Bertobat di Hari Ayah

Jurnalis : Erli (He Qi Utara), Fotografer : Anand Yahya
 
 

fotoSebagai manusia hendaknya tahu membalas budi, renungkanlah dari mana tubuh kita berasal, betapa sulitnya orangtua membesarkan dan mendidik kita, dan apa yang harus kita lakukan untuk membalas budi luhur mereka?

“Siapakah yang tidak pernah berbuat salah, siapakah yang suci dari noda batin? Setiap orang harus bertobat. Menyesali kesalahan di masa lalu, bertobat dengan bervegetarian, dan dengan tulus mendoakan masa depan.”

(Master Cheng Yen)

 

Minggu, 7 Agustus 2011, bertempat di Aula Lt.3 RSKB Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng, pukul 14.00 WIB, Tzu Chi He Qi Utara bekerjasama dengan He Qi Barat mengadakan Perayaan Hari Ayah atau yang lebih dikenal dengan sebutan “Ba Ba Jie” (baca:Pa Pa Cie, perayaan tanggal delapan bulan delapan). Acara yang diikuti oleh 58 pasang ayah dan anak dengan tema Pertobatan ini menampilkan wujud bakti sang anak kepada ayahnya, dan mengajak setiap orang untuk bertobat.  

Pada sesi pertama, acara dimulai dengan ritual sang anak berlutut di depan ayah, menghidangkan teh, memberi kartu ucapan, kemudian membasuh wajah, tangan, dan kaki ayah, kemudian anak memeluk ayah sambil berkata “Papa, aku sayang Papa!” Tersentuh oleh ketulusan sang anak, air mata ayah pun tak terbendung. Rasa haru bukan saja dirasakan oleh pasangan anak dan ayah yang mengikuti prosesi, ratusan hadirin, baik relawan maupun keluarga peserta dan para tamu juga ikut terharu karena teringat ayah masing-masing. Begitu besar cinta ayah yang bagaikan gunung, memberi cinta kasih tanpa suara.

Master Cheng Yen berkata, “Ada dua hal yang tidak bisa ditunda, yakni berbuat kebajikan dan berbakti kepada orang tua.” Sebagai anak kita harus hormat dan berbakti kepada orang tua. Berbakti bukan hanya memenuhi kebutuhan fisik dan membeli banyak barang untuk orang tua. Namun kebutuhan batiniahlah yang terpenting. Perhatian dan cinta kasih dari anak, dengan sering mendampingi, menemani, mengobrol dengan orang tua adalah kebahagiaan terbesar mereka. Bakti kepada orang tua juga dapat diwujudkan dengan cara bersyukur dan menjaga dengan baik tubuh pemberian orang tua, senantiasa sehat sehingga tidak membuat mereka cemas.

Lain halnya dengan Dessy, ketika semuanya sedang larut dalam keharuan bersama papa masing-masing, Dessy yang pernah menyatakan bertobat di depan ribuan hadirin pada acara Pemberkahan Akhir Tahun bulan Januari lalu, tidak bisa bertemu papanya lagi. ”Merasa menyesal karena saat Papa hidup, tidak berbakti dengan baik, sekarang sudah tidak ada kesempatan,” ujar Dessy dengan beberapa bulir air mata menghiasi tepi matanya.

foto  foto

Keterangan :

  • Sebuah perhatian kecil terkadang dapat membuat orang tua kita menjadi lebih berbahagia. (kiri)
  • Para relawan tak dapat menahan luapan penyesalan ketika mereka merenungi dan memahami kembali berapa banyak kesalahan yang pernah mereka lakukan terhadap orangtua mereka. (kanan)

Setiap Manusia Memiliki Sifat Hakiki Suci Tanpa Noda Setara Buddha
Sesi kedua diawali dengan penampilan isyarat tangan dari tim Heqi Utara dan Heqi Barat dengan lagu “Sheng Sheng Shi Shi Dou Zai Pu Ti Zhong”. Sungguh sebuah tekad yang mulia, dalam lagu tersebut dinyatakan niat untuk berikrar seperti Bodhisatwa Ksitigarbha yaitu membebaskan semua makhluk dari penderitaan. Juga bertekad layaknya Bodhisatwa Avalokitesvara yaitu mengembangkan welas asih yang luas tak bertepi.

Setelah mendengar ceramah Master Cheng Yen, tim isyarat tangan kembali tampil dengan lagu pembuka Sutra Pertobatan “Fa Pi Ru Shui”, yaitu “Yi Xing Yuan Ming Zi Ran”. Dalam sutra ini dinyatakan bahwa setiap manusia memiliki sifat hakiki suci tanpa noda setara Buddha. Sejak masa tanpa awal, batin manusia tertutup oleh lembaran-lembaran kotoran batin yang kian lama kian tebal. Dengan memahami hukum karma dengan jelas, kemudian bertobat, niscaya kondisi batin akan tenang, tanpa kerisauan, sehingga membawa kedamaian dan keharmonisan.

Untuk memahami hukum karma dengan jelas, kisah Biksu Wu Da merupakan pedoman yang tepat. Dalam drama dikatakan bahwa Biksu Wu Da adalah seorang biksu yang di setiap kehidupannya selalu mendalami dharma dan menjadi seorang biksu agung. Moralitas dan ketaatannya akan sila sangat tersohor selama sepuluh kehidupan berturut-turut. Hanya karena sedikit kesombongan muncul, memberi kesempatan pintu karma terbuka sehingga mengakibatkan karma buruknya berbuah. Sebuah borok berbentuk wajah manusia tumbuh di kakinya. Akibatnya Biksu Wu Da merasakan derita yang luar biasa. Borok tersebut akhirnya sembuh atas jasa seorang biksu yang pernah ditolongnya. Ternyata borok tersebut adalah buah karma akibat dendam Chau Cuo yang pernah dibunuhnya pada kehidupan masa lalu sebelum ia menjadi biksu agung.

Pesan dari kisah ini jelas bahwa setiap perbuatan kita sekecil apapun, buah karmanya akan terus mengikuti kita hingga di kehidupan-kehidupan berikutnya. Biksu Wu Da tersadar, kemudian membangun biara kecil untuk membina diri, menyerukan pertobatan dengan merangkai Sutra Pertobatan Air Samadhi, bercita-cita luhur menyebar luaskan Sutra Pertobatan Air Samadhi, agar setiap orang dapat sadar, bertobat, membersihkan diri dari dosa, menyucikan hati, berbuat kebajikan, dan dengan welas asih menyelamatkan dunia.

Drama dilanjutkan dengan “Chan Hui Fan Nao Zhang” (Rintangan Kerisauan Dalam Pertobatan). Drama ini mengingatkan kita untuk senantiasa mawas diri terhadap karma dan kerisauan yang timbul akibat niat pikiran dan keinginan serta keserakahan. Master Cheng Yen sering mengingatkan kita agar senantiasa “Menyadari adanya berkah, bersyukur atas berkah, dan menciptakan berkah kembali.” Master berharap setiap orang dapat bertobat dan bervegetarian. Manfaat bervegetarian sangat banyak. Selain tubuh sehat, kita telah menjalin jodoh baik dengan semua makhluk, melindungi kehidupan, dan melindungi bumi.

foto  foto

Keterangan :

  • Relawan menampilkan pertunjukan Drama Musikal Bahasa Isyarat Tanggan “Pertobatan Air Samadhi Penuh Welas Asih pada peringatan Hari Ayah tanggal 7 Agustus 2011.(kiri)
  • Relawan menyampaikan pertobatan melalui gerakan isyarat tangan, meminta restu dan menginspirasi orangtua untuk ikut bertobat dan bervegetarian.(kanan)

“Kita bisa melihat bahwa ada dua orang anak yang mengetahui adanya pementasan ini, mereka terinspirasi dan bersedia bertobat dan bervegetarian selama 108 hari demi pelimpahan jasa kepada papa mereka. Saya sungguh merasa tergugah melihat tekad mereka. Dan ternyata tekad mereka mampu menginspirasi teman-temannya yang lain,” ujar Like Shijie selaku koordinator acara di sela-sela sesi dusuhui (bedah buku) beberapa minggu sebelumnya.

Relawan yang ikut serta dalam tim isyarat tangan, banyak yang sudah berikrar untuk bervegetarian, bahkan ada di antara mereka yang sudah bervegetarian sejak beberapa tahun yang lalu. Dengan mengikuti pementasan dan mendalami dharma, telah mengubah kebiasaan dan pola pikir para relawan. Seperti yang dialami Liza Shijie, “Ada satu kalimat dalam lagu ‘Yuan’ yang sangat mengena, yaitu tidak membicarakan ucapan kosong atau menyebarkan desas desus. Sejak ikut latihan shouyu, saya dan teman-teman selalu saling mengingatkan untuk menyetop obrolan kami bila sudah menjurus pada omongan kosong dan gosip,” sembari tersenyum Liza juga mengaku sudah bervegetarian selama satu bulan dan bertekad akan meneruskan dan bukan hanya sekedar 108 hari.

Dessy, yang walaupun menyesal tidak sempat berbakti kepada sang ayah, juga sudah bervegetarian hampir setahun, saat ini juga mendalami dharma, dan bersungguh hati ikut berpartisipasi dalam penampilan drama dan isyarat tangan pada Perayaan Hari Ayah ini. “Shifu di Taiwan mengatakan kepada saya bahwa di Tzu Chi tidak ada hou hui (menyesal), yang ada hanya chan hui (bertobat). Master menasehati kita jangan hanya ikut main drama dan shouyu saja, bukan pertunjukannya yang penting, tapi apakah kita sudah bertobat dan menyucikan hati kita, itulah yang Master inginkan,” tutur Dessy. Sambil mengenang sang ayah yang telah tiada, dengan mata berkaca-kaca Dessy sangat berharap dapat menjalin jodoh lagi dengan papa. “Bila Papa terlahir kembali, semoga Papa bisa bergabung dalam barisan Tzu Chi, sama-sama bekerja di Tzu Chi, dan saya bertekad di setiap kehidupan senantiasa ikut Master dan berada di jalan bodhisatwa.”

Di penghujung acara, terdengar lantunan lagu “Yi Yi Chan Hui”, diwakili oleh 25 relawan dari komite, biru putih, dan abu putih, lagu ini mempertegas niat para relawan untuk bertobat. Dilanjutkan dengan lagu “Yuan” (Berikrar) yang diiringi oleh gerakan tangan yang santun dan indah dari tim isyarat tangan. Lagu ini berisi ikrar yang tulus agar senantiasa mawas diri terhadap karma yang timbul akibat ‘perbuatan jasmani’ dan ‘ucapan’. Karma yang timbul akibat ‘perbuatan jasmani’ adalah  membunuh, mencuri, berbuat asusila. Sedangkan karma yang timbul akibat ‘ucapan’ adalah berucap kasar, berbohong, bergosip, dan memfitnah.

Acara ditutup dengan doa bersama diiringi dengan lagu “Doa dan Damai”, dan acara yang singkat namun sarat makna ini pun berakhir, para hadirin dituntun oleh barisan relawan yang rapi dan indah, dengan sikap hormat dan senyum ramah khas Tzu Chi mengucapkan sampai jumpa pada hadirin. Semoga makin banyak orang yang bergabung dalam barisan “Pertobatan” ini, setiap orang memahami dan menyelami Dharma, menyucikan hatinya sehingga tercipta masyarakat yang harmonis dan dunia yang bebas dari bencana.

  
 

Artikel Terkait

Menggalang Donasi Bagi Korban Gempa

Menggalang Donasi Bagi Korban Gempa

09 Agustus 2018
Relawan Tzu Chi Sinar Mas tergerak untuk turut mengobati rasa kesedihan yang dirasakan oleh para korban melalui penggalangan donasi bagi korban gempa yang dilaksanakan pada 31 Juli, 7-8 Agustus 2018.
Penyuluhan Tentang Virus Corona di RSCK Tzu Chi

Penyuluhan Tentang Virus Corona di RSCK Tzu Chi

04 Maret 2020

Informasi yang benar tentang pencegahan penularan virus Corona (Covid-19) sangat dibutuhkan masyarakat saat ini. Karena itu, Rumah Sakit Cinta Kasih Tzu Chi (RSCK) Cengkareng juga terus mengedukasi masyarakat terkait ini, salah satunya melalui penyuluhan. Seperti hari ini, Rabu 4 Maret 2020, penyuluhan ditujukan kepada para pasien dan keluarganya yang tengah menunggu di ruang rawat jalan.

Menjalin Toleransi Antar Umat Beragama

Menjalin Toleransi Antar Umat Beragama

21 Juli 2014 Unjuk menjalin toleransi antar umat beragama, Yayasan Buddha Tzu Chi mengadakan kegiatan buka puasa bersama bagi seluruh staf Yayasan Buddha Tzu Chi, DAAI TV Indonesia, guru Sekolah Tzu Chi Indonesia, dan staf serta seniman bangunan PT. Pulau Intan.
Dengan keyakinan, keuletan, dan keberanian, tidak ada yang tidak berhasil dilakukan di dunia ini.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -