Bersyukur, Menghormati dan Cinta kasih
Jurnalis : Mimi, Wismina (Tzu Chi Pekanbaru), Fotografer : Relawan Tzu Chi PekanbaruAnak-anak di Panti Asuhan Al Hidayah, Pekanbaru, senantiasa tertawa bahagia dan hidup penuh syukur, meski tak sempat merasakan keutuhan keluarga. |
| |
Kegiatan ke panti ini juga diikuti oleh anak-anak dari kelas budi pekerti, dan gan en hu Sutrisno beserta anaknya, Yudi. “Panti ini menampung anak-anak yang belum beruntung, karena roda masih berputar. Dan yang kami tampung adalah anak-anak yatim dan miskin, yang mempunyai keinginan untuk bersekolah,” jelas Dasrin yang mengasuh anak-anak di panti asuhan Al Hidayah ini. “Adik-adik, jangan pernah meremehkan diri sendiri, karena setiap orang mempunyai potensi yang tak terhingga, maka dari itu kita mesti menggali terus potensi didalam diri kita dan belajar dengan rajin,” demikian Chia Shixiong memberikan semangat bagi anak-anak di panti dengan mengutip kata-kata perenungan Master Cheng Yen. Kegiatan diisi dengan mengajak makan bersama pengurus serta seluruh anak-anak asuh panti, serah terima bantuan, bermain, bernyanyi sambil memperagakan isyarat tangan (shou yu). Anak-anak disuguhi dengan permainan yang bernama “perahu bahagia”, sebuah permainan yang juga pernah dimainkan oleh anak-anak Tzu Chi di kelas budi pekerti. Bedanya, jika di kelas budi pekerti, anak-anak bermain dengan para orangtua tercinta ataupun Da Ai mama, sementara di panti, dengan adanya permainan ini, anak-anak dapat lebih memahami dan merasakan arti kebersamaan yang sesungguhnya.
Ket: - Relawan Tzu Chi mengajarkan budaya kemanusiaan Tzu Chi berupa isyarat tangan kepada anak-anak yang masih sangat hijau ini. (kiri) Anak-anak kelas budi pekerti menampilkan isyarat tangan Tiga Tiada sambil mengajak anak-anak di panti untuk ikut belajar isyarat tangan ini. Terlihat anak-anak mengikuti gerakan yang diperagakan. Setelah itu relawan memberikan bingkisan berupa barang keperluan sehari-sehari kepada panti asuhan Al Hidayah. “Terima kasih. Bingkisan ini merupakan tanda kasih sayang dari Yayasan Buddha Tzu Chi,” kata Dasrin ketika menerima bingkisan dari Atek Shixiong. Kemudian Susan Shijie menjelaskan cara bermain perahu bahagia, yakni dengan menggunakan kertas koran sebagai perahu, dan ketika buaya datang menghampiri perahu bahagia, anak-anak harus menyelamatkan dirinya dengan cara berdiri diatas kertas koran tersebut. Satu perahu bahagia tersebut bisa terdiri dari empat sampai dengan lima anak. Terlihat anak-anak sangat menyenangi dan menikmati permainan ini. Banyak anak-anak yang badannya lebih besar, mengorbankan kakinya diinjak dan membiarkan punggung besar mereka menjadi tempat yang aman buat temannya berlindung, sehingga semua bisa selamat dan tetap berada di perahu bahagia. Sungguh terharu, karena mereka bisa mengerti bahwa mereka harus saling membantu, mengasihi dan punya rasa tanggung jawab. Setelah melihat permainan ini, Dasren yang merupakan pengurus panti merasa senang juga terharu. “Tidak disangka.. Tzu Chi memiliki ide permainan lucu tapi mendidik seperti ini. Pada dasarnya, yang dibutuhkan oleh anak-anak bukanlah apa-apa. Yang mereka butuhkan hanyalah sebuah tempat untuk bersandar. Tempat di mana mereka bisa mendapatkan kasih sayang selayaknya anak-anak lainnya yang masih mempunyai keluarga yang utuh. Untuk itu, saya sangat mengharapkan relawan Tzu Chi ke depannya dapat berkunjung lagi, dengan membawa suguhan permainan yang lain, sehingga anak-anak merasa memiliki sebuah keluarga, teman, saudara, membuat mereka merasa tidak dikucilkan dari masyarakat dan teman-teman sebayanya,” katanya. Setelah bermain-main, anak-anak diajak untuk mendengar sharing dari Magdalena Shijie, sambil menganjurkan kepada anak-anak untuk selalu bersyukur, saling mengasihi, rajin menuntut ilmu sehingga setelah besar nantinya bisa berguna bagi masyarakat.
Ket: - Hati-hati dengan serangan buaya, ayo berbagi perahu bahagia supaya semua bisa selamat. Permainan perahu bahagia menarik untuk anak-anak dan melatih kerja sama mereka. (kiri) Setelah satu jam lebih berada di panti, akhirnya acara kunjungan kasih ini ditutup dengan penampilan isyarat tangan Satu Keluarga. Yudi, anak Sutrisno ikut tampil dan gabung bersama anak kelas budi pekerti memperagakan isyarat tangan yang sudah dipelajarinya ketika relawan melakukan kunjungan kasih setiap minggunya. “Semoga kita semua sehat-sehat karena tanpa kesehatan kita tidak akan bisa menolong orang lain. Saya terharu melihat materi yang diberikan kali ini. Kita semua belajar untuk menjadi manusia baik, yakni manusia yang bisa bermanfaat bagi orang lain,” kata Dasrin di akhir acara. Anak-anak kemudian diajak untuk makan bersama menyantap makanan yang telah disediakan oleh para relawan. Di sela-sela acara makan, relawan menanyakan kepada anak-anak panti. “Kalau ga ada acara, biasanya kami cuma nonton-nonton doang. Saya sangat senang semua acara tadi,” tutur Andre yang sekarang duduk di kelas VI SD. “Saya suka permainan perahu bahagia, tadi saya digendong,” kata Fauzi dengan polosnya. Sinta, salah satu anak panti yang masih kelas II SD, sangat bersemangat ketika ditanya mengenai acara yang telah diikutinya. “Saya sangat senang, waktu bermain perahu bahagia, saya menggendong teman-teman saya, senang rasanya bisa main-main bersama teman. Terus tadi saya juga memeluk adik (anak kelas budi pekerti –red). Kakak..datang lagi yah..” katanya. Meski mereka tidak mempunyai keluarga utuh, tapi anak panti Al Hidayah tumbuh menjadi anak-anak yang mengerti sopan santun,bisa berbagi dan bersyukur atas semua yang mereka miliki. Mereka saling menjaga satu sama lainnya. Semua itu terjadi dari sebuah pemberian yang tanpa mengharapkan imbalan, yakni dari bapak dan ibu pengurus panti Al Hidayah.
Ket: - Kunjungan kasih dari para relawan membuat anak-anak merasa bahagia dan mendapat manfaat. Mereka juga belajar tentang rasa syukur dalam kondisi apapun. (kiri) Salah satu kata perenungan Master Cheng Yen berbunyi, “Nyalakanlah pelita di sudut yang paling gelap dan nyalakanlah api dalam perjalanan yang dingin dan sepi”. Para relawan Tzu Chi sangat mengharapkan dapat menyalakan pelita di dalam hati sanubari setiap anak, menjadikan Tzu Chi sebagai keluarga kedua bagi mereka, karena anak-anak adalah generasi penerus yang diharapkan dapat ikut serta dalam menyebarkan cinta kasih ke seluruh penjuru dunia. Dengan kebijaksanaan Bodhisatwa mendidik anak-anak. Dengan cinta kasih orangtua melindungi tunas bangsa, agar di setiap hati manusia terdapat sekuntum teratai. Bakat, pikiran, etika, dan kebijaksanaan dapat berkembang dengan bebas, mengubah dunia yang terlantar menjadi ladang kebahagiaan. | ||
Artikel Terkait
Menggaungkan Pelestarian Lingkungan
25 November 2015Waisak 2019: Berbagai Kisah Dalam Memperingati Tiga Hari Besar
14 Mei 2019Pada 12 Mei 2019, Tzu Chi Tanjung Balai Karimun, para relawan bersama dengan jutaan insan Tzu Chi di seluruh dunia mengadakan perayaan Tiga Hari Besar. Kegiatan yang bertempat di Kantor Tzu Chi Tanjung Balai Karimun ini diikuti oleh 222 peserta.
Tahun Baru, Resolusi Baru
21 Januari 2020Di awal tahun, pertemuan para anak-anak asuh Teratai terasa sangat menarik. Dipandu oleh Ria Sulaiman dan Yanny Sukadjaya, anak-anak asuh Teratai tersebut membuat resolusi tentang apa saja yang akan dicapai dalam satu tahun ke depan.