Berita Internasional: Bantuan Beras bagi Warga di Tondo, Manila
Jurnalis : Jamaica Digo (Tzu Chi Filipina), Fotografer : Jamaica Digo (Tzu Chi Filipina)
Melalui bahasa isyarat, penerima beras dari warga Barangay 105 di Tondo, Manila, Filipina, berterima kasih kepada Tzu Chi, Sabtu 4 Maret 2017.
Clarissa Galupo menaruh sebuah ember tua di samping pintu rumah mereka untuk menadah air hujan yang terus mengalir melalui celah-celah tembok dan plafon yang hanya ditutupi oleh plastik. Anak bungsunya bermain sambil bertelanjang kaki di sekitar rumah mereka yang kosong di dekat jalan raya yang sibuk di Barangay 105 Tondo, Manila, Filipina.
Clarissa, yang berusia 26 tahun ini mengatakan, ia hanya ingin memiliki rumah yang bisa disebut sebagai rumah. Bukan rumah yang atapnya bocor. Tak perlu besar, ia hanya ingin tempat di mana mereka dapat tinggal secara permanen, di mana tidak ada orang yang akan mengusir mereka ketika mereka tidak bisa membayar sewa. Tidak peduli bila rumahnya dibuat dari kayu lapis, atau terletak di tempat yang paling miskin di Metro Manila, seperti ia sekarang ini berada.
Sepanjang hidupnya, Clarissa hidup dalam kemiskinan. Ia tumbuh dalam sebuah pemukiman di tempat pembuangan sampah yang bernama “Smokey Mountain” bersama keluarganya yang mendapatkan nafkahnya sebagai pemulung sampah. Sekarang, ia merupakan ibu dari lima anak. Kehidupan anak-anaknya tidak jauh berbeda dari apa yang ia telah alami.
Clarissa menerima 20 kilo beras dari relawan Tzu Chi.
Seperti orang tuanya, Clarissa dan suaminya membesarkan anak-anaknya dengan memulung. Suaminya mengendarai becaknya keliling jalan Manila sepanjang hari untuk mengumpulkan sampah. Clarissa membantu suaminya menyortir, dan lalu dijual ke toko barang tua. Kalau sedang beruntung, mereka mendapatkan 200 Peso, nyaris cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
“Kemiskinan warga-warga di sini di luar imajinasi. Tapi kami tidak bisa berbuat apa-apa. Terkadang saya menerima pekerjaan mencuci pakaian karena gajinya suami saya tidak cukup. Jika saya tidak melakukan apa-apa, pendapatan suami saya tidak akan membawa kami ke mana-mana”, ujar Clarissa.
Akan tetapi, meskipun dengan usaha pasangan suami-istri ini, mereka tetap tidak bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari. Empat dari anaknya masih sekolah, dan makanan seringkali jarang ditemukan.
“Terkadang kami tidak bisa makan karena harus menunggu suami kembali ke rumah agar kami dapat menjual sampah-sampah yang ia kumpulkan,” kata Clarissa.
Keluarga tersebut juga membeli seliter beras dengan harga 43 Peso setiap hari dan dimakan bersama. Pada Sabtu 4 Maret 2017, berkah tiba-tiba mendatangi keluarga Clarissa. Relawan Tzu Chi membawakan mereka sekarung beras sebanyak 20 kilo yang dibawa dari Taiwan. Untuk beberapa hari kemudian, anak-anak Clarissa berkecukupan gizi.
Pembagian beras ini digelar di lapangan tertutup di Barangay dan memberkahi 545 keluarga dari komunitas Helping Land, Happyland, dan Aroma di Barangray 105.
Relawan Tzu Chi juga berkunjung ke rumah Gemma Laurente.
Keluarga Gemma Laurente (45) juga menerima beras. Keluarga Laurente beranggotakan 14 orang. Hanya satu dari 12 anaknya yang sekolah. Gemma mengatakan, suaminya adalah satu-satunya yang bekerja bagi keluarganya. Sama seperti warga lainnya, suaminya adalah pemulung.
“Suami saya bekerja tiap hari untuk memberikan makan kepada anak-anak kami. Ia mendapatkan 100 Peso setiap hari. Dan saya mencukupkannya untuk kebutuhan kami. Saya membeli sekilo beras, tapi tidak membeli bahan makanan lain. Karena jika kami harus beli, maka gaji suami saya tidak akan cukup dan kami tidak dapat membeli air,” kata Gemma.
Sebagai gantinya, keluarganya terpaksa memakan sisa makanan. “Kami mengumpulkan ikan dan daging dari orang-orang kaya, dan memanasi kembali. Itulah apa yang kita makan,” tambah Gemma.
Gemma merasa sangat bahagia mendapatkan bantuan beras.
Karena tidak semua orang punya sambungan air di komunitas ini, yang mempunyai akses air kemudian menjual air kepada para tetangga dengan harga 5 Peso setiap gelas.
“Kehidupan di sini sangat sulit tapi kami tidak bisa kemana-mana. Kami terkurung di sini. Saya merasa bersyukur ada bantuan nasi dari Tzu Chi. Kami tidak perlu khawatir lagi karena kami punya beras sekarang,” sambungnya.
Meski susahnya menyediakan makanan bagi anak-anak mereka teringankan untuk beberapa hari, perjuangan untuk bertahan hidup terus berlanjut bagi para penduduk Barangay 105.
Penerjemah: Ricky Satria Gunawan