Berkaca dan Belajar dari Keindahan Bunga

Jurnalis : Metta Wulandari, Fotografer : Metta Wulandari

Tim medis dan staf Tzu Chi Hospital memasuki kelas merangkai bunga di Gd. Gan En, Tzu Chi Center, PIK. Mereka belajar dan mendalami salah satu budaya humanis Tzu Chi yakni seni merangkai bunga.

Para tim medis dan staf Tzu Chi Hospital kembali belajar dan mendalami salah satu budaya humanis Tzu Chi. Kali ini mereka berkenalan dengan seni merangkai bunga. Namun bukan hanya merangkainya saja, mereka pun diajak mendalami filosofi bunga tersebut yang ternyata bukan hanya penampilannya saja yang cantik tapi juga mengandung makna yang dalam.

Olivia Tan, relawan komite yang membimbing para peserta merangkai bunga pada Kamis, 8 September 2022 itu menjelaskan bahwa manusia bisa belajar dari keindahan bunga. Bunga tidak pernah mengharap apapun dan tidak pernah membandingkan dirinya dengan siapapun. Bunga akan mekar dengan indahnya dan dia tetap bisa dinikmati sebagai sesuatu yang indah sesederhana apapun itu.

“Sama seperti kalau manusia yang mempunyai sisi indah masing-masing. Kita tidak perlu membanding-bandingkan diri kita dengan yang lain, fokus dengan diri kita sendiri dan bring the best for ourself,” tutur Olivia.

Olivia Tan, relawan komite yang membimbing para peserta rangkai bunga memberikan pengarahan dan menjelaskan mengenai filosofi bunga sebagai bekal para peserta di kelas.

Pada kelas seni merangkai bunga ini, seluruh peserta yang berjumlah 26 orang menerima masing-masing 3 jenis bunga dan 1 untai daun dengan warna dan bentuk yang berbeda untuk dibuat menjadi korsase yang sederhana. Dengan arahan singkat dari Olivia, peserta yang juga sudah dibekali alat seperti gunting, kapas, selotip, pin, dan pita, langsung mengikuti arahan dan membuat korsase dengan teliti.

Aduh.. kok susah ya,” komentar beberapa orang peserta sambil tertawa dan diiringi celetukan dari peserta lainnya, “iya, kayaknya kita kurang jiwa seninya.” Suasana yang hangat dan cair itu membuat empat relawan yang hadir langsung membimbing masing-masing peserta yang terlihat kesulitan sambil memberikan penjelasan lebih banyak.

Meilyia Juwita (kiri) bersama Yuli Caturiswati (kanan) berfoto bersama dengan hasil merangkai bunga menjadi korsase. Melalui kelas ini, mereka berdua seakan kembali diingatkan untuk tetap fokus dan memberikan pelayanan terbaik kepada pasien.

“Di keperawatan itu ada yang namanya seni dan kiat keperawatan, jadi keperawatan itu indah. Seperti misalnya kita mengganti balut (perban) itu, kalau orang awam bisa saja asal tapi perawat itu harus dengan indah,” ungkap Meilyia Juwita, Kepala Perawat di Ruang Pediatric Lt. 10. “Sesimpel cara kita melekatkan plester NGT, juga harus indah. Bagaimana cara guntingnya, menempelnya, jadi untuk pasien agar tidak sakit tapi dilihatnya pun harus estetik,” imbuhnya antusias.

Nah kelas merangkai bunga ini, kata Meilyia, seakan membawa kembali memorinya ketika belajar dasar-dasar keperawatan dulu. Dimana ketika ia harus fokus, teliti, dan benar-benar memperhatikan “keindahan” serta estetika pasiennya.

“Kita semua belajar teori dan praktik, sesederhana menggunting plester dengan seni, ada bentuk kupu-kupu, dan lainnya. Jadi tidak begitu saja asal gunting dan tempel. Begitu juga dengan cara membalut kepala. Semuanya diperhatikan dan tidak asal karena tujuannya agar pasien nyaman, terlindungi, dan dilihatnya harus estetik,” papar Meilyia.

“Seni merangkai bunga ini kembali mengingatkan saya akan hal itu, harus kembali fokus dan tetap menjaga keindahan,” lanjut Mei yang merasa harus kembali berkesadaran dalam melakukan berbagai pekerjaan yang sudah biasa dan piawai ia lakukan dengan autopilot seiring dengan pengalaman dan keahlian.

Para relawan pendamping membimbing masing-masing peserta yang terlihat kesulitan sambil memberikan penjelasan lebih banyak tentang seni merangkai bunga.

Selain Meilyia, ada pula Dokter Santoso Kurniawan, MM, Kepala Medis Tzu Chi Hospital yang menjadi peserta laki-laki satu-satunya dalam kelas ini. Dengan bergurau, ia menuturkan tidak tahu menahu kalau dia menjadi satu-satunya peserta laki-laki yang ikut kelas. “Tapi nggak apa lah ya, saya juga tertarik dengan bunga. Kan bunga juga satu bahasa yang mungkin kalau kita tidak bisa mengatakan dengan kata-kata, bisa kita katakan dengan bunga,” katanya tersipu.

Melalui kelas ini, dr. Santoso malah merasa menjadi laki-laki yang beruntung karena menyadari begitu dalamnya filosofi bunga setelah mendengarkan sharing dari Olivia Tan. “Yang pertama, rasanya semua bunga akan sama, tapi kalau ditambah daun, ditambah ranting, akan lebih bagus dan harmonis,” tuturnya, “demikian pula kalau kita bekerja dengan tidak saling menonjolkan, karena masing-masing punya kekuatan dan kelemahan yang kalau dirangkai menjadi sesuatu yang excellent.”

Dokter Santoso Kurniawan merangkai dan memakai hasil rangkaian bunganya. Walaupun menjadi peserta laki-laki satu-satunya, dr. Santoso tetap senang dan merasa beruntung bisa mendapatkan ilmu baru tentang bunga dan filosofi di dalamnya.

Seperti kata Olivia, dr. Santoso juga mengingatkan untuk menjadi versi yang terbaik dari diri sendiri. Intinya, kata dr. Santoso, kalau ingin menjadi mawar, jadilah mawar yang bagus, yang warnanya terbaik dan wangi. Tetapi kalau tidak bisa menjadi mawar, boleh juga menjadi melati, maka jadilah bunga melati yang bagus, yang wangi, yang cantik. Apabila tidak bisa menjadi melati, menjadi bunga anggrek pun tak apa. Begitu pula apabila menjadi rumput, jadilah rumput yang bermanfaat, hijau, dan melindungi para pejalan kaki dari batu atau kerikil. “Jadi jangan minder, kurangi membandingkan diri karena kita saling melengkapi,” pesan dr. Santoso.

Karena menurutnya, dokter tidak bisa bekerja sendiri begitu juga perawat. Tapi apabila ada dokter, perawat, tenaga laboratorium, radiologi, semua menjadi satu kesatuan yang hasilnya jauh lebih baik. “Kalau kita sudah bisa melihat keindahan dan keharmonisan dari kesederhanaan seperti rangkaian bunga kita hari ini, ya ayo kita ciptakan sama-sama di rumah sakit,” ajak dr. Santoso.

“Sekali lagi, tak perlu membanding-bandingkan dan berkompetisi, tetapi mari kita sama-sama berjalan dengan harmonis, melayani bersama, bekerja bersama, maka kita akan bisa menciptakan kehidupan yang harmonis dan pasien akan merasakannya juga. Apalagi merangkai bunga itu kan harus perhatian, care. Itu yang bisa kita jalankan, perhatian dan sepenuh hati dalam memberikan pelayanan di rumah sakit,” pungkas dr. Santoso.

Editor: Hadi Pranoto

Artikel Terkait

Berkaca dan Belajar dari Keindahan Bunga

Berkaca dan Belajar dari Keindahan Bunga

09 September 2022

Para tim medis dan staf Tzu Chi Hospital kembali belajar dan mendalami salah satu budaya humanis Tzu Chi, seni merangkai bunga. Namun bukan hanya merangkai, mereka pun diajak mendalami filosofi bunga yang mengandung makna yang dalam.

Merangkai dan Memaknai Keindahan Bunga

Merangkai dan Memaknai Keindahan Bunga

01 Maret 2017

Jumat, 24 Februari 2017, Tzu Chi University Continuing Education Center (TCUCEC) mengadakan workshop Hand Tied Bouquet Armature yang bertempat di Tzu Chi Center, PIK, Jakarta Utara. Kegiatan workshop yang diikuti 25 peserta dari berbagai wilayah di Jakarta ini terselenggara berkat kerjasama TCUCEC dengan DPC IPBI (Ikatan Perangkai Bunga Indonesia) Jakarta Pusat.

Menjalin Jodoh Baik Melalui Seni Merangkai

Menjalin Jodoh Baik Melalui Seni Merangkai

26 September 2018
Merangkai bunga merupakan salah satu budaya humanis Tzu Chi. Saat merangkainya diperlukan kesabaran, ketelitian, dan konsentrasi. Dari merangkai bunga bisa dijadikan sebagai ladang pelatihan diri.
Tanamkan rasa syukur pada anak-anak sejak kecil, setelah dewasa ia akan tahu bersumbangsih bagi masyarakat.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -