Bijak Dalam Menyikapi Hasil Test PCR
Jurnalis : Suyanti Samad (He Qi Timur) , Fotografer : Suyanti Samad (He Qi Timur), Hema Saputra (He Qi Barat 1)Relawan Tzu Chi mengikuti webinar pada 4 Juli 2021 yang mengusung tema ‘Apakah yang harus dilakukan bila Test PCR Anda Positif?’
Sejak Covid-19 mewabah dan menjadi pandemi (bencana) bagi seluruh dunia sejak Desember 2020, situasi dunia menjadi memprihatinkan. Dokter Hardy Indradi, Sp. PD, dokter spesialis penyakit dalam di Tzu Chi Hospital dan RS Cinta Kasih Tzu Chi menjelaskan, Covid-19 dianggap sebagai bencana sehingga semua pihak harus bersatu hati mengatasi bencana ini.
Kenapa sekarang ini bisa terjadi gelombang tsunami Covid-19, yang angkanya meningkat begitu tajam? Adalah pertanyaan yang diajukan dokter Hardy Indradi. Di awal pandemi atau disebut original virus yang pertama kali ditemukan di Wuhan, Tiongkok. Bila satu orang terkena Covid-19, dapat menularkan kepada dua orang. Dikarenakan virus ini adalah makhluk hidup, maka virus ini bisa bertahan hidup, juga dapat bermutasi hingga timbullah varian-varian baru.
Saat ini, varian original telah bermutasi menjadi varian delta, yang mana dari satu orang dapat menular sampai kepada delapan orang dan sangat cepat penularannya.
“Kenapa hal ini bisa terjadi? Orang yang terinfeksi gejala varian delta ini, memiliki viruslock atau konsentrasi virus sangat tinggi dalam tubuhnya. Ketika orang tersebut berbicara ataupun batuk, maka jumlah virus yang keluar dari tubuhnya sangat banyak, sangat infectious.” jelas dokter Hardy Indradi, Sp. PD.
Dikarenakan virus ini adalah makhluk hidup, maka virus ini bisa bertahan hidup, juga dapat bermutasi hingga timbullah varian-varian baru.
Cluster varian delta ini, bila seseorang dalam satu rumah terinfeksi, maka akan menular cepat kepada anggota keluarga lainnya. Sehingga yang di-lockdown adalah satu rumah. Berbeda dengan cluster di awal pandemi, ketika satu orang terinfeksi, tetapi yang lain dalam keluarga itu tidak terinfeksi.
Dokter Hardy juga menjelaskan, bila virus corona ini dibandingkan dengan virus campak, dan virus gondongan adalah masih lebih ringan virus corona. Tetapi karena Covid-19 ini telah terjadi peningkatan, maka kita harus lebih berhati-hati menghadapi varian delta. Inilah saran dokter Hardy Indradi kepada 2.200 lebih peserta daring Zoom dan Youtube pada 4 Juli 2021 dengan mengusung tema ‘Apakah yang harus dilakukan bila Test PCR Anda Positif?’
Pada salah satu slide, dokter Hardy Indradi mengemukakan, data WHO pada May 2021 mengenai disease severity, jarak penyakit dari suatu gejala hingga penyakit berat ataupun kematian, adalah dari semua pasien Covid-19. “40% pasien ringan atau tanpa gejala (mild disease), 40% moderate disease, hanya 15% yang masuk ke severe disease (penyakit berat) dan 5% menjadi critical (penyakit kritis). Jadi hampir 80%, orang yang dengan Polymerase Chain Reaction atau PCR positif adalah bergejala ringan dan sedang saja. Itu yang harus kita ingat. Jangan merasa ketakutan,” terang dokter Hardy Indradi.
Kita harus mewaspadai 7 gejala ringan covid-19. Kita harus ingat dan mengerti bahwa hampir 80%, orang yang dengan Polymerase Chain Reaction atau PCR positif adalah bergejala ringan dan sedang saja.
Ada tujuh gejala ringan Covid-19. Bisa terjadi radang mata, dan mukosa, mungkin mata merah, terjadi gangguan atau kehilangan kemampuan merasakan dan penciuman, seperti makan tidak merasakan rasa, cium parfum sudah tidak bisa. Orang tersebut flu dengan demam, menggigil, kelelahan dan batuk. Flu dengan rhinitis, bersin, pilek, hidung tersumbat dan tenggorokan kering. Nyeri sendi dan otot, seperti pegal-pegal di badan. Timbul diare (gangguan di saluran pencernaan), mual dan bisa juga sakit kepala.
Bila kita ada sesak nafas (pneumonia), maka pasien itu masuk dalam gejala sedang Covid-19. Gejala sedang itu adalah sudah ada gejala pneumonia, demam, batuk, sesak, nafas cepat. Tetapi pada gejala sedang ini, sesaknya masih sesak ringan, artinya dalam pengukuran saturasi, ia masih cukup baik, masih bisa dengan udara ruangan biasa.
Bila pasien dengan gejala berat, bila tidak memiliki saturasi di rumah, maka dapat menghitung frekuensi nafas tidak lebih 30 kali per menit. Bila memiliki saturasi, pengukuran SpO2 kurang dari 93% pada udara ruangan. Sedangkan critical, sudah gagal nafas, sehingga memerlukan alat bantu pernafasan.
“Bagaimana saya harus bersikap ?” tanya dokter Hardy Indradi.
Bila hasil test PCR menunjukkan positif, bila tanpa gejala (OTG), dapat langsung melakukan isolasi mandiri. Tidak perlu panik. Kalau ada gejala ringan seperti flu, batuk, pilek, demam, maka bisa isolasi sendiri dengan pemantauan dan lakukan konsultasi dengan tenaga kesehatan (dokter), untuk pemberian obat-obat simplematis, untuk pereda batuk dan demam.
Bila sudah timbul sesak, gejala sedang, maka panduannya adalah sudah bisa dirawat rumah sakit, artinya sudah ada tanda-tanda, hasil rontgen sudah ada tanda-tanda infeksi di paru-paru, adalah suatu indikasi untuk dilakukan perawatan. Tetapi dengan adanya kondisi saat ini sebenarnya gejala sedang ini masih bisa dilakukan isolasi mandiri dengan pemantauan, asal saturasi masih diatas 93%.
Pasien dengan gejala critical, sudah gagal nafas, sehingga memerlukan alat bantu pernafasan.
“Biasanya untuk pasien seperti ini, bila memang kesulitan mendapatkan rumah sakit, saya menyarankan untuk memantau saturasinya. Bila sudah kurang dari 93%, mau tak mau, harus mencari rumah sakit untuk mendapatkan suplai oksigen. Gejala berat harus dirawat di rumah sakit rujukan. Sedangkan kritis, pasien harus dirawat di ruang ICU,” jelas dokter lebih lanjut.
Ada sepuluh cara isolasi mandiri di rumah yang benar. Pertama, tentu harus tinggal di rumah, jangan berinteraksi dengan masyarakat. Kedua, menggunakan kamar terpisah dari anggota keluarga lain. Memastikan rumah memiliki sirkulasi udara yang cukup baik. Ketiga, jaga jarak, minimal satu meter dengan orang lain. Keempat, menggunakan masker selama isolasi mandiri, tidak hanya bagi yang sakit, tetapi yang merawat juga harus menggunakan masker. Kelima, mengukur suhu tubuh setiap hari, dan memperhatikan perkembangan kondisi tubuh, bila memburuk, harus melakukan pertolongan dengan kontak hotline 119 ext 9.
Keenam, menghindari pemakaian alat makan bersamaan (seperti piring, sendok, garpu, gelas), peralatan mandi (handuk, sikat gigi, gayung) dan linen atau seprai. Ketujuh, menerapkan perilaku hidup bersih sehat (PHBS), cuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir 20 detik dan makan makanan bergizi. Hindari bersentuhan dengan pasien, terutama yang merawat, harus cuci tangan sebelum dan sesudah dari kamarnya.
Kedelapan, berjemur setiap pagi di bawah sinar matahari langsung. Jangan lupa olahraga. Kesembilan, membersihkan permukaan benda yang sering disentuh dengan cairan disinfektan seperti gagang pintu, pintu, meja, lainnya. Menjaga kebersihan lingkungan di sekitar kita. Terakhir, menghubungi fasilitas layanan kesehatan atau hotline 119 ext 9 bila kondisi memburuk.
Dokter Hardy Indradi menambahkan bahwa setelah 10-14 hari melakukan isolasi mandiri, kita melakukan re-evaluasi PCR. Bila orang tersebut masih positif maka orang tersebut harus melanjutkan isolasi mandiri kembali antara 10-14 hari, dan kembali melakukan pemeriksaan ulang.
“Bila orang tersebut adalah karyawan suatu perusahaan, biasanya perusahaan itu akan meminta hasil PCR yang menyatakan negatif, karyawan tersebut baru boleh masuk kerja kembali,” kata dokter Hardy Indradi.
Siklus Isolasi Mandiri bagi penderita infeksi Covid-19.
Selama menjalankan isolasi mandiri, pasien mengalami infeksi pernafasan yang berakibat pada paru-paru, gejala berat, sesak nafas (berat), biasanya saturasi sudah turun kurang dari 93% dengan udara bebas. Dengan kondisi seperti itu, pasien harus mencari bantuan fasilitas kesehatan. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk membantu pernafasan.
“Misalnya, dengan melakukan prone position atau tiduran tidak terlentang, tetapi posisi setengah duduk. Atau melakukan perubahan posisi setiap 30 menit-2 jam dengan posisi miring kanan, miring kiri atau agak tengkurap,” saran dokter, berdasar pada pengalaman pasiennya, dan ini sangat membantu mengurangi sesak nafas.
Dokter Hardy Indradi juga menyarankan agar kita selalu mengecek suhu tubuh setiap hari. Bila suhu tubuh tidak turun lebih dari seminggu, maka harus hati-hati.
“Untuk warning sign, terjadi perburukan itu, tidak hanya saturasi yang turun, tetapi demam yang tidak turun, atau mengalami kendala mual muntah yang hebat hingga tidak bisa makan. Itu adalah suatu indikasi untuk perawatan ke rumah sakit,” tambah dokter Hardy Indradi.
Contact Tracing
Ketika ada salah satu anggota keluarga positif Covid-19 dan bergejala, Biasanya kita menyarankan untuk anggota keluarga yang tinggal serumah, riwayat kontak seperti lingkungan kerja, kita anjurkan untuk melakukan pemeriksaan PCR di daerah (kawasan) yang memiliki fasilitas PCR. Bila di daerah, mungkin bisa menggunakan antigen.
“Kalau hasilnya negatif, jangan senang dulu. Dengan riwayat kontak seperti ini, kita anjurkan mereka yang ada riwayat kontak itu melakukan karantina selama lima hari, dan melakukan pemeriksaan ulang. Kalau misalnya, pemeriksaan ulang negatif, maka orang tersebut bisa keluar dari karantina. Namun, harus diingat, dalam 14 hari pertama, orang tersebut harus pantau. Begitu ada gejala, harus periksa,” tambah dokter Hardy Indradi.
Memiliki visi yang sama, Ivana Chana, Nelly Kosasih, dan dokter Hardy Indradi, Sp. PD berkeinginan untuk memberikan edukasi, pengetahuan dan penjelasan serta membantu masyarakat umum dalam menyikapi Covid-19 ini.
Masa inkubasi virus rata-rata 5-6 hari, kadang ada sampai 14 hari. “Bila misalnya riwayat kontaknya, pemeriksaan pertama negatif, jangan senang dulu, tetapi harus melakukan pemeriksaan ulang di hari kelima atau keenam,” imbuh dokter Hardy Indradi.
Pembentukkan Antibodi
Sampai saat ini, belum ada batasan (standard) antibodi untuk mendapatkan perlindungan. “Sekarang lagi ngetren, awal zaman vaksin, orang sudah vaksin, periksa antibodi. Sebetulnya, sampai saat ini kita masih belum punya baseline, sampai antibodi mana kita bisa terlindung, tidak akan kena Covid-19 lagi.” kata dokter Hardy Indradi.
Sama juga dengan, pasien postcovid. Berdasarkan penelitian, “Paling cepat, ada yang satu bulan setelah sembuh dari Covid, kena lagi. Tetapi rata-rata itu sekitar 2-3 bulan, ada yang sampai 6 bulan. Jadi kita tidak bisa memastikan bahwa orang sudah kena covid, tidak akan kena covid lagi. Potensi untuk tertular kembali, pasti ada. Tetapi memang biasanya orang yang post covid mempunyai antibodi. Data terakhir, paling cepat itu 1 bulan dinyatakan negatif, dia positif lagi.” jelas dokter Hardy Indradi.
Dokter Hardy Indradi menyarankan kepada 2.200 lebih peserta daring zoom dan YouTube bahwa Covid-19 ini telah terjadi peningkatan, oleh sebab itu kita harus lebih berhati-hati menghadapi varian delta.
Pemberian vaksin juga harus tepat dan benar. Walau sudah mendapat vaksin pertama, berselang beberapa hari kemudian terkena Covid-19, maka vaksin kedua tidak bisa dilanjutkan atau diberikan kepada orang tersebut.
“Syarat-syarat pemberian vaksin adalah dia tidak sedang sakit. Kalau orang tersebut sedang sakit, sakit infeksi Covid-19, kita tidak bisa berikan vaksin itu kepada orang tersebut. Mungkin setelah itu (dengan regulasi 3 bulan), bila ada kesempatan, mungkin akan dimulai lagi vaksin dari awal,” pungkas dokter Hardy Indradi.
Editor: Khusnul Khotimah
Artikel Terkait
Bantuan Sosial Peduli Covid-19 untuk Warga Subang dan Purwakarta
21 April 2021Tzu Chi Bandung menyalurkan paket bantuan sosial Covid-19 untuk 2.571 keluarga yang terdampak pandemi secara ekonomi di Subang dan 540 keluarga di Purwakarta, Jawa Barat.
Dukungan Berkesinambungan Kepada Para Tenaga Medis
25 September 2020Tzu Chi Batam pada 19 September 2020 melaksanakan Pembagian Bantuan Penanggulangan Covid-19 bagi 21 Puskesmas, 4 instansi kesehatan, dan 30 anggota TIMA (Asosiasi Tenaga Medis Tzu Chi).
Serbuan Sentra Vaksinasi dari Tzu Chi Indonesia Ada di Tambora
03 Agustus 2021Yayasan Buddha Tzu Chi membuka sentra vaksinasi Covid-19 di beberapa titik wilayah Jakata Barat dan Jakarta Utara hingga 16 Agustus 2021.