Satu-satunya kamar mandi di rumah penerima bantuan Tzu Chi ini terletak di luar ruangan. Kamar mandi sebagian rusak dan tak aman untuk digunakan karena angin telah memutuskan kabel listrik yang mengalir ke sana. Relawan Tzu Chi di Taichung memindahkan tanaman buah naga yang melilit tiang listrik terdekat dan memasang kembali kamar mandi sehingga aman digunakan.
Selama lebih dari setengah abad, Tzu Chi memperbaiki rumah orang-orang yang membutuhkan dan Lansia agar lebih aman. Karena populasi penduduk Lansia di Taiwan bertambah dengan cepat, begitu pula pada banyak rumah. Maka penting untuk membuat rumah orang-orang lebih aman dari roboh atau kecelakaan lainnya.
*****
Ada sebuah taman kecil di gang yang tenang di Distrik Da’an Taipei yang sering dikunjungi banyak Lansia di lingkungan itu. Mereka datang untuk duduk, istirahat, mengobrol, dan menikmati hangatnya matahari. Namun pemandangan kontras terlihat dekat taman itu, terdapat deretan rumah besi berlantai dua yang kumuh. Tempat tinggal yang kumuh itu tak termasuk dalam lingkungan bangunan tinggi modern di sana.
Pak Bao tinggal di salah satu rumah besi. Ia penyandang tunagrahita dan tinggal sendiri sejak ibunya meninggal. Ia menerima subsidi bulanan dari pemerintah untuk keluarga berpenghasilan rendah. Relawan Tzu Chi pertama kali mengunjungi rumahnya tahun 2006 atas permintaan kepala desa untuk memperbaiki kasa jendelanya. Mereka kembali di tahun berikutnya setelah topan Krosa merusak atap, pintu masuk, dan kaca jendela. Relawan memperbaiki dan memasangnya kembali.
Rumah di deretan tempat tinggalnya dipisahkan oleh tembok beton tipis. Bao menempati unit ketiga dari ujung. Barangbarang tertumpuk rapi di sekitar pintu masuk, lorong depan juga cukup bersih, tapi kerapian di luar menyembunyikan kesedihan di dalamnya. Sebuah lubang besar di lantai kayu di kamar lotengnya sangat mengkhawatirkan kondisinya. Setelah mengevaluasi, relawan Tzu Chi memutuskan untuk memperbaiki rumah Bao lagi.
Mencegah Risiko Runtuh
Sekelompok relawan mengunjungi Bao suatu hari untuk memeriksa secara menyeluruh rumahnya dan menentukan perbaikan apa yang diperlukan. Bau apek menyapa bahkan sebelum relawan masuk ke dalam rumah. Begitu berada di dalam, pemandangan dan bau busuk dengan cepat membuat mereka menyadari bahwa Bao makan, minum, dan pergi ke kamar mandi di sini.
Dapur dan kamar mandi berada tepat di luar ruang tamu, dipisahkan oleh tirai. Tak ada sama sekali pemisah dapur dan kamar mandi. Padahal pintu kamar mandi dibutuhkan untuk kebersihan dan privasi, itu adalah salah satu hal pertama yang diputuskan para relawan untuk dipasang.
Relawan Chen Hong-lin yang berpengalaman 40 tahun dalam dekorasi interior memperhatikan bahwa ubin di wastafel dapur melorot. Dia menyarankan untuk mengganti ubin wastafel dengan baja tahan karat agar tahan lama dan mudah dirawat.
Relawan mengadakan syukuran rumah baru untuk Bao (kaos merah muda) setelah renovasi rumahnya selesai.
Chen lalu memeriksa lantai loteng yang rusak dan tangga yang lembap dan berjamur. “Tangga kayu ke loteng bisa diganti dengan tangga baja galvanis dan kita bisa ganti lantai loteng kayu lapis dengan alas balok-C yang dilapisi lantai plastik. Tak ada lagi bahaya roboh saat kita menyelesaikannya,” katanya.
Relawan Tzu Chi telah memperbaiki atap Bao sebelumnya, tapi lembaran logam yang mereka pasang tak cukup kuat untuk menahan hujan masuk dalam rumah saat angin topan atau hujan badai. Chen mengukur semuanya dan memutuskan untuk memperpanjang lembaran logam guna memastikan bahwa atap akan menahan hujan jenis “kucing dan anjing” sekalipun.
Secara umum sebuah rumah menjadi “rumah tua” setelah 30 tahun, rumah 50 tahun dianggap sebagai “rumah sangat tua”. Statistik dari Kementerian Dalam Negeri Taiwan pada kuartal I tahun 2020 mematok usia rata-rata rumah di Taipei pada 34 tahun, dengan 77.000 rumah sangat tua di kota. Meski lamanya usia secara umum merupakan salah satu alasan utama perbaikan rumah, banyaknya rumah tua di Taipei tak membuat permohonan bantuan perbaikan rumah ke Tzu Chi melonjak.
Mengapa ada perbedaan mencolok antara jumlah rumah yang lebih tua dan jumlah permintaan perbaikan? “Sebagian besar penerima bantuan jangka panjang kami adalah penyewa, bukan pemilik properti,” kata relawan senior Zeng Mei-hui.
Dia menambahkan, pengajuan renovasi apapun harus dinegosiasikan dengan pemilik properti, proses bolak-balik sangat memakan waktu. Lebih masuk akal untuk melakukan hal yang lain jika rumah sewa mereka perlu renovasi besar-besaran, seperti meyakinkan mereka untuk pindah ke tempat lain.
Zeng juga menjelaskan bahwa meski beberapa penerima bantuan bukan penyewa, mereka tinggal di rumah yang dibangun di atas tanah yang bukan milik mereka sendiri. Jika itu terjadi, relawan harus berkonsultasi dengan pemilik sah tanah dan bangunan sebelum melanjutkan renovasi. Ini untuk mencegah masalah hukum di masa mendatang. Dan setelah renovasi dimulai, relawan harus memperhatikan sederet detail agar semua berjalan baik. Misal, mereka harus berusaha untuk tak mengganggu orang yang tinggal di sekitar. Ini menunjukkan bahwa upaya renovasi tak sekadar merenovasi fisik rumah.
Relawan tiba di rumah Bao suatu hari di awal Juli untuk menyiapkan renovasi selama satu bulan. Mereka membersihkan rumah, mengemasi barang-barang Bao, dan bersama Bao, saudara perempuannya, dan suaminya memindahkan furnitur yang lebih besar lalu menutupinya dengan kanvas tahan air. Tim renovasi tiba keesokan hari dan mulai bekerja. Pertama-tama mereka membongkar lantai kayu loteng lalu mencabut paku dan mekanisme pendukung lainnya hingga seluruh lantai jatuh ke tanah, menyebabkan kumpulan debu yang membuat semua orang di sekitar bersin tanpa henti.
Setelah membereskan kekacauan, tim mengukur, memotong, dan memasang balok-C di loteng. Lantai yang kokoh mulai terbentuk. Setelah itu mereka mengganti tangga kayu lapuk yang menuju loteng dengan tangga baja. Mereka mengukur, mengelas, mengebor lubang, dan mengencangkannya dengan hatihati. Chen Honglin memeriksa pengerjaan setiap tahap guna memastikan kualitasnya.
Menghormati Keinginan Penghuni Sembari Memastikan Keamanan
Ruang tamu Bao juga berfungsi sebagai kamar tidur. Tirai kamar mandi memisahkan kamar mandi dan dapur. Walaupun seperti tak mempunyai daerah privat, tetapi Bao telah terbiasa.
Tzu Chi telah melakukan perbaikan rumah bagi mereka yang kurang beruntung di Taiwan selama lebih dari setengah abad. Menanggapi cepatnya pertambahan Lansia Taiwan, Tzu Chi ingin memperluas layanan ini untuk memberi manfaat bagi lebih banyak orang. Dalam beberapa tahun terakhir, Tzu Chi telah mengembangkan proyek peningkatan keamanan rumah dari sisi pencegahan. Dengan bantuan kepala desa atau kepala lingkungan, para relawan mencoba menjangkau lebih banyak Lansia dan penyandang cacat dan membantu meningkatkan keamanan rumah mereka.
Beberapa Lansia di Taiwan lebih suka tinggal di rumah lama mereka di pedesaan daripada tinggal bersama anak-anak mereka di luar kota atau menginap di rumah jompo. Akibatnya mereka sering hidup sendiri. Untuk menghemat uang, mereka dapat tetap menggunakan toilet jongkok model lama meski mereka kesulitan berdiri dari posisi jongkok.
Untuk menghemat listrik, mereka enggan menyalakan lampu. Berkeliling di rumah yang kurang penerangan membuat mereka rentan jatuh dan bahaya lainnya. Mereka terus menjalani rutinitas mereka dan enggan meminta bantuan orang lain. Melihat kebutuhan mereka, relawan Tzu Chi berinisiatif menjangkau mereka dan meyakinkan kepada lansia tentang rumah mereka.
Hampir 30 persen warga adalah Lansia di Distrik Pingxi, Kota Taipei Baru, Taiwan utara. Dengan bantuan Departemen Kesejahteraan Sosial dan Urusan Sipil Kota, relawan Tzu Chi melakukan survei di distrik ini. Mereka melakukan kunjungan pertama mereka di Pingxi untuk mengidentifikasi orang-orang yang membutuhkan layanan perbaikan rumah pada pertengahan Mei 2020. Mereka ditemani oleh Pan Long-yu, Kepala Lingkungan Shulang, dan Gao Shu-lian, dari Bagian Sosial dan Kemanusiaan Kantor Distrik.
Bapak dan Ibu Zhan punya enam anak yang semuanya memiliki keluarga sendiri dan tinggal di tempat lain. Pasangan Lansia itu tinggal sendiri di sebuah rumah satu lantai yang dikelilingi hutan di Shulang. Mereka tengah mengobrol di luar rumah ketika rombongan relawan tiba. Dalam kunjungannya, relawan Tzu Chi berusaha meyakinkan pasangan tersebut untuk mengizinkan pemasangan pegangan tangan di kamar mandi mereka untuk mengurangi risiko terjatuh. Pasangan itu tampak malu selama percakapan. Mereka enggan karena tak ingin merepotkan orang lain. Tapi setelah para relawan berulang kali meyakinkan mereka bahwa tidak akan ada masalah sama sekali, pasangan itu setuju untuk memasang palang pegangan di kamar mandi mereka.
Relawan Lin Shi-jie (kiri), seorang tukang profesional, memeriksa dinding dengan pemindai dinding untuk menghindari kabel listrik dan pipa air sebelum memasang pegangan tangan di kamar mandi. Zhan, sang pemilik rumah, melihat ke dalam dengan rasa ingin tahu dari pintu.
Li adalah penduduk Shulang yang lebih tua. Ia tinggal sendiri. Seperti keluarga Zhan, anak-anaknya tinggal di luar kota. Relawan mensurvei rumahnya dan berencana memasang pegangan tangan pengaman di tempat-tempat yang memiliki risiko jatuh paling besar. Mereka juga berencana membangun beberapa anak tangga untuk menjembatani celah ketinggian antara lantai dan ambang pintu, celah yang dikhawatirkan bisa menyebabkan tersandung dan jatuh. Tapi Chen Zhi-ming, relawan Tzu Chi berpendapat perubahan seperti itu bisa lebih berbahaya. Tak terbiasa dengan langkah tambahan, Li lebih mungkin tersandung. Para relawan kemudian memutuskan untuk mendiskusikannya dengan Li lebih teliti sebelum mereka melanjutkan dengan apapun.
Suatu hari di pertengahan Juli, relawan Tzu Chi kembali berkunjung ke Shulang untuk memasang palang pegangan di enam rumah. Di rumah Zhans, relawan Lin Shi Jie, seorang tukang batu profesional, menggunakan pemindai dinding untuk menemukan kabel listrik dan pipa air tersembunyi di balik dinding kamar mandi. Ini untuk menghindari pengeboran ke dalamnya selama pemasangan. Lin dan relawan lainnya memasang palang pegangan di dekat toilet dan satu lagi di dekat wastafel.
Dua jam kemudian mereka pindah ke rumah Li. Li berdiri di depan pintu untuk menyambut para relawan bahkan sebelum mereka memarkirkan mobil. Pertama-tama tim memasang batang pegangan di kamar mandi Li yang terpisah dari bangunan utama. Lalu mereka mengganti perlengkapan lampu tua yang usang di kamar mandi, dan memindahkan saklar sehingga Li tak lagi membutuhkan bangku untuk menjangkaunya. Mencapai tempat-tempat tinggi sangat bahaya.
“Anda sangat perhatian,” kata Li kepada para relawan. Setelah mencoba tiang pegangan, ia sangat bahagia hingga tak bisa berhenti tersenyum.
Perbaikan keamanan rumah untuk para Lansia juga dilakukan di Dongshan, Distrik Beitun, Kota Taichung, Taiwan tengah. Dongshan juga rumah bagi banyak orang tua. Jelang akhir Mei, lebih dari seratus orang termasuk relawan Tzu Chi berkumpul di depan pusat kegiatan komunitas di lingkungan itu. Mereka membagi diri menjadi tujuh kelompok sebelum pergi mengunjungi 19 rumah yang sebagian besar berlokasi di pegunungan atau di gang-gang kecil. Kepala lingkungan Qiu Cai-yuan dan rekannya Liu Cun Rong memimpin jalan.
Kamar kecil Xu dibangun di lereng curam lebih dari 30 meter (100 kaki) dari rumahnya. Jalan menuju ke toilet tidak memiliki lampu atau pagar pembatas. Relawan mengunjunginya di rumah pada akhir Mei untuk mengetahui bagaimana memperbaiki lingkungan tempat tinggalnya.
Sebuah mobil yang membawa beberapa relawan terpental di sepanjang jalan pegunungan yang tak rata dan berkelok-kelok, menuju rumah warga desa, Xu. Sekelompok relawan keluar dari kendaraan, mereka dengan hati-hati melewati lereng yang basah, berlumut, dan curam sebelum tiba di rumah Xu. Senyuman terus-menerus terlihat di bibir wanita tua itu, mungkin karena sudah lama tak melihat begitu banyak tamu di rumahnya sekaligus dalam waktu yang lama.
Anak-anak Xu tak tinggal bersamanya. Dia tinggal sendiri di sebuah rumah satu lantai berusia sekitar 60 tahun. Rumah itu didirikan di tengah lautan pohon. Sinar matahari tak dapat dengan mudah menjangkau membuatnya lembap dan gelap bahkan pada hari yang cerah. Atapnya sudah lama rusak dan bocor karena hujan. Kamar kecil itu terletak di lereng curam lebih dari 30 meter (100 kaki) dari rumah. Xu harus menyeberangi jembatan kecil untuk mencapainya, dan jalan setapak itu tak memiliki lampu maupun pagar.
Di malam hari, Xu harus meraba-raba dalam kegelapan untuk menjawab panggilan alam. Dia bahkan pernah digigit ular dalam perjalanan ke kamar kecil. Untuk meningkatkan keamanan, relawan Ye Wen-an menyarankan kepada Xu agar dia membiarkan mereka memasang toilet di kamar mandinya yang tak jauh dari rumah. Tapi Xu menolak tawaran itu dan mengatakan bahwa dia sudah terbiasa.
Perbaikan Kecil Mencegah Jatuh yang Besar
Selama kunjungan di Taipei dan Taichung, para relawan memperhatikan banyak Lansia cenderung menolak tawaran Tzu Chi merenovasi rumah mereka guna meningkatkan keamanan. Qiu Cai Yuan, Kepala Lingkungan Dongshan tetap menyemangati para relawan. Kata dia, kunjungan yang lebih sering mungkin dapat mengubah pikiran para Lansia.
Itu terbukti benar dalam kasus Xu. Relawan mengunjunginya lagi pada pertengahan Juni. Putrinya ada di sana kali ini. Para relawan menjelaskan kepada keduanya bagaimana mereka berharap untuk merombak rumah agar lebih aman. Antusiasme dan ketekunan mereka akhirnya memenangkan hati Xu. Ia menyetujui renovasi yang mencakup perbaikan atap dan penambahan kamar mandi baru di samping kamar tidurnya, jadi lebih dekat untuk ia gunakan.
Selama kunjungan lain di bulan Juni, relawan Ye Wen-an (kiri), Cai Ming-mo (kedua dari kanan), dan kepala lingkungan Qiu Cai-yuan (ketiga dari kanan) membahas kemungkinan penambahan kamar mandi di samping kamar tidur Xu.
Berbeda dengan penerimaan yang tak mudah di kota-kota lain, permintaan untuk layanan renovasi di Tainan, Taiwan selatan meningkat tiga kali lipat. Upaya kepala lingkungan dan relawan dalam mempromosikan dan melaksanakan rencana renovasi telah mengubah pikiran beberapa Lansia. Meski orang-orang seperti itu tak ingin membebani anak-anaknya, mereka menghindari bantuan renovasi sebagai bantuan untuk orang miskin. Tapi begitu kepala lingkungan dan relawan meyakinkan orang-orang bahwa proyek mereka akan meningkatkan keselamatan mereka di rumah, mereka mulai mendaftar. Para Lansia menyadari bahwa merawat diri mereka sendiri adalah cara terbaik untuk membuat anak-anak mereka merasa nyaman dan tak khawatir.
Keberhasilan layanan peremajaan dan perombakan rumah bagi Lansia yang dilakukan Tzu Chi tak diragukan lagi sangat bergantung pada relawan yang bekerja. Jumlah mereka sangat banyak, dan begitu banyak yang dapat mereka lakukan. Tzu Chi berharap lebih banyak orang berpikiran sama dan para profesional di bidang renovasi rumah akan bergabung untuk memperkuat layanan ini kepada yang membutuhkan.
Pada awal Agustus, sekelompok relawan di Taipei mengadakan pesta syukuran rumah baru untuk Bao yang disebutkan di awal artikel ini. Mereka memasak tangyuan (bola ketan kecil) dan makan siang yang enak untuk acara bahagia. Hujan yang tak henti-hentinya di luar tak mengurangi kegembiraan dan tawa di dalam rumah. Relawan juga pergi bersama Bao untuk memberikan tangyuan dan apel kepada tetangganya untuk berterima kasih kepada mereka karena telah menjaganya selama bertahun-tahun.
Bao tersenyum saat memeriksa kamar tidurnya yang telah direnovasi. Dengan lantai baru, dia akhirnya bisa tidur nyenyak di malam hari.
“Dulu, ketika dia melangkah di tangga miring, jantung saya berdetak kencang,” kata seorang relawan. Sekarang melihat Bao menginjak tangga yang kokoh, para relawan akhirnya bisa tenang.
Penulis dan Foto: Li Shu-yun dan Yang Shun-bin
Alih Bahasa: Khusnul Khotimah