Berkah Perayaan Hari Bacang di Panti Sahabat Baru

Jurnalis : Subandi Chandra (He Qi Barat), Fotografer : Mery Hasan (He Qi Barat)

doc tzu chi

Relawan Muliawan dengan telaten memberi makan bacang kepada opa Nata.

Bagi opa dan oma di Panti Sahabat Baru, waktu sepertinya sudah terhenti. Sehari-hari mereka hanya menunggu kedatangan sanak saudaranya yang berkunjung. Namun pada Minggu, 18 Juni 2017 kedatangan 20 relawan Tzu Chi dari komunitas Kebon Jeruk, membangkitkan ingatan mereka pada perayaan Pe-Cun atau perayaan hari Bacang karena hari itu relawan menyajikan hidangan bacang.  

Perayaan hari Bacang setiap tahun diadakan pada tanggal 5 bulan 5 penanggalan lunar. Tahun 2017 ini perayaan Bacang jatuh pada hari Selasa 30 Mei 2017. Namun karena relawan baru berkesempatan berkunjung, hari Bacang pun baru dirayakan bersama-sama pada hari itu, Minggu, 18 Juni 2017.

Jauh hari, relawan sudah memesan bacang vegetarian untuk dibagikan ke penghuni Panti. Namun tiga hari menjelang hari H, pesanan bacang tidak bisa dikirim karena pembuatnya mengalami gagal produksi. Agar perayaan Bacang tetap berlangsung, relawan Meili Kosasih yang saat itu bertugas sebagai koordinator konsumsi mencari tahu bagaimana cara membuat bacang beras, karena biasanya Ia hanya membuat bacang dari ketan.

Relawan Lie Arief sedang menghibur oma Tanti.


Relawan sedang membantu salah satu oma melakukan gerak tangan ringan.

Meili Kosasih menjelaskan, pembuatan bacang beras berbeda dengan bacang ketan dalam hal volume, kekuatan tali pengikat bacang, serta lamanya merebus dan mengukus. Lanjutnya lagi, alasan untuk membuat bacang beras karena menurutnya bacang beras lebih baik untuk pencernaan opa dan oma dibandingkan bacang ketan. Pula dikarenakan sebagian besar opa dan oma di Panti ini memiliki riwayat penyakit gula. Karenanya isi bacang tidak boleh menggunakan bahan gluten, maka perlu dicari bahan lain yang lebih aman. Setelah bertanya sana-sini akhirnya Ia pun mencoba membuatnya.

Dengan tekad untuk melayani opa dan oma, 50 buah bacang beras dapat dibuat tanpa kendala apapun. Sebagaimana dikatakan oleh Master Cheng Yen dalam buku Ilmu Ekonomi Kehidupan;”Setiap orang memiliki potensi tanpa batas. Segala sesuatu yang dapat dikerjakan harus dikerjakan dengan sungguh-sungguh. Saat bersumbangsih kita akan mendapatkan pelajaran yang berlimpah. Karena adanya tekad dan berkah maka ada kekuatan.“

Kegiatan di Panti


Relawan Tjong Kwek Hoa dengan tekun mendengar curhat dari opa Yo.

Seperti biasanya, acara dengan opa dan oma dimulai dengan doa bersama, dilanjutkan dengan senam ringan dan untuk olah memori, relawan memberikan kuis sederhana. Selanjutnya relawan komite Inge Widargo membacakan cerita tentang asal muasal perayaan Bacang. Kisah ini disiapkan dengan baik oleh Relawan Ami Haryatmi.  

Alkisah Menteri Qu-Yuan (lahir tahun 343 SM) yang berasal Negeri Zhou (Chu) terkenal sebagai Menteri yang handal, jujur  dan bijak. Namun karena telah difitnah oleh menteri lain yang kotor batinnya, Raja Zhou (Chu) memecatnya. Setelah kepergiannya, Negeri Zhou (Chu) jatuh ketangan Negeri Qin pada tahun 277 SM. Mantan Menteri Qu-Yuan merasa kecewa dan menenggelamkan dirinya ke Sungai Mi-Luo. Raja Zhou (Chu) sangat menyesal telah memecatnya.

Untuk memohon agar jenazah mantan menteri ini dapat timbul dari sungai, raja melakukan permohonan maaf dengan mengirimkan makanan ke Sungai Mi-Luo, tempat Mantan Menteri Qu-Yuan  menenggelamkan dirinya. Semua makanan itu disantap oleh ikan namun jenazah tidak kunjung timbul. Beberapa saat kemudian, raja bermimpi, arwah mantan Menteri Qu-Yuan memberikan petunjuk agar jenazahnya dapat timbul, makanan harus dibungkus oleh daun bambu. Nah disinilah asal nya perayaan bacang.

Master Cheng Yen dalam suatu kesempatan mengatakan, “Ketika sebuah hari raya tiba, berarti satu tahun telah berlalu. Karena itu kita semua harus senantiasa meningkatkan kewaspadaan dan tidak membiarkan waktu berlalu sia-sia. Dalam kehidupan ini, janganlah kita menunggu lingkungan berubah, melainkan kita yang harus mengubah lingkungan. Setiap kali melihat kisah yang menginspirasi, kita harus mengambil hikmahnya. Satu hari telah berlalu dan waktu kita di dunia pun berkurang. Bagaikan seekor ikan kekurangan air, apa kebahagiaan yang didapat? Berkah dan kebahagiaan apa yang masih kita cari? Yang paling membahagiakan adalah bersumbangsih tanpa pamrih dan merasakan kedamaian batin. Saya percaya inilah yang paling membahagiakan.”

Untuk menyemarakkan  suasana, relawan bernyanyi bersama opa dan oma. Ada lagu rohani maupun lagu daerah.


Oma Hilda usai menyumbang ke Celengan Bambu

Setelah menceritakan asal muasal perayaan Bacang, opa dan oma pun diajak bersantap bacang. Untuk menyemarakkan  suasana, acara dilanjutkan dengan bernyanyi bersama opa dan oma. Ada lagu rohani maupun lagu daerah.

Dalam kesempatan itu, opa dan oma juga mencurahkan isi hati kepada para relawan. Relawan menghibur mereka agar selalu sabar dan bersyukur atas segala sesuatunya. Di penghujung acara, Camelia Febriani mengajak opa dan oma yang mau menyisihkan sedikit uang untuk dimasukkan ke dalam Celengan Bambu. Opa dan oma menyambut gembira dan rela menyumbangkan uang mereka untuk berdana. Berdana bukanlah semata-mata hak orang kaya, tetapi setiap orang dapat menyisihkan sedikit dana melalui Celengan Bambu sebagaimana moto Dana kecil Amal Besar.

Editor: Khusnul Khotimah


Artikel Terkait

Memiliki sepasang tangan yang sehat, tetapi tidak mau berusaha, sama saja seperti orang yang tidak memiliki tangan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -