Berbaktilah Selagi Bisa

Jurnalis : Himawan Susanto, Fotografer : Himawan Susanto
 
foto

Saat kecil, mereka yang digendong dan dibesarkan oleh ibunda tercinta, kini mereka yang menggendong dan menjaga ibunda tercinta. Kasih itu akan tetap ada hingga kapan pun.

Isak tangis bahagia, haru dan sedih menyeruak di Jing Si Books and Café, Pluit, Jakarta. Petang itu, 4 Mei 2008, 36 pasang ibu-anak mengikuti peringatan Hari Ibu Internasional yang akan jatuh pada tanggal 11 Mei mendatang. Isak tangis bahagia terasa bagi mereka yang masih bisa berbagi kebahagiaan bersama dengan ibu tercinta, namun isak tangis sedih serta duka juga terasa di hati mereka yang sore itu teringat betapa besar jasa dan budi seorang ibu yang kini tak lagi dapat bersua.

Di barisan belakang, puluhan pasang mata turut menyaksikan peringatan Hari Ibu Internasional ini. Mata yang berkaca-kaca penuh dengan kegundahan yang terpendam terpancar jelas di setiap wajah yang menyaksikan acara ini.

Dalam diam dan kesunyian, mereka dengan khidmat menyaksikan acara penuh makna ini. Peringatan Hari Ibu Internasional ini dibuka dengan penyajian tata cara merangkai bunga dan upacara minum teh yang diperagakan oleh 2 relawan Tzu Chi. Relawan Tzu Chi juga menampilkan pertunjukan isyarat tangan kepada para hadirin.

”Mama selalu mendidik kami dengan penuh kasih sayang, sampe sekarang saya masih teringat dengan kasih sayangnya yang tak’kan pernah dapat tergantikan,” tutur Marlinda, seorang relawan Tzu Chi saat memberikan sharing. Sore itu, Marlinda menangis sedih saat mengenang saat-saat ia kehilangan mama tercinta. Saat itu mamanya yang mengidap penyakit darah tinggi terjatuh, namun saat akan dibawa ke rumah sakit, ia menjawab tak apa-apa. Setelah dipaksa, di sore harinya, Marlinda dan beberapa saudaranya membawa mama tercinta berobat ke dokter. Saat itu, dokter mengatakan tensi mamanya sangat tinggi. Setelah diberi obat, ia diminta untuk kembali esok hari. Sayangnya, saat mereka kembali, sang dokter ternyata praktek di tempat lain. Akhirnya mereka pun berobat ke dokter lain. Saat itu mama Marlinda sudah merasa pusing. Setelah berobat mereka pun kembali ke rumah. Di rumah, mama Marlinda istirahat dengan tenang. Anak-anaknya pun berpikir mungkin memang sedang istirahat. Namun, keesokan paginya saat dibangunkan, mama Marlinda sudah tak sadar lagi.

foto  foto

Ket : - Dengan penuh hormat dan kasih, relawan Tzu Chi memberikan teh kepada ibunda tercinta yang selama ini
           membesarkan dan menjaga mereka. (kiri)
         - Air mata pun berderai di mata setiap anak dan ibu yang hadir dalam peringatan Hari Ibu Internasional.
           Air mata bahagia karena mereka beruntung masih dapat berbagi bersama. (kanan)

Anak-anaknya pun segera membawanya ke rumah sakit. Di sana, oleh dokter, ia dirawat di kamar biasa, bukan di ruang ICU. Di hari keempat, mama Marlinda pun sadar. Satu yang langsung ditanyakannya adalah darimana biaya rumah sakit yang mahal ini. Dalam kondisi sakit, mama Marlinda tetap memikirkan nasib anak-anaknya yang harus menanggung biaya rumah sakit yang cukup besar untuknya. Kakak Marlinda pun menenangkan sang mama, “Mama tak usah memikirkan biaya perawatan. Yang terpenting sekarang adalah Mama bisa segera sembuh.” Marlinda menyahut, ”Ini ga seberapa.” Tak lama sadar, sang mama pun kembali koma. Saat itu, kakak Marlinda segera mencari dokter yang pertama kali menangani sang mama. Dokter mengatakan ia tak bisa menangani sang mama karena berbeda rumah sakit. Kakak Marlinda pun berinisiatif memindahkan sang mama ke rumah sakit di dokter. Namun, tak mudah bagi mereka karena rumah sakit yang merawat sang mama mengatakan tak akan bertanggung jawab jika terjadi sesuatu. Setelah menandatangani surat perjanjian, sang mama pun dipindahkan ke rumah sakit lain.

Di sana, sang mama Marlinda langsung dimasukkan ke dalam ruang ICU selama 6 hari. Di hari terakhir, dokter mengatakan bahwa sulit untuk menolong sang mama karena penyakitnya sudah komplikasi. Namun, ia tetap memberi harapan bahwa sang mama akan segera sembuh. ”Dokter itu masih mengatakan Mama bisa sembuh padahal kenyataannya berbeda,” sesal Marlinda.

foto  foto

Ket : - Bunga indah ini untuk mama. Bunga memang bisa layu namun cinta kasih dan kasih sayang tak'kan hilang
           di dalam setiap waktu.(kiri)
         - Bunga sebagai tanda kasih dan cinta diberikan kepada ibunda tercinta dengan hati penuh ketulusan
           dan kasih sayang. (kanan)

”Sejak Mama koma, tak sedetik pun kita dapat berbicara dengannya,” isak Marlinda sedih. Meski begitu, mulianya seorang mama sangat berarti. Apalagi jika kita masih memiliki orangtua di dunia ini. cinta kasih orangtua tak akan pernah dapat tergantikan oleh siapapun. ”Berbaktilah kepada orangtua kita karena saya sudah ga bisa,” anjur Marlinda kepada para hadirin.

Isak tangis kembali tumpah pada saat ibunda tercinta menerima teh yang diberikan oleh anak-anak mereka sore itu. Tatapan penuh arti itu tertangkap jelas di mata mereka. Peluk cium, pegangan tangan yang erat, dan senyum penuh bahagia terpancar jelas menyeruak di setiap relung hati mereka. ”Saya ingin berbakti kepada orangtua khususnya mama. Ingin agar mama dapat lebih aktif di Tzu Chi lebih dalam,” tutur Like Hermansyah yang datang bersama mama tercinta sore itu. Saat itu, Like teringat dengan semua perbuatan salahnya di masa lalu dan bertekad memperbaikinya di masa mendatang.

foto  

Ket : - Meski Oey Hoey Leng dan Marlinda tak lagi bisa bersua dengan ibunda tercinta, namun di Tzu Chi mereka tetap dapat berbagi perasaan dan kenangan indah cerita ibunda tercinta masing-masing. Saling berbagi dan bercerita akan hari-hari yang penuh dengan kenangan. (atas)

Hadirin juga turut menyaksikan ceramah dari Master Cheng Yen yang bercerita tentang betapa besarnya kasih ibu kepada anak-anak. Dengan penuh susah payah dan semangat juang, ibu menjadi pemimpin yang menunjukkan jalan bagi anak dalam mengarungi kehidupan. Di tengah kehidupan yang semakin modern dan berkembang, kehadiran mama jelas penuh arti dan makna, karena dari mama lah kita ada dan dilahirkan. Berbaktilah selagi bisa, karena kesempatan tak pernah datang dua kali!

 

Artikel Terkait

Kehangatan Keluarga dalam Dharma

Kehangatan Keluarga dalam Dharma

09 Februari 2017
Senin, 6 Februari 2017, Jingsi Book Cafe Medan mengadakan Acara Malam Keakraban Imlek bersama relawan yang selama ini mengikuti kegiatan Xun Fa Xiang (menghirup keharumnya Dharma di pagi hari) dan bedah buku yang dilaksanakan di Jingsi Book & Café, Medan, Komplek Jati Juntion Medan.
Pendampingan Ke-2 Pasien Baksos Degeneratif

Pendampingan Ke-2 Pasien Baksos Degeneratif

25 April 2017

Minggu, 23 April 2017, Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia  mengadakan Baksos follow up ke-2 di Sekolah Al Mutaqien, Kapuk Muara, Jakarta Utara. Kegiatan ini diikuti oleh 91 pasien degeneratif.

Belajar dari Gan En Hu

Belajar dari Gan En Hu

17 Maret 2011
Minggu 6 Maret 2011, perasaan sukacita akan bertemu dengan para saudara se-Dharma, kebahagiaan akan melangkah mengikuti jejak langkah Master Cheng Yen di jalan Bodhisatwa, perasaan gembira akan bertemu dengan Gan En Hu, dan berbagai perasaan bercampur jadi satu, membuat hari itu terasa istimewa.
Dalam berhubungan dengan sesama hendaknya melepas ego, berjiwa besar, bersikap santun, saling mengalah, dan saling mengasihi.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -