Berbagi Budaya dan Cinta Kasih

Jurnalis : Himawan Susanto, Fotografer : Himawan Susanto
 
foto

Walau waktu yang diberikan untuk persiapan materi singkat, para peserta Friendship Camp dari berbagai macam latar belakang ini dapat menampilkan Tarian Pasaman dengan kompak dan sempurna.

Masih di hari Jumat 10 Juli 2009, di petang hari atau mungkin lebih tepatnya malam hari usai berkunjung ke Universitas Indonesia di Depok. Para peserta bergegas ke lantai tiga RSKB Cinta Kasih Tzu Chi untuk makan malam bersama. Jadwal acara yang sedikit berubah karena kemacetan di jalan raya yang semakin padat tiada menyurutkan semangat mereka untuk melanjutkan sesi hari itu. Seperti biasa, dengan khidmat dan penuh perhatian, para peserta didampingi oleh mentor mereka menyantap makanan yang telah dihidangkan oleh para relawan Tzu Chi.

 

Usai makan malam, para peserta lantas menuju lapangan Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi. Walau malam semakin larut dan udara pun cukup dingin, para peserta dengan penuh semangat berdiskusi bersama membicarakan apa yang hendak mereka tampilkan dalam sesi evening celebration. Diterangi sorotan lampu dari atap gedung sekolah, para peserta yang terbagi menjadi beberapa kelompok ini berkreasi dengan cara mereka masing-masing. Ada yang menampilkan shou yu, ada yang membuat drama, dan ada pula yang menarikan tarian daerah. Para mentor yang mendampingi pun kadang tersenyum simpul dan geli mendengar ide-ide yang dilontarkan anggota kelompoknya. Usia para relawan Tzu Chi yang menjadi mentor memang kebanyakan sudah cukup berumur. Makanya, saat melihat tingkah polah peserta kelompok mereka, para mentor ini teringat kembali masa-masa muda mereka.

  Para peserta ini diberikan waktu sekitar 1 jam untuk mempersiapkan diri. Malam yang semakin larut dan padatnya kegiatan sejak pagi hari rupanya tiada mengurangi stamina anak-anak muda ini. Bahkan, terasa semakin malam semakin meningkat stamina yang mereka miliki. Tak lama, George mahasiswa dari Universitas Tzu Chi Taiwan yang menjadi pembawa acara memberitahukan kepada setiap kelompok agar segera berkumpul. “Waktunya sudah habis, sekarang semua kelompok berkumpul di tengah lapangan,” himbaunya melalui sebuah pengeras suara. Namun, apa karena tak terdengar atau karena terlalu asyik memperagakan kreasi seni mereka, panggilan George ini tak dihiraukan oleh seluruh peserta. Mereka tetap asyik dengan kesibukan mereka masing-masing. Rupanya, masing-masing kelompok dengan peserta yang asalnya berlainan ini terlampau asyik dan seru menerapkan kreasi seni mereka.

Himbauan pun terdengar lagi, kali ini sebuah kelompok yang telah selesai berlatih bergegas berbaris di tengah lapangan. George tak mau kalah, ia pun menghimbau sekali lagi. Hasilnya, tinggal dua kelompok saja yang tidak ikut berbaris. Kelompok yang pertama masih berlatih di lantai satu gedung sekolah, sementara kelompok kedua sedang berlatih di pinggir gedung sekolah. George lantas mengajukan saran kepada kelompok yang telah berbaris di tengah lapangan untuk bersama-sama menghitung mundur angka dari 20 ke 1 pertanda meminta kelompok yang belum datang segera berkumpul di lapangan.

foto  foto

Ket : - Diterangi sorot lampu dari Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi, para peserta Friendship Camp berembuk dan
           melatih bersama materi yang akan mereka tampilkan dalam Evening Celebration. (kiri)
         - Lembut, indah, dan bertenaga, itulah sekilas gambaran yang tertangkap saat menyaksikan para mahasiswa
           Universitas Tzu Chi ini mempraktikkan salah satu jurus kungfu yang telah lama mereka latih sebelum pentas
           di Friendship Camp Indonesia. (kanan)

“Ayo kita mulai menghitung!” ajak George. “20..19..18..dst,” ujarnya bersama-sama para peserta. Di kejauhan segera tampak para peserta dari kelompok yang belum bergabung berlarian menuju ke tengah lapangan. Saat hitungan mendekati angka 1, semua kelompok kini telah berbaris rapi. Maka, dipimpin oleh George, mereka pun bersama-sama menuju ke lantai 3 RSKB Cinta Kasih Tzu Chi untuk mengikuti sesi Evening Celebration.

Setibanya mereka di lantai 3 RSKB Cinta Kasih Tzu Chi, tampak di tengah ruangan tujuh mahasiswa dan mahasiswi Universitas Taiwan sedang berdiri membentuk lingkaran. Baju mereka kini dibalut dengan rompi dan aksesoris tradisional Taiwan. Serta merta, pembawa acara pun mengatakan ini adalah salah satu persembahan istimewa dari mahasiswa dan mahasiswi Universitas Tzu Chi untuk teman-teman di Indonesia. Diiringi dentuman musik khas Taiwan, para mahasiswa dan mahasiswi ini bergerak maju ke depan dan belakang. Mahasiswa dan mahasiswi Universitas Tzu Chi yang lain juga mengajak teman-teman di sekeliling mereka untuk menari bersama. Lingkaran kecil pun berputar, sama kini halnya dengan lingkaran besar yang mengelilinginya. Ruangan pun menjadi riuh ramai dengan mereka yang kini bergembira bersama. Para relawan Tzu Chi Indonesia yang hadir pun tak melewatkan kesempatan berharga ini. Mereka ikut menari bersama menikmati lantunan musik tradisional Taiwan. Semua tampak menikmati betul tarian tradisional ini.

Usai pertunjukan dari mahasiswa dan mahasiswi Tzu Chi, para peserta dari UI pun tak kalah kreatifnya. Mereka menampilkan paduan suara dengan menyanyikan beberapa lagu daerah Indonesia. setelah dari UI, penampilan dari empat kelompok pun berlangsung meriah. Gelak tawa, senyum simpul, tubuh yang bergoyang tanpa sadar, mengisyaratkan kegembiraan yang dirasakan para peserta. Teman-teman peserta dari Indonesia pun tak kalah kreatif dan seru dalam menampilkan seni pertunjukan mereka. Mereka lantas menyanyikan lagu poco-poco yang disertai dengan tarian. Mereka juga mengajak para peserta dari Taiwan untuk menari bersama. Walau beberapa dari mereka tampak kesulitan mengikuti gerakan tari poco-poco, namun kegembiraan terpancar di semua wajah.

Sebelum acara malam itu berakhir, sekali lagi para mahasiswa dan mahasiswi dari Universitas Tzu Chi Taiwan menampilkan pertunjukan pamungkas mereka: seni beladiri kungfu China yang dibalut dengan gerak lembut yang biasa dikenal dengan Tai Chi. Dengan penuh kelembutan namun tetap penuh tenaga, dua puluh peserta dari Taiwan dipimpin oleh seorang leader melakukan gerakan Tai Chi. Iringan musik yang mengalun bergerak selaras dengan setiap gerakan yang dilakukan para siswa. Para peserta dari Indonesia pun lantas berdecak kagum melihat indahnya gerakan yang ditampilkan.

Menurut Cedric, seorang staf dari Universitas Tzu Chi Taiwan, para mahasiswa dan mahasiswi ini telah mempersiapkan latihan seni bela diri ini selama satu minggu sebelum datang ke Indonesia. Setiap berlatih, hasilnya selalu didokumentasikan. Jika masih ada kekurangan dapat cepat diketahui. Sehingga di saat sesi latihan berikutnya, kesalahan yang sama tidak terjadi lagi. “Kita pengin menampilkan yang terbaik saat berada di Indonesia,” ujar Cedric dalam bahasa Inggris.

foto  foto

Ket : - Para peserta bercampur baur menjadi satu saat para mahasiswa Universitas Tzu Chi Taiwan menampilkan
           tarian tradisional mereka. Berpegangan, melompat dan bergembira bersama dengan bebas leluasa. (kiri)
         - Belajar kembali ke dalam jati diri dan hakiki dasar manusia, itulah fenomena nyata yang dalam di setiap sesi
           Friendship Camp ini. (kanan)

Riri, seorang mahasiswi UI dari Fakultas Manajemen Rumah Sakit mengatakan sangat bergembira dan bahagia saat mengikuti Friendship Camp ini. “Kita jadi nambah ilmu pengetahuan dari luar. Pertukaran budaya antara Taiwan dan Indonesia,” ungkapnya. Satu yang menarik baginya adalah bagaimana ia diajarkan budaya tata krama baik tentang makan, tidur, dan bertemu dengan orang. “Manner dari luar,” paparnya.

Selama 2 hari bersama mereka, Riri merasakan bahwa budaya para mahasiswa dan mahasiswi dari Universitas Tzu Chi Taiwan ini sangat teratur. “(Mereka) sebagai mahasiswa bener-bener disiplin,” pungkasnya. Dari kamp ini, Riri pun belajar bagaimana sebagai seorang mahasiswa mereka diharuskan untuk disiplin, sopan, dan juga menghargai bumi kita sendiri. Kesadaran Riri muncul tak lain berkat sesi Save Our Earth yang ditampilkan di siang harinya. Isu Global Warming agar kita turut menjaga bumi dan melestarikan yang ada di bumi menjadi penting sifatnya. “Kesulitan bahasa dan kebiasaan aja. Sejauh ini sangat menyenangkan karena bisa nambah teman dari luar,” papar Riri berpendapat.

Seusai acara Evening Celebration, Kate seorang mahasiswi dari Universitas Tzu Chi Taiwan dari Fakultas Sastra Inggris yang baru pertama kali ke Indonesia juga mengatakan jika orang Indonesia sangat ramah, hangat, dan sabar. “Ini adalah sebuah pengalaman baru bagi saya,” tuturnya dalam bahasa Inggris.  

Ia juga bertutur bahwa mahasiswa Indonesia sangat kompak satu dengan lainnya. “Mereka sangat baik dan bersahabat dengan kami yang dari Taiwan. Kesulitannya hanya di bahasa saja. Kadang (kita) tidak tahu bagaimana mengekspresikan apa yang ingin diucapkan,”tandasnya. “Bagaimana dengan Evening Celebration malam ini?” tanya saya. “Celebration? Very Happy and I love it. Different Dance and Culture!” ujarnya mengakhiri wawancara.

 

Artikel Terkait

Suara Kasih: Mensosialisasikan Vegetarian

Suara Kasih: Mensosialisasikan Vegetarian

12 Agustus 2011
Badai tropis berkekuatan ringan telah mengakibatkan kerusakan yang parah. Karena itu, kita harus senantiasa meningkatkan kewaspadaan. Kondisi iklim yang ekstrem mendatangkan banyak bencana di dunia.
Rasa Kekeluargaan di  Tzu Chi

Rasa Kekeluargaan di Tzu Chi

12 Juli 2023

Relawan Tzu Chi Medan di komunitas He Qi Cemara kembali menggelar gathering anak asuh, yakni penerima bantuan pendidikan Tzu Chi. Sebanyak 150 anak dari usia 6-18 tahun hadir dalam acara ini.

Bukit Plastik Menjadi Bukit Intan

Bukit Plastik Menjadi Bukit Intan

20 September 2017

Teriknya matahari tak menghalangi semangat para relawan mengumpulkan botol plastik dari satu rumah ke rumah lainnya di pondok-pondok warga. Tidak sampai di sini saja, setelah plastik terkumpul, relawan langsung memilah dan membersihkan botol-botol itu bersama-sama.

Seulas senyuman mampu menenteramkan hati yang cemas.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -