Bergandengan Tangan Dalam Misi Kemanusiaan
Jurnalis : Khusnul Khotimah , Fotografer : Anand YahyaRelawan
Tzu Chi bersama The
United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) dan LSM Church World Service (CWS) mengadakan pengobatan
gratis bagi pengungsi. Di luar pagar kantor, relawan membagikan makanan ringan
kepada pengungsi dan anak-anak yang menunggu antrian.
Tak sulit bagi kita memahami betapa tidak enaknya hidup di dalam pengungsian, apalagi harus mengungsi di negara lain. Konflik, perang dan pelanggaran hak asasi manusia yang berkepanjangan memaksa puluhan ribu orang lari dari negaranya untuk mencari perlindungan internasional. Meski bisa keluar dari negaranya, mereka sesungguhnya telah tercerabut dari kehidupan sosialnya, kehilangan harta benda, pekerjaan, bahkan terpisah dari keluarga. Belum lagi perjalanan untuk sampai ke negara tujuan juga tak mudah. Sampai di negara yang dituju, harus menunggu dalam jangka waktu lama untuk mendapatkan status baik pengungsi ataupun pencari suaka.
Akibat Konflik Berkepanjangan
Ahmad (16 tahun) dan ayahnya Mohsen (70 tahun) sudah tiga tahun ini mengungsi di Indonesia dan mendapatkan perlindungan dari United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR, organisasi di bawah naungan PBB yang mengurusi masalah pengungsi -red) dan LSM Church World Service (CWS) di Jakarta. Mereka lari ke Indonesia karena negaranya Somalia dilanda konflik yang berkepanjangan. “Saya pilih Indonesia karena memang orangnya baik dan negaranya aman. Ke manapun merasa aman. Yang saya tidak dapatkan di negara saya, saya dapatkan di Indonesia,“ ungkap Ahmad di markas CWS usai mengambil dana bantuan dari UNHCR pada Rabu, 1 Juni 2016.
Setiap tanggal 1 dan 2, sebanyak 340 pengungsi datang ke markas CWS yang berada di kawasan Guntur, Manggarai, Jakarta Selatan untuk mengambil dana bantuan hidup. Rata-rata mereka mendapat santunan sekitar Rp 1,3 juta (Satu Juta Tiga Ratus Ribu Rupiah). Jumlah itu memang belum cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari para pengungsi. Karena itu UNHCR dan CWS berupaya mencari bantuan tambahan dari organisasi lainnya untuk kehidupan yang lebih baik bagi para pengungsi.
Para pengungsi berasal dari banyak negara seperti Myanmar, Afganistan, Pakistan, Suriah, Ethiophia dan Somalia. Mereka sendiri tidak bisa tinggal selamanya di Indonesia karena Pemerintah Indonesia hanya mengizinkan mereka tinggal untuk sementara saja. Pencarian suaka mereka saat ini sedang diproses oleh UNHCR.
Tim kesehatan Tzu Chi melayani para pengungsi dengan sabar walaupun terkendala bahasa.
Meringankan Beban Para Pengungsi
Awal Mei 2016 lalu, pihak UNHCR menghubungi Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia untuk mengajukan bantuan bagi para pengungsi. Tzu Chi menyambut baik kerjasama ini dan memutuskan untuk memulai dengan memberikan bantuan pengobatan terlebih dulu. Karena itu disepakatilah kegiatan pengobatan gratis di markas CWS di Jalan Sumbing, Guntur, Jakarta Selatan pada tanggal 1 dan 2 Juni ini yang bertepatan dengan hari para pengungsi mengambil dana bantuan hidup sehari-hari dari UNHCR.
Antusiasme para pengungsi mengikuti pengobatan gratis begitu besar. Bahkan beberapa dari mereka diminta kembali lagi pada hari kedua karena waktu pengobatan telah usai dan para dokter harus kembali melakukan praktik di rumah sakit.
Sebanyak 21 relawan Tzu Chi sibuk dalam kegiatan bakti sosial kesehatan ini. Delapan orang diantaranya adalah petugas medis yang berasal dari Rumah Sakit Khusus Bedah (RSKB) Cinta Kasih Tzu Chi dan dari Tzu Chi International Medical Association (TIMA) Indonesia.
Menurut dr. Andre Prawira Putra, salah seorang Tim Medis Tzu Chi, sakit yang paling banyak dikeluhkan para pengungsi adalah penyakit kronis seperti darah tinggi, diabetes, dan jatung. Sementara anak-anak umumnya mereka mengeluhkan batuk, pilek, dan alergi. Seperti alergi debu dan alergi dingin. Bagi dr. Andre, bakti sosial kesehatan ini sedikit menantang namun sangat berkesan. “Kegiatan ini merupakan pengalaman yang menarik. Karena memang kalau ke orang yang tidak bisa bahasa kita, tentunya kita perlu orang yang menerjemahkan. Jadi jangan sampai kita salah persepsi sakitnya mereka apa. Dan juga kan dokter juga bukan hanya meresepkan obat, tapi juga memberikan edukasi kira-kira apa yang tepat. Misalnya darah tinggi. Tak cuma minum obat, tapi pola makan juga harus diubah, Aktivitas fisiknya juga harus diubah. Itu tantangannya untuk mengkomunikasikannya ke mereka,“ jelasnya.
Selain memberikan pengobatan, Tim Medis Tzu Chi juga memberikan rujukan bagi beberapa pengungsi untuk berobat ke dokter spesialis, misalnya dokter spesialis penyakit dalam dan spesialis penyakit kulit.
Syed Noor (35), pengungsi dari Myanmar menjelaskan alergi yang dialami anaknya.
Syed Noor (35), pengungsi dari Myanmar menggandeng putranya Imran yang berusia empat tahun keluar dari ruangan pengambilan obat dengan wajah berbinar. Tangannya menggenggam kantong plastik sedang yang berisi obat alergi untuk anaknya dan obat bagi tangannya yang sangat sensitif terhadap deterjen.
“Kita dapat obat alergi buat saya dan anak saya. Kata dokter makanan harus dijaga, tidak boleh telur, udang. Ini sudah dapat obat, senang hati saya. Ini saya langsung pulang bersama anak saya ke Depok naik bus dan lanjut kereta, “ kata Syed dengan senyum lebar. Syed Noor dan beberapa pengungsi lainnya tinggal di rumah di kawasan Depok yang difasilitasi UNHCR.
Ahmad dan ayahnya, Mochsin juga keluar dari ruang pengambilan obat dengan perasaan senang. Maklum saja bakti sosial kesehatan ini memang yang pertama kalinya. Mochsin yang tak kuat berjalan jauh ini melakukan pemeriksaan darah dan gula darah. “Semua orang senyum dan berbaik hati dengan Papa saya. Papa berterima kasih banyak. Sudah dikasi obat, senang sekali. Ini papa dapat obat jantung dan diabetes,“ kata Ahmad.
Mochsen yang hanya bisa berbicara bahasa Arab sempat kesulitan mengucapkan “Tzu Chi” karena baru pertama kali mendengar dan bertemu dengan para relawan Tzu Chi. Ahmad yang sudah lancar berbahasa Indonesia kemudian mengajari ayahnya mengucapkan “Tzu Chi”. Dengan mata yang berbinar dia mengucapkan, “Syukron katsir Tzu Chi”, yang berarti terima kasih banyak Tzu Chi.
Relawan Tzu Chi memberi perhatian kepada pengungsi yang menunggu di luar.
Perwakilan dari relawan Tzu Chi, Hemming Suriyanto turut bahagia dengan antusiasme para pengungsi yang daftar berobat. Karena itu di hari kedua, relawan Tzu Chi akan memulai kegiatan lebih pagi agar semua pengungsi yang datang bisa mendapatkan pengobatan. “Sebenarnya dari jauh hari, saya sudah koordinasi dengan CWS menanyakan jumlah pasien berapa banyak. Karena mereka bilang sekitar 40, jadi persiapan kita tidak terlalu besar. Tapi kita akan menambahkan lagi semuanya di hari berikutnya,“ kata Hemming.
Selain membawa obat-obatan, relawan Tzu Chi juga membawa biskuit, makanan ringan, dan air mineral yang dibagikan kepada para pengungsi saat menunggu antrian masuk ruang pemeriksaan kesehatan. Karena itu meski terdapat puluhan Balita, suasana tetap tenang, dan anak-anak pun menikmati makanan ringan yang tersedia.
Heming (4 dari kanan) sedang berkoordinasi dengan tim dari UNHCR sebelum mengadakan baksos pengobatan umum. Koordinasi meliputi jumlah pasien, jenis penyakit, lokasi baksos dan jenis bantuan lainnya yang di butuhkan.
Bagi CWS, pengobatan gratis bagi pengungsi ini memang yang pertama kalinya dan akan dijadikan pilot program atau program percontohan. Manajer program CWS, Andi Juanda mengatakan para pengungsi biasanya berobat sendiri, misalnya ke Puskesmas atau rumah sakit terdekat di mana mereka ditampung. “Kalau mereka tidak punya uang, mereka kita bantu. Tapi kemampuan kita untuk membantu juga terbatas. Jadi kami sangat terbantu sekali dengan adanya baksos kesehatan ini, “ ujar Andi.
Artikel Terkait
Home of Arzu: Secercah Harapan Bagi Pencari Suaka di Jakarta
29 Mei 2017“Saya terpisah dari orangtua dan saudara saya. Betapa saya merindukan ibu saya saat ini,” ungkap Bismillah Joia (14) yang kini tercatat sebagai pengungsi di Indonesia. Joia tidak sendiri. Ia bersama delapan temannya terpaksa meninggalkan tanah kelahiran mereka di Afganistan.
Perhatian untuk Para Pengungsi di Sentani
27 Maret 2019Di hari ketiga (24/3), relawan Tzu Chi masih terus berkeliling di posko-posko pengungsian untuk melakukan survei dan pemberian bantuan. Di Posko Pokem relawan medis Tzu Chi ikut memberikan pelayanan kesehatan.