Pelatihan Abu Putih I periode 2025 bertema Gan En, Zhun Zhong, Ai (Bersyukur, Menghormati, Cinta Kasih) diikuti 113 relawan peserta dan sekitar 43 relawan panitia serta relawan dari Banda Aceh, Meulaboh dan Bireuen secara online melalui sambungan zoom.
Pelatihan Abu Putih-1 yang digelar oleh relawan Tzu Chi Medan pada Minggu, 24 November 2024, mencerminkan semangat untuk memperkuat fondasi spiritual dan praktik kebajikan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan tema “Gan En, Zhun Zhong, Ai” (Bersyukur, Menghormati, Cinta Kasih). Pelatihan ini menjadi langkah penting bagi para relawan untuk memahami nilai-nilai luhur yang diajarkan oleh Master Cheng Yen.
Bertempat di gedung Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia Cabang Medan, pelatihan ini dihadiri 113 orang peserta dan 43 orang panitia, yang bersama-sama belajar, merenung, dan berbagi pengalaman. Pelatihan ini juga menjangkau relawan dari Banda Aceh, Meulaboh, dan Bireuen yang mengikuti secara online melalui platform Zoom, hal ini menunjukkan komitmen Tzu Chi dalam memanfaatkan teknologi untuk memperluas dampak positifnya.
Pelatihan relawan abu putih ini menjadi momen introspeksi dan pembinaan diri. Nilai-nilai bersyukur atas kehidupan, menghormati sesama, dan mencintai tanpa pamrih menjadi inti dari materi yang disampaikan, sejalan dengan pesan Master Cheng Yen bahwa kebajikan harus disertai kebijaksanaan. Pelatihan Abu Putih I ini tidak hanya menjadi momen pembinaan, tetapi juga menjadi ruang untuk memperdalam keyakinan para relawan sebagai Bodhisattva yang diajarkan oleh Master Cheng Yen.
Xin Yu Koordinator kegiatan, mengungkapkan harapannya apa yang dipelajari selama pelatihan dapat diaplikasikan baik dalam aktivitas di Tzu Chi maupun dalam kehidupan sehari-hari. "Pelatihan ini bertujuan untuk menambah keyakinan relawan dalam menapaki jalan Bodhisattva di Tzu Chi dan sebagai bekal dalam pembinaan diri dan apa yang didapat dari pelatihan ini dapat diterapkan tidak hanya saat beraktivitas di Tzu Chi, tetapi juga dalam kegiatan sehari-hari," ujar Xin Yu.
Kegiatan pelatihan ini di pandu oleh Aprianda yang membuka pelatihan dengan rangkaian kegiatan yang syarat makna spiritual. Para peserta memberi penghormatan kepada Buddha, Bodhisattva, dan Master Cheng Yen, dilanjutkan dengan menyanyikan Mars Tzu Chi yang menggugah semangat, serta melafalkan 10 Sila Tzu Chi sebagai pengingat nilai-nilai luhur dalam berbuat kebajikan.
Shu Tjeng bercerita tentang kisah Tzu Chi sebagai bekal dasar bagi peserta pelatihan agar lebih memahami riwayat Tzu Chi sehingga tumbuh keyakinan dan kesungguhan hati relawan dalam menjalani kegiatan Tzu Chi. Shu Tjeng mengajak peserta untuk meneladani apa yang telah dialami dan dilakukan Master Cheng Yen untuk membantu orang-orang menderita.
Pada sesi awal pelatihan, Shu Tjeng membawa para peserta menyelami perjalanan inspiratif Master Cheng Yen, pendiri Tzu Chi. Ia berbagi kisah yang sarat makna, dimulai dari perjalanan spiritual Master Cheng Yen ketika meninggalkan kehidupan duniawi untuk mencari makna yang lebih dalam hingga keputusannya menjadi biksuni yang sepenuhnya mengabdikan hidup untuk melayani semua makhluk.
Kisah ini mencakup momen penting pertemuan Master Cheng Yen dengan Mahabiksu Master Yin Shun, yang memberikan arahan agar Master "bekerja untuk Buddha Dharma dan semua makhluk." Peristiwa bercak darah yang melibatkan seorang pasien miskin yang tidak mampu membayar biaya rumah sakit, serta diskusi mendalam dengan seorang biarawati Katolik tentang pentingnya aksi nyata untuk membantu masyarakat, menjadi titik balik yang mendorong Master Cheng Yen mendirikan badan amal Tzu Chi.
Shu Tjeng juga mengingatkan para peserta tentang masa-masa awal penuh tantangan yang dikenal sebagai "masa celengan bambu", ketika Master Cheng Yen dan 30 orang ibu rumah tangga yang menyisihkan sedikit uang belanjanya setiap hari untuk membantu yang membutuhkan.
Dari langkah kecil tersebut, Tzu Chi perlahan berkembang dengan semangat kerja keras dan cinta kasih tanpa henti hingga berhasil mendirikan empat misi utama, yaitu Misi Amal, Misi Kesehatan, Misi Pendidikan, dan Misi Budaya. Kisah ini menjadi pengingat kuat bagi para relawan bahwa semangat kecil yang penuh cinta kasih dapat membawa dampak luar biasa bagi dunia.
Materi yang disampaikan Shu Tjeng ini menjadi fondasi penting bagi para peserta untuk lebih memahami nilai-nilai luhur yang melandasi berdirinya Yayasan Tzu Chi. Shu Tjeng tidak hanya berbagi kisah, tetapi memberikan motivasi mendalam kepada para peserta untuk meneladani semangat dan pengorbanan Master Cheng Yen.
"Perjuangan Master Cheng Yen tidak hanya materi, tenaga, dan pikiran, tetapi juga air mata," ucap Shu Tjeng menggambarkan betapa besar dedikasi Master Cheng Yen untuk membantu mereka yang menderita.
Peserta pelatihan disuguhi peragaan isyarat tangan lagu Gan En, Zhun Zhong, Ai (Bersyukur, Menghormati, Mengasihi) yang indah oleh relawan tim isyarat tangan (shou yu).
Pada materi Budaya Kemanusiaan Tzu Chi, yakni gan en (bersyukur), zhun zhong (menghormati) dan ai (cinta kasih), Handra Sikoko menjelaskan tiga hal ini merupakan prinsip dasar yang harus dimiliki insan Tzu Chi. Tiga prinsip ini merupakan budaya interaksi antar manusia sebagai teladan yang diwariskan turun temurun dan mendasari semua misi yang ada di Tzu Chi.
Tidak ketinggalan pula dijelaskan mengenai karakteristik budaya kemanusiaan Tzu Chi yang meliputi senyuman, melakukan sendiri / turun lapangan, rendah hati, penuh pengertian dan perilaku yang lembut. “Mampu berlapang dada dan mengalah sedikit, tiada perhitungan, juga harus bersyukur, menghormati dan mengasihi. Jika bisa diterapkan setiap hari, hidup akan damai dan bahagia dan jauh dari masalah,” kata Handra mengakhiri materi.
Materi yang tak kalah penting adalah tata krama Tzu Chi yang dibawakan oleh Laily Toegino. Master Cheng Yen mengatakan, “Keindahan suatu kelompok berasal dari keindahan masing-masing anggota kelompok”.
Keindahan tersebut salah satunya bersumber dari tata krama yang merupakan susunan kaidah/norma dan aturan yang harus diikuti relawan Tzu Chi supaya tercipta keselarasan, ketertiban dan keindahan yang membedakan Tzu Chi dengan organisasi yang lain. “Tata krama bertujuan supaya tidak ada perbedaan di antara relawan. Ini harapan Master. Semua relawan adalah setara dan seragam,” Laily menjelaskan.
Pembekalan materi tata krama disertai peragaan langsung oleh relawan Yenny Waty (kiri) dan Melinda (kedua kiri) agar peserta dapat memahami dengan lebih jelas dan detail.
Memasuki sesi pelestarian lingkungan, Tony Honkley selaku koordinator bidang pelestarian lingkungan berbagi pengetahuan asal mula misi pelestarian lingkungan Tzu Chi dan pentingnya menjalankan misi pelestarian lingkungan. Tony menjelaskan kondisi bumi makin tidak sehat karena masih kurangnya kesadaran manusia dalam hal pelestarian lingkungan.
Tony mengajak peserta untuk merawat bumi dan berupaya mengurangi sampah dengan menerapkan konsep 5R, yaitu rethink, reduce, reuse, repair dan recycle, serta bervegetarian. “Titik berat pelestarian lingkungan bukan pada uang yang terkumpul, melainkan pada kesadaran melestarikan lingkungan. Mari masing-masing bertekad melakukan satu hal untuk menyelamatkan bumi,” jelas Tony.
Talkshow yang hangat dan bermakna dengan narasumber Liany (tengah) dan Elsa Huang (kanan) dan moderator Yanny (kiri) yang dapat menambah wawasan dan memberikan motivasi yang kuat bagi peserta agar lebih mantap dan yakin dalam menjalankan misi Tzu Chi.
Melengkapi pelatihan, yaitu peragaan isyarat tangan lagu Gan En, Zhun Zhong, Ai (Bersyukur, Menghormati, Mengasihi) yang indah dan talkshow yang hangat dan bermakna dengan menampilkan narasumber Liany dan Elsa Huang dan moderator Yanny.
Para peserta diajak untuk mendengarkan sharing pengalaman kedua narasumber dari awal jalinan jodoh mereka dengan Tzu Chi hingga menjadi relawan dan mengemban tanggung jawab di berbagai misi Tzu Chi. Sharing relawan ini tentunya menambah wawasan dan memberikan motivasi yang kuat bagi peserta.
“Kita telah melangkah masuk ke dalam pintu Tzu Chi, hargailah jalinan jodoh kita dengan Master. Dengan mengambil tanggung jawab, jiwa kebijaksanaan kita baru bisa terlatih dan berkembang,” pesan Elsa Huang kepada peserta.
Para peserta berkesempatan untuk sharing mengikuti pelatihan ini. Melati Kesuma salahsatu peserta yang juga staf DAAI TV Medan mendapat inspirasi dari sesi Budaya Humanis Tzu Chi, yaitu bersyukur, menghormati dan cinta kasih. “Dari pelatihan ini, saya jadi tahu lebih mendalam tentang bersyukur, menghormati dan cinta kasih. Ini mutlak diperlukan baik dalam keseharian maupun dalam pekerjaan karena merupakan budaya humanis,” ucap Melati.
Para peserta pelatihan beserta relawan panitia dan mentor berfoto bersama setelah selesai pelatihan.
Lain perasaan yang dialami oleh Sumi, yang belum lama bergabung dengan Tzu Chi dan pertama kali mengikuti pelatihan. Ia mengenal Tzu Chi dari temannya yang mendaftarkan anaknya di Sunday School (sekolah Minggu) Tzu Chi. Dari pelatihan ini, wawasannya bertambah dalam hal etika dan cara bersikap dan berperilaku.
“Banyak yang saya dapat. Terutama kisah Tzu Chi yang banyak memberikan inspirasi untuk berbuat kebajikan dalam kehidupan. Pengetahuan saya juga bertambah dalam hal pelestarian lingkungan. Ternyata barang-barang yang kita gunakan sehari-hari memiliki efek yang tidak disadari hingga bertahun-tahun, seperti plastik dan styrofoam yang membutuhkan waktu ribuan tahun untuk terurai,” ujar Sumi. Ia bertekad menjadi pribadi yang lebih baik dan makin bijaksana dengan kegiatan-kegiatan Tzu Chi.
Editor: Anand Yahya