Bersyukur akan Hadirnya Berkah

Jurnalis : Metta Wulandari, Fotografer : Metta Wulandari, Januar Ardy (Tzu Ching), Miki Dana (Tzu Ching)
 
 

foto
Ahmad Rikafi, balita usia 2 tahun ini merupakan salah satu pasien bibir sumbing dua sisi yang ditangani oleh Tzu Chi pada baksos kesehatan Tzu Chi ke-91 beberapa waktu lalu.

Di salah satu sudut rumah sakit, Nurmini terlihat diam dan merenung, dia hanya memangku kain gendongan bercorak batik dan pandangannya tertuju pada sandal jepit hijau yang dipakainya. Di samping Nurmini, Barudin hanya berjongkok, mengepalkan kedua tangan dan meletakkannya di dahi seraya bersandar pada dinding tangga rumah sakit. Mereka hanya berdiam satu sama lain, padahal di sekitar mereka hiruk pikuk keramaian amatlah pekat. “Kafi udah masuk ruangan (operasi) ya buk?” tanya Nurmini pada kami beberapa kali dan ia kembali menunduk setelah mendapatkan jawaban.

Hari ini Barudin dan Nurmini memang menunggu anak mereka, Ahmad Rikafi, yang sedang melakukan operasi. Kafi (panggilan akrabnya) adalah salah satu pasien penderita bibir sumbing dua sisi. Usianya baru menginjak 2 tahun. Demi keselamatan putranya, Nurmini pun melakukan puasa dan tidak lupa berdoa setiap saat. Bibir sumbing yang diderita Kafi memang belum mengganggu psikis anak ini, namun keluarga merasa bahwa mereka harus melakukan operasi untuk membuat Kafi terlihat seperti anak-anak lain. Keinginan untuk melakukan operasi sudah ada sejak Kafi baru saja dilahirkan, namun perekonomian keluarganya tidak mendukung hal tersebut.

Rumah keluarga Barudin dan Nurmini di Kampung Pamahan, Jati Mekar, Bekasi, tidaklah luas dan terbuat dari bilik bambu serta beralaskan tanah yang tidak rata bahkan rumah tersebut seolah-olah akan roboh apabila tertiup angin. Untuk menyamarkan tanah, mereka menggunakan alas karpet plastik untuk tidur. Barudin, ayah Kafi, sehari-hari bekerja sebagai buruh serabutan, tak jarang dirinya juga memulung barang-barang bekas untuk menghidupi keluarganya. Sedangkan sang ibu, Nurmini, hanya mampu bekerja sebagai ibu rumah tangga karena kondisi matanya yang kurang sempurna. Mata sebelah kanan Nurmini tidak dapat melihat dan susah untuk dibuka, karena kondisi tersebut, banyak orang tidak mempercayainya untuk melakukan atau menyelesaikan pekerjaan dengan baik. Bukannya mendapatkan pekerjaan, terkadang keluarga ini malah mendapatkan perlakuan kurang menyenangkan dari beberapa orang. “Papanya ini sebagai pemulung, dan mamanya sebenarnya mau kerja, tapi masyarakat sekitarnya nggak percaya dengan kondisi matanya karena kayaknya kerja nggak bersih dan akhirnya ditolak,” ujar Soe Ing Shijie yang memberikan penenangan pada Nurmini selama ia menunggu anaknya dioperasi.

Setiap harinya, sebelum matahari terbit Barudin telah keluar rumah untuk memulung dan kembali lagi ke rumah saat senja menjelang. Dari hasil kerja kerasnya tersebut, dia mampu mengumpulkan Rp. 15.000,- hingga Rp. 20.000,- sehari. Namun tak jarang juga dia kembali pulang dengan tidak membawa hasil. Walaupun begitu, dia selalu mengingatkan dirinya sendiri untuk tetap semangat dan tegar mencari nafkah untuk menghidupi anak-anaknya dan memberikan pendidikan yang layak bagi mereka. “Saya harus tetap berjuang, berusaha buat menghidupi keluarga,” tegas Barudin.

foto  foto

Keterangan :

  • Relawan memberikan perhatian dan penenangan pada Nurmini, ibu Kafi, saat menunggu Kafi selesai dioperasi (kiri).
  • Perhatian dan kehangatan relawan membuat keluarga pasien merasa terharu (kanan).

Jalianan jodoh yang tak terduga antara keluarga Barudin dengan Tzu Chi tercipta dibalik kisah ini. Dewi Sartika yang merupakan seorang ketua RT 08 di kompleks perumahan Angkasa Puri, Jati Asih, mendapatkan informasi mengenai baksos Tzu Chi dan melakukan peninjauan terhadap warganya. Warga kompleksnya sendiri tidak ada yang sakit, hingga akhirnya beliau mencari siapa yang sekiranya patut untuk dibantu dan menemukan keluarga Barudin di kampung Pamahan, Jati Mekar, Bekasi. Jarak kompleks perumahan Dewi dengan rumah Barudin tidaklah dekat, sekitar 10 km.

Dari sinilah jodoh tersebut terbentuk. Walaupun berjauhan, tidak pernah bertemu, dan hanya mengenal dari mulut ke mulut. Dewi tetap berusaha untuk membantu dan berpegang pada prinsip kemanusiaan, tolong menolong, dan juga mengingat berbuat baik semuanya akan kembali untuk diri pribadi. “Yang pertama karena alasan peri kemanusiaan, kemudian yang kudua yang namanya kita praktik tolong menolong, yang terakhir ya semua kembalinya hanya pada yang kuasa. Mudah-mudahan dari niat saya ini dijabah oleh yang Maha Kuasa, dan semoga anak itu dapat kembali lagi seperti layaknya anak-anak lain,” harap Dewi. Sepanjang operasi berlangsung, Dewi senantiasa memberikan bantuan yang sekiranya mampu dia lakukan bagi keluarga Barudin.

Ketika operasi selesai dilakukan, raut wajah cemas para keluarga sedikit mengendur. Ungkapan syukur senantiasa terucap dari bibir Barudin dan Nurmini begitu juga dengan Dewi yang terus mencoba menghibur Kafi yang masih merasakan nyeri usai operasi. “Nanti ibu beliin balon ya dek, sama robot-robotan. Jangan nangis ya sayang..” begitu hiburnya disambut ungkapan syukur oleh Barudin. “Alhamdulillah…”

Kumpulan Cinta Kasih
Ahmad Rikafi merupakan 1 dari 1703 pasien yang dibantu oleh Tzu Chi untuk mendapatkan pengobatan dalam baksos kesehatan Tzu Chi ke 91 yang dilaksanakan di RS. Polri Kramat Jati, 21-23 Juni 2013 lalu. Selain Kafi, masih banyak lagi orang yang membutuhkan pertolongan. Bahkan masih banyak wilayah di Indonesia, tidak hanya Jakarta dan sekitarnya, namun juga luar kota, luar pulau, luar provinsi hingga luar negeri yang perlu untuk kita bantu.

foto  foto

Keterangan :

  • Wakil Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi, Sugianto Kusuma, memberikan pengenalan celengan bambu kepada Kepala Kepolisian RI, Jendral Timur Pradopo. Tanggapan positif, diberikan dalam perkenalan ini (kiri).
  • Para keluarga pasien yang menunggu tidak hanya melihat para relawan yang sedang menghibur mereka dengan peragaan isyarat tangan Satu Keluarga, namun mereka juga ikut serta melakukan peragaan isyarat tangan yang baru pertama kali ini mereka lihat (kanan).

Sering kali kita melihat, membaca, maupun mendengar ungkapan “Dana Kecil, Amal Besar” yang tertera di celengan bambu Tzu Chi. Ungkapan tersebut merupakan filosofi celengan bambu yang menandakan bahwa walaupun hanya berupa dana kecil namun apabila terus ditimbun maka akan menjadi besar. Celengan bambu sendiri merupakan bibit terbentuknya Tzu Chi yang berawal dari 30 orang ibu rumah tangga yang setiap harinya menghemat dan menyisihkan uang belanja sebanyak 50 sen $NT (setara dengan Rp. 150,-). Mereka menghemat uang belanja untuk ditabung dalam celengan bambu dan menggunakannya untuk membantu orang yang membutuhkan. Inilah benih cinta kasih yang hingga kini masih mengalir dalam nadi Tzu Chi. Dengan kisah celengan bambu, kita tahu bahwa Tzu Chi bukan organisasi yang dimulai dengan dana besar namun merupakan perwujudan hati yang tulus dan penuh cinta kasih dari banyak orang.

Dari kumpulan cinta kasih yang tersalurkan melalui celengan bambu inilah Tzu Chi dapat membantu orang-orang yang membutuhkan pertolongan. Master dalam kata perenungannya mengatakan, “Berdana bukanlah hak khusus orang kaya, melainkan wujud kasih sayang semua orang yang penuh ketulusan.” Hal ini berarti, orang kurang mampu sekalipun dapat ikut bersumbangsih bagi orang lain.

Dalam baksos ke-91, Tzu Chi yang diwakili oleh dr. Hengky Ardono juga tidak lupa menyebarluaskan semangat celengan bambu ini pada para petinggi Kapolri. Dan mereka memberikan tanggapan yang positif mengenai celengan bambu. “Saya kira celengan bambu adalah tradisi yang sangat baik, artinya dengan kegiatan sehari-hari kita, terutama tadi kepedulian. Ini merupakan suatu budaya yang setiap hari harus dilatih sehingga akan otomatis tertanam pada diri kita,” demikian perkataan dari Jendral Timur Pradopo menanggapi mengenai celengan bambu. Ia juga menambahkan bahwa selain membawa semangat celengan bambu, hal lain yang juga penting adalah bagaimana menyentuh hati agar menjadi peduli terhadap setiap orang yang membutuhkan.

Melalui baksos dan juga melalui kumpulan cinta kasih yang terus mengalir, semoga saja cita-cita Tzu Chi untuk menyucikan hati manusia, mewujudkan masyarakat aman dan tenteram, dan dunia terbebas dari bencana dapat terlaksana.

  
 

Artikel Terkait

Membangun Suatu Budaya Makan yang Baik

Membangun Suatu Budaya Makan yang Baik

13 September 2019
Sejak awal September 2019, Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, DAAI TV, serta Sekolah Tzu Chi Indonesia tengah gencar memulai kampanye untuk menghargai berkah. Dari kampanye ini, seluruh staf maupun masyarakat umum yang datang untuk makan siang di kantin Tzu Chi diajak untuk mempraktikkan langsung bagaimana membentuk budaya makan yang baik. 
Pemberkahan Awal Tahun 2021: Sebuah Pengakuan dan Kepercayaan dari Masyarakat dan Pemerintah

Pemberkahan Awal Tahun 2021: Sebuah Pengakuan dan Kepercayaan dari Masyarakat dan Pemerintah

21 Februari 2021

Pemberkahan Awal Tahun 2021 digelar dalam suasana yang sangat berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, yang mana kali ini berlangsung secara virtual. Lebih dari 1.150 relawan Tzu Chi dari Aceh hingga Papua mengikuti Pemberkahan Awal Tahun melalui berbagai media sosial seperti facebook, instagram, youtube, dan aplikasi Zoom.

Bahagianya Herman dan Keluarga Tinggal di Rumah Baru

Bahagianya Herman dan Keluarga Tinggal di Rumah Baru

21 Desember 2021

Relawan Tzu Chi komunitas He Qi Utara 2 menyerahkan kunci dan melalkukan syukuran pemotongan tumpeng untuk rumah baru Herman setelah selesai direnovasi Tzu Chi.

Menghadapi kata-kata buruk yang ditujukan pada diri kita, juga merupakan pelatihan diri.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -