Bertukar Ilmu dengan Wakil Presiden
Jurnalis : Metta Wulandari, Fotografer : Anand Yahya
Wakil Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia Sugianto Kusuma (kiri) menyambut kehadiran Wakil Presiden Republik Seychelles Vincent Meriton (kanan) bersama delegasinya yang menyempatkan waktu mengunjungi Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia di Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara.
Wakil Presiden Republik Seychelles, Vincent Meriton bersama delegasinya menyempatkan waktu mengunjungi Kantor Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia di Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara usai mengikuti Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Indian Ocean Rim Association (IORA) Leader’s Summit 2017, 5-7 Maret 2017. Kunjungan tersebut dilakukan pada hari terakhirnya berada di Indonesia, Rabu, 8 Maret 2017.
Wakil Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia Sugianto Kusuma bersama relawan Tzu Chi menerima kunjungan tersebut dengan penuh kehangatan. Kunjungan yang dilakukan oleh wakil pemerintahan Seychelles tersebut juga menjadi salah satu agenda yang telah mereka jadwalkan sebelumnya. “Awalnya saya berpikir kalau kami akan mengunjungi tempat semacam Buddhist Center, namun ternyata di sini (Yayasan Buddha Tzu Chi) tempat yang sangat multiculture. Ada bermacam budaya, bermacam agama yang disatukan atas nama cinta kasih dan kemanusiaan,” kata Vincent Meriton membuka sesi wawancara.
Dalam kunjungan tersebut, relawan Tzu Chi memberikan pemaparan singkat mengenai Tzu Chi serta mengajak Vincent dan delegasinya untuk mengenal Tzu Chi melalui sesi tur Aula Jing Si. Setelah mengikuti tur ini, Vincent mangaku gembira karena mendapatkan hal-hal baru. Apalagi ketika ia melihat bagaimana giatnya relawan Tzu Chi melakukan daur ulang sampah.
Untuk memperkenalkan Tzu Chi, relawan mengajak Wakil Presiden Republik Seychelles Vincent Meriton tur Aula Jing Si dan melihat apa saja yang telah dilakukan oleh Tzu Chi Indonesia.
Wakil Presiden Republik Seychelles Vincent Meriton terkesan dengan aksi daur ulang yang dilakukan oleh relawan Tzu Chi.
“Pencemaran terjadi dimana-mana, sampah pun ada dimana-mana. Dan permasalahan ini dihadapi oleh setiap negara,” ungkapnya. Menghadapi masalah sampah yang seakan tidak ada habisnya, Vincent sempat memberikan pujian kepada Tzu Chi yang dengan terus menerus berkomitmen melakukan aksi pelestarian lingkungan. “Saya rasa program daur ulang yang diterapkan di sini adalah satu contoh yang sangat baik, walaupun sampah banyak diartikan sebagai barang yang kotor, tetapi kalian bisa mengubahnya menjadi satu hal baru. Ini juga merupakan hal yang bisa kami bawa pulang sebagai pengingat bahwa kami harus lebih menyayangi bumi dan mencoba menjaga tanah tempat kami lahir untuk menjadi tempat yang lebih nyaman bagi generasi penerus,” imbuhnya.
Wakil presiden tersebut juga bercerita mengenai bagaimana Seychelles secara rutin mengedukasi dan mengingatkan masyarakatnya untuk memperlakukan sampah dengan sangat hati-hati. Terlebih Seychelles merupakan negara kecil yang terdiri dari beberapa pulau yang dikelilingi oleh lautan. “Kami sering berkata kepada masyarakat bahwa satu plastik yang kamu buang ke laut akan kembali ke kamu melalui makanan yang kamu makan. Itu juga berlaku untuk orang lain. Dan sampah yang dibuang ke laut sudah pasti akan mempengaruhi bahkan merusak ekosistem laut,” tandasnya.
Terletak di sekitar 1.600 km sebelah timut daratan Afrika, Republik Seycheles juga berusaha mengolah sampahnya, utamanya sampah kemasan atau botol minuman. Sampah-sampah tersebut mereka giling dan kemudian dijual ke negara lain. “Kami juga menyediakan redeem center untuk sampah plastik,” ujar Vincent.
CEO DAAI TV Indonesia Hong Tjhin (kiri) menjelaskan bahwa dengan memanfaatkan teknologi yang kian canggih, Tzu Chi Taiwan kini dapat mengolah sampah botol-botol plastik menjadi barang yang baru seperti baju, sepatu, tas, selimut, dan lain sebagainya.
Rebecca Loustau-Lalanne (baju batik), Minister of Blue Economy of Seychelles mengaku terkesan dengan Tzu Chi. Kunjungan ini memberikan pengalaman yang baru untuknya.
Rebecca Loustau-Lalanne, Minister of Blue Economy of Seychelles menambahkan bahwa mereka memang belum mempunyai teknologi untuk mengolah sampah seperti yang telah dilakukan Tzu Chi Taiwan yang mengubah sampah menjadi biji plastik, benang, hingga menjadi baju, sepatu, tas, selimut, dan banyak lainnya. Hal ini baginya menjadi terobosan baru yang sangat mungkin mereka terapkan nantinya, namun tentu harus diimbangi dengan nilai-nilai kemanusiaan. “Teknologi yang digunakan sangat canggih. Begitu pula dengan cinta kasih yang menjadi semangat dan penggerak setiap relawan, itu yang paling mengesankan,” tuturnya.
Di akhir kunjungan, baik sang wakil presiden maupun delegasinya sama-sama memberikan pesan bahwa Tzu Chi harus tetap melanjutkan hal-hal baik yang sudah dilakukan. “Saya berharap, setiap orang yang berkunjung ke tempat ini bisa memperoleh setidaknya satu kebaikan yang bisa dibawa pulang dan nanti mereka bisa berbagi juga untuk yang lain,” harap Vincent.
Sebelumnya, pada November 2013 lalu, Jean-Paul Adam yang kala itu menjabat sebagai Menteri Luar Negeri Republik Seychelles juga sempat melakukan kunjungan ke Tzu Chi Indonesia (Tzu Chi Center) dan merasakan bahwa filosofi Tzu Chi dapat diterapkan di negaranya.