Kasih: Tekad Luhur di Bidang Medis

Suara Kasih: Tekad Luhur di Bidang Medis

20 April 2012 Karena itu, saya kerap berkata membina dokter dan perawat sangatlah penting. Kita harus giat menggarap ladang berkah ini. Semoga setiap orang di misi kesehatan memiliki batin yang murni tanpa noda dan memiliki cinta kasih penuh kesadaran.
Keharmonisan organisasi tercermin dari tutur kata dan perilaku yang lembut dari setiap anggota.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -