Bersumbangsih dan Belajar
Jurnalis : Leo Samuel Salim (Tzu Chi Medan), Fotografer : Benny, Rostam (Tzu Chi Medan) Para relawan Tzu Chi menemani donor yang sedang menyumbangkan darahnya, mengajak mereka berbincang dan membuat mereka rileks agar proses transfusi berjalan lancar dan nyaman. |
| ||
“Saya harus bisa menjaga nama baik sekolah dan nama baik Yayasan Buddha Tzu Chi, ibaratnya menjaga nama baik keluarga sendiri,” ungkap Fredy sewaktu ditanya bagaimana sewaktu berhadapan dengan calon donor yang berkata-kata kurang enak didengar. Calon donor tersebut merasa kalau dirinya telah menunggu terlalu lama sehingga membuatnya sedikit emosi. Fredy dengan intonasi suara yang lembut menjelaskan kondisi yang ada pada saat itu agar dapat membuat calon donor tersebut tenang. “Saya sendiri biasanya tukang marah di kelas, tetapi saya akan menjadi lebih baik di kemudian hari,” tambahnya. Setiap kali Tzu Chi mengadakan donor darah di Sekolah W.R. Supratman 1 (sudah ke-4 kalinya -red.), para relawan berharap para siswa-siswi yang ikut bergabung dalam kegiatan tersebut dapat belajar melatih diri dengan mengendalikan emosi dan berpikir lebih bijaksana. Banyak sekali masukan-masukan yang bermunculan dari benak mereka yang membuat para relawan menyadari bahwa itu adalah saran yang baik dan harus diperbaiki pada kesempatan berikutnya. Inilah wujud kebijaksanaan yang muncul dari benak setiap orang, sama seperti yang dikatakan oleh Master Cheng Yen, kita belajar sembari melakukannya, pada saat belajar, kita hendaknya merasakannya lalu menyadarinya. Yayasan Buddha Tzu Chi adalah wadah pelatihan diri bagi setiap orang. Pelatihan diri pada saat berkegiatan Tzu Chi dan lingkungan. Karena di sanalah semua relawan harus melepaskan semua atribut-atribut yang biasanya melekat pada dirinya dan harus berbaur dengan relawan lainnya sehingga terwujudlah kesatuan hati, keharmonisan, saling mengasihi, dan gotong royong. Master Cheng Yen mengatakan jika setiap orang memiliki pekerjaannya masing-masing, dan setiap pekerjaan ada orang yang mengerjakannya. Oleh karena itu semua posisi di setiap bagian pastilah terdapat relawan yang melakukannya. Meski pekerjaan tersebut terkesan kurang enak dilihat, seperti membersihkan toilet. Indahnya Tzu Chi adalah di saat para relawan dapat memberikan pelayanan terbaik bagi orang yang membutuhkan. Mungkin untuk urusan toilet, jarang ada yang berniat untuk menggarap ladang berkah tersebut, tetapi tidak dengan sekumpulan siswa-siswi ini, mereka tidak merasa kotor, malah mengatakan, “Ini adalah sekolah kami. Kami harus dapat membuat semua orang nyaman di sekolah kami.”
Keterangan :
Banyak kisah-kisah yang menarik pada saat berkegiatan yang tidak akan habis untuk diceritakan. Dimulai dari penyambutan tamu, pendaftaran hingga ke tim konsumsi yang terus bekerja tanpa kenal lelah. Meski terkesan lelah, raut kebahagiaan tetap terpatri di wajah karena telah bersumbangsih dengan sepenuh hati kepada sesama, sehingga Master Cheng Yen mengatakan pada waktu bersumbangsih sebenarnya kita sedang menolong diri kita sendiri. Di ruang donor, kita semua dapat melihat begitu banyak Bodhisatwa dunia yang merelakan bagian tubuhnya untuk didonasikan kepada orang yang membutuhkan. Setiap calon donor yang hendak memasuki ruang donor terlebih dahulu dicatat nomor urut dan golongan darahnya. Para relawan kemudian segera melayani dengan baik setiap pendonor layaknya keluarga sendiri. Sesekali terdengar senda gurau antara relawan dengan pendonor yang membuat suasana menjadi lebih akrab. Donor darah yang dilaksanakan bersama dengan Unit Transfusi Darah Rumah Sakit Pusat Adam Malik ini dihadiri oleh 386 orang calon donor dan berhasil mengumpulkan 315 kantong darah. | |||