Berkah Ramadan bagi Kelapa Gading
Jurnalis : Sutar Soemithra, Fotografer : Anand Yahya Fauzi Bowo bercengkerama dengan Haji Uchang, salah satu penerima bantuan Program "Bebenah Kampung" di Kelapa Gading yang dilakukan oleh Tzu Chi bekerja sama dengan PT Summarecon Agung Tbk, Pemerintah DKI Jakarta, dan Kodam Jaya. | Menghadapi hari raya Idul Fitri yang tidak lama lagi akan datang, Haji Uchang (82) akan dengan leluasa menjamu 4 anak dan 5 cucunya di rumahnya. Rumah yang telah ia diami selama 25 tahun itu kini telah berubah menjadi rumah yang nyaman, yang siap memberikan keteduhan. Ia pun kini menjadi lebih tenang menjalani hidup di usianya yang telah senja. Minggu, 14 September 2008 atau hari ke-14 puasa, Uchang memperoleh berkah Ramadan yang tidak ada duanya. Matanya terus memerah menahan butiran-butiran air mata yang mau pecah. Ia duduk dengan tenang di antara sekitar 400 undangan yang hari itu perhatiannya tertuju pada rumahnya. |
Ketika ia dan Sungkono diminta naik ke panggung, beberapa orang harus membantunya berjalan karena umur telah membuatnya kerepotan bahkan untuk sekadar berjalan. Sudah 8 tahun kaki kirinya setengah lumpuh. Sungkono (55) yang lebih muda mengucapkan beberapa patah kata ucapan terima kasih. “Terima kasih, syukur alhamdulillah. Sekarang (saya) beserta keluarga dapat tinggal di rumah yang bagus yang bersih,” ucap Sungkono dengan tegang, disambut tepuk tangan undangan. Di panggung itu, mereka berdua menerima replika kunci berukuran besar terbuat dari styrofoam dari Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo. Replika kunci tersebut merupakan simbolisasi penyerahan bantuan rumah kepadanya. Ya, rumah Uchang dan Sungkono merupakan salah satu penerima program bantuan Bebenah Kampung. Acara seremoni itu sendiri diadakan di sebuah lahan kosong, tidak jauh dari rumah Uchang. Hilangnya Rasa Takut Rasa takutnya dan kedua orangtuanya secara perlahan mulai berkurang ketika Tzu Chi menetapkan rumahnya menjadi salah satu yang direnovasi oleh Program “Bebenah Kampung”. Setelah rumah dirubuhkan, mereka bertiga tinggal di rumah salah satu anak Uchang yang tidak terlalu jauh dari rumahnya selama sebulan. Royadi pun tidak menyia-nyiakan keterampilannya sebagai pekerja bangunan ketika rumah barunya mulai dikerjakan. Ia ikut mengerjakan rumah dari awal sampai akhir. Penantian mereka berakhir pada Jumat, 5 September 2008, ketika mereka mendapatkan kunci rumah dan mulai menempati rumah baru tersebut. Rumah baru tersebut memiliki 2 kamar tidur dan 1 ruang tamu yang dilengkapi dengan kamar mandi. “Nggak sangka ada yang peduli bangun rumah saya sampai kayak begini,” kata Royadi. “Pokoknya girang. Gembira terus!” timpal Uchang. Ket : - Fauzi Bowo menyerahkan replika kunci rumah kepada Uchang dan Sungkono, 2 warga yang rumahnya telah Royadi yang mata kirinya mengalami kebutaan memiliki sebuah rencana setelah rumah barunya bisa ditempati. Pada tahun 1997, ia pernah membuka toko kelontong namun ketika di matanya tumbuh bisul yang akhirnya membuatnya mengalami kebutaan, usahanya perlahan-lahan mulai surut hingga akhirnya ia menghentikannya dan adiknya yang meneruskan. “Udah berobat tapi tetep gitu-gitu juga. Suratan takdir memang harus gitu kali, ya harus saya terima,” kata Royadi pasrah. Ia juga pasrah dengan jodoh karena hingga hari ini ia masih hidup melajang. Namun ia tidak pasrah dengan masa depannya. Ia bercita-cita akan membuka kembali usaha berjualan barang kelontong, dan ia yakin akan mendapatkan berkah kembali setelah mendapat berkah rumah baru. Kebahagiaan serupa juga dirasakan Sungkono. Bahkan ia telah melangkah sedikit lebih maju dibandingkan Royadi. Rumahnya yang berada di RT 004 RW 03 Kelurahan Pegangsaan Dua kini telah siap kembali menjadi warung nasi. Empat tahun lalu, Sungkono dan istrinya, Narti (55) pernah membuka warung nasi namun justru terus merugi karena banyak pembeli yang sering hutang hingga akhirnya ditutup. Rumah baru mereka terdiri dari 2 lantai. Lantai 1 tidak memiliki kamar karena akan dipergunakan menjadi tempat berjualan nasi, sedangkan 2 kamar tidur berada di lantai 2. Narti yang pada acara peresmian itu memilih berdiri bersama warga yang lain, bukannya duduk bersama para undangan, terus menebar senyum bahagia sambil memeluk putra bungsunya, Jayanadi. Menurutnya, mereka pindah ke rumah baru pas hari pertama puasa tanggal 1 September 2008. Sebelumnya ia mengontrak sebuah rumah milik tetangganya selama sebulan. Ketika pertama kali menempati rumah baru tersebut, Narti seperti tidak percaya. “Astagfirllah aladzim, masa iya ini rumah saya,” batin Narti mencoba untuk percaya. Walaupun ngantuk tapi malam itu ia tidak bisa tidur nyenyak karena terbawa perasaan. Jumlah Rumah Bukan Yang Terpenting Ket : - Liliawati Rahardjo juga ikut meletakkan batu pertama pembangunan. Ia melibatkan karyawan hingga direksi Pada hari itu diadakan juga peletakan batu pertama yang dilakukan oleh Gubernur Fauzi Bowo bersama Panglima Kodam Jaya Mayor Jenderal Darpito Pudyastungkoro, Kapolda Metro Jaya Adang Firman, Walikota Jakarta Utara Effendy Anas, dan pimpinan Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. Peletakan batu pertama dilakukan di atas 3 rumah yang telah rata dengan tanah, milik Samilah, Tri Asmono, dan Hambali di RT 003 RW 04 Keluarahan Kelapa Gading Timur. Liliawati mengajak banyak pihak untuk bersama-sama menjalin kebajikan, “Master Cheng Yen pendiri Yayasan Buddha Tzu Chi selalu menghimbau agar kita jangan berbuat kebaikan sendiri-sendiri tapi mesti mengajak orang banyak untuk sama-sama berbuat kebajikan sehingga kekuatan akan lebih besar dan yang ikut membantu akan memperoleh kebahagiaan tersendiri.” Ajakan ini diiyakan oleh Fauzi Bowo dengan menyebut salah satu bunyi Alquran, “Bergabunglah, bersatulah di jalan Allah.” Sebagai kota metropolitan, warga Jakarta selama ini memang dianggap lebih mengedepankan ego masing-masing individu. Namun melihat kepedulian orang mampu terhadap orang tidak mampu melalui program Bebenah Kampung ini, Fauzi Bowo dengan tegas membantahnya, “Tidak benar di Jakarta orangnya lu lu, gue gue. Sangat individualistis. Saya kira kebersamaan itu masih tetap ada di antara kita.” | |