Berdirinya Tonggak Tzu Chi di Lampung

Jurnalis : Sutar Soemithra, Fotografer : Sutar Soemithra
 
foto

Mansjur Tandiono mewakili pimpinan Yayasan Buddha Tzu Chi didampingi Soetopo menggunting pita sebagai tanda bergabungnya Lampung menjadi Kantor Penghubung Tzu Chi secara resmi.

Cinta kasih Tzu Chi telah lama mekar di Lampung, tepatnya sejak tahun 2002, kini akhirnya Tzu Chi secara resmi berdiri di Lampung. Tanggal 24 Mei 2008, Lampung menjadi kantor penghubung Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia yang kedelapan setelah Makassar, Surabaya, Medan, Bandung, Tangerang, Batam, dan Pekanbaru.

Jejak Tzu Chi terukir di Lampung pada Februari 2002. Ketika itu Suster Hilda bersama Liana, Ahim dan Nurhayati mengantar 50 orang kurang mampu dari Lampung mengikuti bakti sosial kesehatan di Jakarta yang diadakan oleh Tzu Chi. Ketika itu mereka ditemani oleh Lidiana, relawan Tzu Chi asal Jakarta.

Mereka pergi berombongan menggunakan 2 buah bus. Kejadian serupa kemudian berulang dan orang yang dibantu berasal dari seluruh wilayah Lampung. Bahkan, pada Januari 2007 lalu, Tzu Chi Jakarta mengadakan bakti sosial kesehatan di Lampung bekerja sama dengan RS Bhayangkara. Melalui kegiatan-kegiatan inilah benih-benih jodoh Tzu Chi dengan Lampung terus terpelihara hingga memunculkan ide untuk mendirikan kantor penghubung Tzu Chi di Lampung.

Suster Hilda awalnya bertugas di Gereja Santo Andreas Jakarta. Ia berkenalan dengan salah seorang relawan Tzu Chi, Virginia Kusuma. Lantas Suster Hilda berpindah tugas ke Lampung, namun komunikasinya dengan Virginia tetap terpelihara. Virginia kemudian menanyakan apakah ada orang kurang mampu di Lampung yang memerlukan bantuan pengobatan. Maka, Suster Hilda pun segera menghubungi Liana yang kemudian mengumpulkan orang-orang yang membutuhkan bantuan pengobatan tersebut hingga ke kampung-kampung. Dengan menempuh perjalanan darat dan melintasi laut selama sekitar 6 jam, mereka menuju Jakarta untuk melepaskan belenggu penyakit yang selama ini mereka rasakan.

Suster Hilda kini tidak lagi banyak terlibat dalam aktivitas Tzu Chi di Lampung karena telah diteruskan oleh relawan yang jumlahnya terus bertambah.

foto  foto

Ket : - Umur yang telah lanjut dan tubuh yang mulai gemetar dilanda penyakit tua tidak menyurutkan semangat
           Soetopo memimpin Tzu Chi Lampung. (kiri)
         - Mansjur Tandiono menyerahkan potongan tumpeng kepada Soetopo sebagai simbol bahwa Lampung telah
           siap menjadi keluarga besar Tzu Chi. (kanan)

Tetap Berkarya Sampai Tua
Kantor Penghubung Lampung menempati sebuah ruko 3 lantai di Jalan Ikan Mas 16/20, Bandar Lampung. Kantor tersebut hanya bersifat sementara sambil menunggu tersedianya kantor yang lebih representatif. Ruko tersebut dipinjamkan oleh Soetopo yang pada hari itu dilantik menjadi Ketua Kantor Penghubung Lampung. Bersama Mansjur Tandiono (relawan Tzu Chi dari Jakarta), Soetopo menarik selubung kain berwarna merah yang menutupi papan nama sebagai simbol peresmian, serta memotong pita peresmian. Sebelum acara peresmian, 43 relawan asal Lampung mengikuti pelatihan relawan yunior pertama di Hotel Grande, Bandar Lampung.

Usia Soetopo tidak lagi muda, 63 tahun, namun semangatnya tetap menyala. Tubuhnya yang sering gemetar pertanda mulai digerogoti penyakit usia lanjut, tidak menyurutkan langkahnya. Malah menurut Rike, relawan Tzu Chi asal Lampung yang sering mengurus pasien baksos kesehatan di Jakarta, usia Soetopo makin tua justru jiwa sosialnya makin bertambah.

Soetopo selama ini dikenal sebagai pengusaha perkebunan dan pimpinan Perkumpulan Sosial Dharma Bhakti. Perkumpulan tersebut telah berumur lebih dari 100 tahun yang mengelola rumah duka dan ruang resepsi perkawinan. Jadi, bidang sosial bukanlah hal asing baginya. “Dimulai dari yang kecil ini, kita dapat mengembangkan kegiatan yang telah dirintis setahap demi setahap semoga akan penuh sesak oleh aktivitas 4 misi utama 8 jejak langkah Tzu Chi,” harap Soetopo terhadap Tzu Chi Lampung.

Umur yang telah lanjut juga tidak menghambat Ken Haryanto yang telah berusia 65 tahun. Untuk mengikuti acara hari itu, ia harus menempuh perjalanan selama 2 jam menggunakan mobil karena ia berasal dari Lampung Timur. Untung saja ia ditemani oleh sopir pribadinya. Kondisi fisiknya juga sudah tidak terlalu bagus karena jalannya sudah agak tertatih akibat stroke yang pernah diidapnya. “Saya memiliki (penyakit) jantung dan stroke. Sejak ikut Tzu Chi, kesehatan saya bertambah (baik),” ungkap Ken Haryanto. Ia aktif di Tzu Chi sejak tahun 2006, paling sering menemani pasien asal Lampung mengikuti baksos kesehatan di Jakarta.

foto  foto

Ket : - Sebanyak 43 relawan Lampung mengikuti pelatihan relawan yunior pertama sebelum peresmian Kantor
           Penghubung Lampung.(kiri)
         - Di usianya yang telah lanjut, Ken Hariyanto justru bertambah sehat karena aktif di Tzu Chi. (kanan)

Wujud Konkret Cinta Kasih
Berdirinya Tzu Chi di Lampung memang tidak bisa dilepaskan dari keikutsertaan warga Lampung dalam baksos kesehatan Tzu Chi di Jakarta. Selain menjadikan Tzu Chi diterima dan dikenal luas masyarakat Lampung, hal itu juga menarik minat orang untuk bergabung menjadi relawan. Tzu Chi diterima dengan baik di Lampung karena banyak warga Lampung yang kebetulan merupakan penganut agama Buddha. Selama ini mereka banyak mendapatkan ajaran tentang cinta kasih dan berbuat kebajikan melalui vihara-vihara sehingga tidak asing dengan filosofi Tzu Chi. Kehadiran Tzu Chi malah menjadi tempat yang ideal bagi mereka untuk mempraktikkan ajaran-ajaran tersebut. “Di vihara diajarkan cinta kasih (metta) dan Bodhisattva, Tzu Chi adalah perwujudan konkret dari cinta kasih, menolong sesama manusia,” ujar Djohan Wangsa, salah satu relawan Tzu Chi asal Lampung beberapa waktu lalu ketika berkunjung ke kantor pusat Tzu Chi di Jakarta. “Beberapa pengusaha dan yayasan tergugah setelah melihat Buddha Tzu Chi tidak memandang agama, lintas agama, suku, dan ras,” tambah Soetopo.

Namun bukan hanya umat Buddha yang aktif dalam aktivitas Tzu Chi di Lampung. Rike adalah salah satunya yang merupakan penganut Katolik. Pada tahun 2004, ia berhenti bekerja sebagai karyawan sebuah apotek. Lantas ia mencari-cari kegiatan positif untuk mengisi waktu luangnya. Ia diajak mengikuti kegiatan Tzu Chi oleh Asih, sahabatnya, yang telah terlebih dahulu menjadi relawan Tzu Chi. Ternyata ia merasa nyaman mengikuti aktivitas Tzu Chi dan terus berlanjut hingga saat ini. Sekarang ia telah 26 kali menemani warga Lampung mengikuti baksos kesehatan Tzu Chi di Jakarta.

foto  

Ket : - Selubung merah yang menutupi papan nama ditarik seakan menunjukkan bahwa Lampung terbuka lebar
           bagi kegiatan kemanusiaan Tzu Chi.

Rike telah memasuki hampir semua kampung di wilayah Lampung untuk mencari orang kurang mampu untuk mendapatkan bantuan pengobatan. “Kendala sih banyak, tapi aku lihat sisi positifnya,” tuturnya. Penyakit maagnya sering kambuh karena jam makannya tidak teratur akibat sering kesulitan mendapatkan makanan ketika sedang survei. “Kena maag sudah lama, tapi sejak ikut Tzu Chi jarang sakit. Dulu (pernah) sakit sampai operasi,” kata Rike. Kehidupan keluarganya pun semakin bahagia karena rasa sayang suami dan anak-anaknya makin bertambah besar.

 

Artikel Terkait

100 Paket Beras untuk Warga Kampung Beting Remaja

100 Paket Beras untuk Warga Kampung Beting Remaja

23 Maret 2021

Pembagian 1 juta paket beras dan masker untuk wilayah Jadetabek terus berlanjut. Kali ini relawan Tzu Chi membagikan kupon 100 paket beras untuk wilayah Kampung Beting Remaja, Kelurahan Tugu Utara, Kecamatan Koja, Jakarta Utara

Inspirasi Belajar Melalui Pelestarian Lingkungan

Inspirasi Belajar Melalui Pelestarian Lingkungan

23 April 2019

Relawan Tzu Chi di komunitas Hu Ai Medan Selatan mengadakan sosialisasi Misi Pelestarian Lingkungan sekaligus Peresmian Titik Kumpul Barang Daur Ulang Tzu Chi di Singapore International School (SIS), Minggu 14 April 2019.

Sikap mulia yang paling sulit ditemukan pada seseorang adalah kesediaan memikul semua tanggung jawab dengan kekuatan yang ada.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -