Sebanyak 31 partisipan hadir dalam kelas budi pekerti perdana yang diadakan secara daring pada tanggal 27 Februari 2022.
‘’Selamat pagi, Tzu Shao men! Hari ini kita akan membahas mengenai air. Saya yakin Tzu Shao di sini punya banyak pengetahuan mengenai air. Jadi, kita akan lebih banyak berdiskusi,” sapa Jok Khian seraya mengembangkan senyumnya kepada para partisipan yang hadir dalam kelas budi pekerti perdana di tahun 2022. Pertemuan daring yang diadakan oleh para relawan Misi Pendidikan He Qi Utara 2 pada hari Minggu 27 Februari 2022 tersebut berlangsung sejak pukul 09.30 WIB hingga pukul 11.00 WIB. Sebanyak 31 partisipan yang terdiri dari 10 relawan Tzu Chi dan 21 murid Tzu Shao telah berseragam sopan dan rapi serta duduk manis di depan layar masing masing.
Sebelum penyampaian materi, seluruh partisipan diajak untuk melakukan senam dan menenangkan diri melalui meditasi yang dipandu oleh Youmi. Tujuannya agar mereka dapat bersemangat dan berkonsentrasi menyimak materi yang disampaikan oleh Jok Khian yaitu ‘’Bijak Menggunakan Air, Wujudkan Cinta pada Bumi dan Bebas dari Krisis Air‘’.
Air adalah bagian yang penting dan tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Tanpa air kemungkinan tidak ada kehidupan di dunia ini karena semua makhluk hidup termasuk manusia sangat tergantung pada air untuk bertahan hidup. Hampir seluruh aktivitas manusia membutuhkan air seperti minum, mandi, mencuci, memasak, dan berbagai aktivitas lainnya. Bahkan beberapa negara di dunia juga terus mencari cara untuk memenuhi kebutuhan air yang semakin meningkat.
“Berbicara mengenai air, saya pernah mendengar cerita bahwa untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari di Taiwan cukup sulit. Sumber air terbesar negara tersebut berasal dari angin topan karena angin topanlah yang akan membawa air dari lautan ke dalam waduk. Pada tahun 2021 ketika tidak terjadi topan, Taiwan mengalami kekeringan yang sangat parah sehingga kekurangan pasokan air,” cerita Jok Khian. “Bahkan negara seperti Singapura harus membeli air dari Johor, Malaysia untuk menjamin pasokan air yang berkesinambungan. Melalui teknologi NEWater, pemerintah Singapura mengolah air limbah seperti air bekas mandi maupun cucian menjadi air bersih sehingga dapat digunakan kembali oleh masyarakat,” tambah Jok Khian.
Jok Khian membawakan topik mengenai air.
Berkaca dari pengalaman negara lain, Jok Khian mengajak para Tzu Shao merenungi kondisi mereka yang masih lebih beruntung dibanding masyarakat wilayah lain yang kekurangan air. “Air bisa menjadi isu yang terjadi di mana-mana. Bagaimana dengan Indonesia? Kita yang ada di sini termasuk yang cukup beruntung karena tidak pernah kekurangan air. Ini mungkin hanya terjadi di lingkungan kita saja. Kita belum melihat bahwa masih banyak wilayah di Indonesia yang mengalami kekurangan air,” kata Jok Khian.
Dalam sesi kali ini, para Tzu Shao juga diajak menonton sebuah film dokumenter singkat mengenai pentingnya air dalam kehidupan manusia. Film diawali dengan cuplikan berita dari berbagai stasiun televisi yang membahas krisis air bersih di sejumlah wilayah Indonesia. Walaupun 71 persen permukaan Bumi tertutup oleh air, isu krisis dan tren kelangkaan air bersih senantiasa menghantui. Berdasarkan data dari pemerintah Indonesia, penyediaan air perpipaan di Indonesia hanya mampu melayani sekitar 21,8 persen dari total populasi Indonesia saat ini. Bahkan, LIPI pun memprediksi bahwa semua wilayah di Pantai Utara Jawa akan menjadi wilayah yang berpotensi mengalami defisit ketersediaan air pada tahun-tahun yang akan datang. Hal ini terjadi bukan tanpa sebab. Tingginya tingkat konsumsi air seiring bertambahnya populasi manusia menjadi salah satu penyebab krisis air. Di samping itu, faktor-faktor penyebab lainnya seperti pemborosan air, pencemaran air, dan penebangan hutan yang masih saja dilakukan oleh manusia tanpa henti, akhirnya akan merugikan dirinya sendiri dan lingkungan sekitar. Padahal ketika manusia menjaga alam dengan baik, maka alam akan memberikan sumber daya yang berlimpah bagi mereka.
Sehubungan dengan pesan dalam film tersebut, Jok Khian juga menghimbau para Tzu Shao untuk menyadari pentingnya melestarikan air dengan belajar mempraktikkan hemat air, dan turut mengajak orang-orang di sekitar mereka. ‘’Saya yakin Tzu Shao men banyak pengetahuan mengenai ini (faktor penyebab krisis air bersih), bahkan sejak di kelas Qin Zi Ban sudah sering diingatkan tentang hal ini. Tzu Chi juga tidak henti-hentinya mengingatkan kita tentang pentingnya melestarikan air. Kita bisa belajar untuk diri sendiri lalu meneruskan informasi ini kepada orang-orang di sekitar seperti adik, kakak, teman dan saudara,’’ imbau Jok Khian.
Hal yang tidak kalah penting untuk diperhatikan oleh para Tzu Shao terkait krisis air bersih adalah dampak yang dapat terjadi pada kehidupan mereka. Jok Khian mengajak dua siswa Tzu Shao, Darren dan Aaron untuk berdiskusi mengenai hal tersebut.
Dampak krisis air bersih menjadi salah satu materi yang disampaikan kepada para siswa Tzu Shao.
“Dampak yang bisa terjadi dari krisis air bersih adalah kelaparan merajalela. Apa hubungan antara kedua hal tersebut?” tanya Jok Khian kepada Darren. “Ladang jadi kering, sehingga mengakibatkan panen jadi sulit,” jawab Darren dengan lantang. Selain Darren, Aaron juga tidak mau ketinggalan menjawab pertanyaan Jok Khian dengan antusias. ‘’Apa hubungan krisis air bersih dengan standar kehidupan menurun?” tanya Jok Khian. Tanpa ragu, Aaron menjawab, ‘’Kalau dari segi ekonomi, orang yang kerja di organisasi yang berhubungan dengan air seperti penjual air minum, ekonominya akan menurun.”
“Iya termasuk pertanian dan industri yang membutuhkan air,” sambung Jok Khian yang juga menambahkan cerita mengenai program yang telah dilakukan oleh Tzu Chi dalam mengatasi dampak krisis air bersih. “Banyak warga Jakarta yang tinggal di bantaran kali mengalami isu sanitasi dan kesehatan akibat dampak krisis air bersih. Salah satu tindakan nyata yang dilakukan oleh Tzu Chi untuk mengatasi hal ini adalah merelokasi warga yang tinggal di bantaran Kali Angke ke tempat yang lebih layak, yaitu Rumah Susun Cinta Kasih di Cengkareng dengan fasilitas sanitasi yang baik. Hal ini berpengaruh terhadap kesehatan dan pendidikan yang akan memperbaiki kondisi ekonomi mereka,‘’ cerita Jok Khian.
Berbagai upaya dapat dilakukan oleh semua orang termasuk para Tzu Shao untuk menanggulangi krisis air bersih. Salah satunya adalah tidak membuang sampah ke sungai. Pembuatan lubang biopori dalam memaksimalkan air yang meresap ke dalam tanah dapat menjadi upaya lainnya untuk mengatasi krisis air. Bahkan, seseorang dapat memanen air hujan (rainwater harvesting) sebagai alternatif sumber air. Ia dapat menampung air hujan dalam sebuah tangki penampungan terlebih dahulu dan menggunakannya kembali untuk kebutuhan lain seperti menyiram bunga, mencuci mobil, membilas toilet dan masih banyak lagi.
What is your solution?
Saat slide bertuliskan “What is your solution?” ditampilkan dalam layar, Jok Khian melontarkan sebuah pertanyaan sederhana untuk memulai sesi diskusi dengan para siswa. “Ada ide apa yang terlintas dalam pikiran kalian untuk mengatasi krisis air?” tanya Jok Khian. Mereka pun berpikir dan satu persatu mencoba menjawab pertanyaan tersebut.
Para siswa Tzu Shao dapat memulai kegiatan pelestarian lingkungan melalui hal sederhana.
“Air cucian beras jangan dibuang, bisa dipakai untuk menyiram tanaman,” jawab Fiorenza. “Good idea! Bahkan air tersebut juga bisa dipakai sebagai pupuk,” puji Jok Khian.
“Kita beli sesuatu dapat plastik. Plastik tersebut bisa kita simpan dan pakai kembali daripada dibuang karena bisa mencemari air,” jawab Alessandro. “Betul yang dikatakan Alessandro. Hampir sebagian besar plastik yang kita gunakan bermuara di lautan. Oleh sebab itu, Tzu Chi mengadakan kegiatan pelestarian lingkungan dengan melakukan pemilahan sampah. Salah satu tujuannya untuk hal tersebut,” ujar Jok Khian.
“Mengurangi pemakaian air, jadi air dipakai saat dibutuhkan saja,” jawab Hendry. “Di Tzu Chi, ada istilah aliran air yang keluar dari keran diusahakan tidak lebih besar dari sebatang pensil. Karena bila lebih besar daripada itu, lebih banyak air yang akan terbuang,” sambung Jok Khian.
Di penghujung acara, Jok Khian berpesan kepada para Tzu Shao bahwa mereka akan menjadi teladan bagi adik-adik kelas mereka dalam melestarikan lingkungan. Mereka harus melakukan hal yang telah mereka pelajari hari ini untuk memperbaiki diri, kemudian membagikan informasi yang telah mereka dapatkan tersebut kepada orang-orang yang berada di sekitar mereka. Beberapa hal kecil dan sederhana yang dapat dimulai dari diri sendiri adalah menghemat air saat mandi maupun menggosok gigi, menyiram tanaman dengan menggunakan air hujan yang telah ditadah, serta membuang sampah pada tempatnya.
Senada dengan imbauan Master Cheng Yen selama ini, para Tzu Shao juga harus belajar bervegetaris dan melakukan daur ulang sampah. Melengkapi pertemuan pada hari tersebut, Kyara membacakan kata Perenungan Master Cheng Yen “Mencintai dan menghargai sumber alam, hendaknya dimulai dari setiap individu”. Acara pun ditutup dengan doa bersama dan memberikan penghormatan kepada Master Cheng Yen.
Editor: Erli Tan