Berkat Syukur Untuk Penerus Bangsa

Jurnalis : Dok. Tzu Chi Indonesia, Fotografer : Dok. Tzu Chi Indonesia
 
foto

Kemarin, 15 Januari 2006, hari berkah bagi Tzu Chi Indonesia. Mulai dari pagi 09.30, acara pemberkatan diselenggarakan untuk siswa-siswi Sekolah Cinta Kasih, dan siang hari pukul 14.30, diselenggarakan untuk relawan dan donatur Tzu Chi Indonesia. "Bersyukur, Saling menghormati, dan Cinta Kasih" menjadi tema kegiatan tersebut.

"Cau an shi-gu, shi-po, selamat pagi teman-teman semua," suara nyaring Vina dan Rizky yang hari ini menjadi pembaca acara dibalas oleh teman-teman mereka. Sejak pukul 09.00 para siswa mulai dari Kelompok Bermain sampai SMP telah berkumpul di Sekolah Cinta Kasih. Mereka berbaris rapi kemudian baru berjalan menuju Lt. 3 Poliklinik Cinta Kasih tempat pelaksanaan acara pemberkatan. Tidak berpanjang lebar, Vina langsung mengantarkan acara berikutnya, pentas isyarat tangan siswa sekolah dan Tzu Ching dalam lagu "Kali Angke yang Kekal". Lagu ini memberi kenangan pada anak-anak yang rata-rata pernah tinggal di Kali Angke ini. Sementara para siswa memperagakan isyarat tangan, Tzu Chi melatari dengan pantomim langkah-langkah yang dilakukan Tzu Chi di Kali Angke.

Di tengah penonton, tampak kesibukan sejumlah kru DAAI TV Indonesia. Malisa, siswa kelas 2 SMP memegang mikrofon dan berbicara pada kamera, "Di belakang saya ini adalah pentas isyarat tangan 'Kali Angke yang Kekal'. Lagu ini merupakan pesan agar kita selalu menjaga lingkungan kita". Inilah untuk pertama kalinya reporter cilik DAAI TV Indonesia beraksi. Malisa mengatakan ia masih deg-degan.

Kemudian diputarkan kilas balik kegiatan Tzu Chi Indonesia selama tahun 2005, mencakup keempat misi utama dan kegiatan di berbagai kantor penghubung Tzu Chi Indonesia. Dilanjutkan dengan pemutaran rekaman pidato presiden Indonesia dalam peresmian Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi di Panteriek, Banda Aceh.

Suasana berubah menjadi haru ketika Enjah, seorang ibu yang duduk di kursi roda, bersama ketiga anaknya naik ke atas pentas untuk berbagi tentang kisah hidupnya. Sebelumnya diputarkan video dokumentasi kehidupan Enjah yang cukup mengundang air mata. Rasa simpati dari muncul karena rasa cinta yang begitu besar antara ibu dan ketiga anak-anaknya ini. Enjah mengalami kelumpuhan sejak tahun 2002, sehingga ia tidak leluasa dalam bergerak. Dalam kondisi demikian, suaminya justru meninggalkannya. Akibatnya ketiga anaknya Indah saat itu berusia 6 tahun, Aditya (10 tahun), dan Dede (15 tahun) yang harus mengurus segala kebutuhan hidupnya.

foto

"Setiap istirahat, anak-anak ibu Enjah ini selalu buru-buru pulang ke rumah untuk melihat kalau-kalau ibunya perlu minum atau buang air kecil," kata Lulu yang mendampingi keluarga ini di panggung. Kelumpuhan Enjah selain menjadi beban bagi anak-anaknya juga tidak memungkinkannya mencari uang. Hal ini membuat Enjah sangat tersiksa sebab ia berharap dapat menyekolahkan anak-anaknya. "Tiap hari satu demi satu baju saya keluarkan dari lemari untuk saya jual. Demi sekolah anak-anak saya. Kalau ada tukang sayur yang lewat saya berharap ia mau membeli baju itu, tapi hasilnya juga tidak seberapa," cerita Enjah sambil menangis. Ratusan siswa dan guru Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi ikut menangis bersama Enjah, ikut merasakan kesedihan dan keputusasaannya saat itu.

Dua tahun lamanya keluarga ini hidup dalam kedukaan, sebelum suatu hari Enjah menerima tabloid Tzu Chi lalu mencoba menulis surat. Sejak itu Tzu Chi mulai memberikan pengobatan dan biaya santunan hidup pada mereka. Tak terhitung rasa terima kasih Enjah dan anak-anaknya menerima bantuan tersebut. Namun dalam kisah pilu ini, tetap ada hikmah yang dapat dipetik, "Biarpun begitu, anak-anak Ibu Enjah sangat beruntung, sebab anak yang paling beruntung adalah anak yang berbakti pada orang tuanya. Betul anak-anak?" tanya Lulu pada para siswa yang dijawab dengan serempak, "Betulll!" Lulu juga mendorong agar anak-anak melakukan hal yang serupa pada orangtua mereka.

Setelah Enjah turun dari panggung dengan digotong oleh barisan Tzu Cheng, ia langsung dikunjungi oleh sejumlah relawan Tzu Chi. Atas usulan dari Stephen Huang, relawan yang datang dari Taiwan, dan didukung oleh pimpinan Tzu Chi Indonesia, Enjah diberi tempat tinggal di Perumahan Cinta Kasih Cengkareng, dan anak-anaknya diijinkan untuk bersekolah di Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi. Enjah tak mampu menahan kegembiraannya, penuh syukur ia menangis dalam pelukan Lulu, relawan Tzu Chi Indonesia yang selama ini mendampinginya.

Dalam sekejap suasana haru digantikan dengan gelak tawa ketika seorang siswa kelas IV naik ke panggung mementaskan seorang anak bernama Jafar. Ia dan sekelompok temannya mementaskan drama berjudul "Akibat Berbohong pada Orangtua." Alur cerita berjalan menarik dan segar, mengisahkan seorang anak yang mengambil uang simpanan ibunya yang dipakainya untuk membeli kue keliling. Ketika ibunya menanyakan asal uang itu, Jafar berbohong dan mengatakan uang itu dipungutnya di jalan. Akibat berbohong dan membeli kue yang dijajakan di jalan, Jafar sakit perut dan harus diperiksa oleh dokter. Akhir cerita, Jafar menyadari kesalahannya dan meminta maaf pada kedua orangtuanya.

foto

Drama ini dibawakan dengan baik oleh para siswa yang rata-rata berusia 10 tahun tersebut. Format yang interaktif, ala lenong (drama khas Jawa Barat) memang melibatkan penonton dalam dialog-dialog pemerannya, namun hal ini menuntut kepercayaan diri yang tinggi untuk berkomunikasi dari atas panggung pada penonton. Pada akhir tahun 2005, Sekolah Cinta Kasih mengadakan lomba drama budi pekerti antar kelas, dan kelas 4 B di bawah asuhan bapak guru Suwignyo inilah yang memenangkan lomba tersebut. Karena itulah mereka juga terpilih untuk mengisi acara pemberkatan ini.

Selain acara-acara itu, juga diisi dengan sharing dari guru dan siswa Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi. Dewi, guru Kelompok Bermain yang naik ke panggung mengatakan, "Tzu Chi adalah tempat yang pertama kali membuat saya sangat bahagia karena Tzu Chi tidak membedakan agama, ras, dan suku bangsa." Tahun lalu Dewi yang baru mengajar tidak berani memakai jilbab, busana untuk wanita yang diajurkan oleh agama Islam. Namun ketika tahun ini ia meminta ijin untuk itu dan dikabulkan, ia sangat bersyukur.

Acara ditutup dengan pembagian bingkisan dan angpau berkat dari Master Cheng Yen. Dengan rapi para siswa berbaris dan maju untuk menerima bingkisan tersebut dari Franky O. Wijaya, Liu Su-mei, dan Sugianto Kusuma. Sembari membagikan angpao, ketiga pimpinan Tzu Chi ini berkali-kali mengucapkan terima kasih pada setiap siswa yang menerima angpao. Ucapan ini seolah mewakili rasa syukur dan terima kasih dari Master Cheng Yen sendiri. Antrian yang demikian panjang, membuat beberapa siswa merasa tidak sabar, namun keadaan tetap tenang karena Tzu Ching dan relawan mengajak para siswa bernyanyi dan memperagakan isyarat tangan. "Kita harus menghibur anak-anak, supaya mereka tetap merasa gembira," kata Mansyur menyemangati beberapa relawan.

 

Artikel Terkait

Menanam Bibit Perbuatan Baik Sejak Usia Dini

Menanam Bibit Perbuatan Baik Sejak Usia Dini

10 November 2022

Relawan Tzu Chi pada Minggu, 6 November 2022, mengadakan pengumpulan celengan bambu Tzu Chi yang berlangsung di Gedung Vihara Dharma Shanti. Kegiatan celengan bambu Tzu Chi ini bari kali pertama di Sekolah Minggu Buddhis. 

Ketegaran Hati Menjalani Hidup Pascagempa

Ketegaran Hati Menjalani Hidup Pascagempa

14 Januari 2020

Sebanyak 553 warga korban gempa dan likuefaksi Palu akhirnya merasa lega. Mereka menandatangani Surat Perjanjian Penghuni Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Tahap 1 (11-12 Januari 2020). Karmen Darwati salah satunya. “Bahagia, meski kadang sedih kalau ingat suami,” katanya.

Keramahan dan Empati yang Mampu Membangkitkan Semangat

Keramahan dan Empati yang Mampu Membangkitkan Semangat

11 Oktober 2019

Empat hari setelah si jago merah melahap pemukiman di Jalan Kebon Jeruk 13, Kelurahan Maphar, Taman Sari Jakarta Barat, aroma sangit masih menusuk hidung. Warga dibantu petugas penanganan prasarana dan sarana umum (PPSU) Kelurahan Taman Sari masih tampak membersihkan puing-puing rumah yang tersisa dari abu dan arang.

Kita sendiri harus bersumbangsih terlebih dahulu, baru dapat menggerakkan orang lain untuk berperan serta.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -