Bodhisattva Cilik Merayakan Imlek Bersama Opa Oma

Jurnalis : Irsan Muljono (Tzu Chi Medan), Fotografer : Dersin (Tzu Chi Medan)
 
foto Minggu yang cerah, 8 Februari 2009, mentari memancarkan sinar yang terang dan lembut. Hari ini adalah hari yang dijanjikan oleh Bodhisattva Cilik Kelas Bimbingan Budi Pekerti Tzu Chi untuk mengunjungi kakek dan nenek penghuni Panti Jompo Yayasan Guna Budi Bakti di daerah Labuhan sekaligus kunjungan Hari Raya Imlek. Jam 7.30 pagi, anak-anak dengan diantar oleh orangtua mereka mulai berkumpul di Kantor Yayasan. Satu jam kemudian, sebanyak 120 anak di bawah bimbingan 40 relawan dan ibu pengasuh, berbaris rapi untuk naik ke bus besar yang sudah diparkir di pinggir jalan.
Dari semangat dan kegembiraan mereka, terlihat keinginan mereka yang menggebu untuk segera bertemu dengan kakek dan nenek yang kesepian. Dalam arahan relawan Kelas Budi Pekerti, maka berangkatlah dua unit bus besar dan sepuluh unit mobil yang penuh dengan anak-anak dan orangtua mereka.Di hati orangtua tersimpan keinginan untuk melihat bagaimana anak-anak mereka mengekspresikan diri dan berinteraksi dengan kakek dan nenek penghuni panti.

Bus dan mobil pelan-pelan masuk ke panti. Aula tempat acara sebelumnya sudah ditata oleh para relawan. Bodhisattva cilik pun turun dari bus dengan tertib dan berbaris menuju aula. Melihat anak-anak yang polos dan manis itu bagaikan melihat bidadari. Beberapa kakek atau nenek tersenyum hingga terlihat gigi mereka yang ompong. Anak-anak duduk dengan tertib di bangku panjang di sisi depan dan kanan aula. Tepat di depan anak-anak kakek dan nenek yang berusia antara 65 hingga 85 tahun duduk berbaris. Sebagian kakek dan nenek sudah tidak leluasa bergerak, sehingga harus memakai tongkat atau kursi roda untuk masuk ke aula. Wajah mereka yang penuh kerut memiliki cahaya mata yang layu, sedikitpun tidak menampakkan senyuman bahagia. Walau perlengkapan panti sangat lengkap, dan panti sangat bersih, juga penuh dengan tanaman dan bunga, hati sanubari para penghuninya tetap kosong dan kesepian.

Setelah semua duduk tertib, pembawa acara terlebih dahulu meminta anak-anak mengucapkan Selamat Hari Raya Imlek kepada kakek dan nenek. Dengan kedua telapak tangan dilipat dan diletakkan di depan dada, serentak anak-anak mengucapkan selamat kepada kakek dan nenek, disertai harapan semoga dengan Tahun Baru Imlek ini dapat lebih maju lagi, jiwa dan raga sehat selalu, aman dan sentosa serta senantiasa bahagia. Para kakek dan nenek pun bertepuk tangan membalasnya. Selanjutnya, enam orang Bodhisattva Cilik mempertunjukkan berturut-turut tiga bahasa isyarat tangan Tzu Chi. Tidak ketinggalan dua ekor barongsai yang diperagakan anak-anak, berjalan bolak-balik diantara kakek dan nenek, membuat mereka tertawa ria. Pada saat yang sama juga diputarkan lagu-lagu bernuansa Imlek, membuat beberapa kakek dan nenek tak tertahankan lalu berdansa mengikuti irama musik. Relawan pun ikut bergoyang. Sesaat, aula penuh dengan suasana kegembiraan, membuat kakek dan nenek melupakan kedukaan dan kesepian. Setelah acara tersebut selesai, selanjutnya Bodhisattva Cilik dengan penuh hormat dan membungkukkan badan untuk membagikan angpao, kue Imlek, sikat, dan odol yang sudah disiapkan. Para kakek dan nenek sangat terharu hingga meneteskan air mata, mereka belum rela bahwa sukacita selama tiga jam akan segera berakhir, hingga berulang kali meminta supaya Bodhisattva Cilik datang lagi. Kunjungan kasih dan Perayaan Imlek kali ini membuat mereka merasakan kegembiraan yang belum pernah mereka rasakan, kegembiraan dari lubuk hati yang tidak tertandingkan. Anak-anak melambaikan tangan mohon pamit. Saat itu terlihat raut wajah yang enggan berpisah. Berpuluh pasang mata melihat bayang anak-anak yang menjauh, dan barulah mereka kembali.

foto  foto

Menurut penuturan pengurus panti Zhang Quan Lin, panti ini dihuni oleh 63 orangtua yang sebatang kara dan tak berdaya. Rata-rata usia mereka diatas 70 tahun. Diantara mereka ada yang bernama Kakek A Xiong, yang dua bulan lalu diantar oleh orang lain kesini dalam keadaan tangan kiri patah, kaki terluka, dan berbicara tidak jelas, sehingga tidak jelas apa masalahnya. Lain lagi ada penghuni bernama Nenek Xu Mei Lian, Nenek Zhou Wei Guan juga dengan riwayat hidup yang sangat sedih, yaitu ditinggalkan oleh sanak saudara. Kalau tidak datang ke Panti Jompo maka tidak tahu perasaan hati sendiri, Master Cheng Yen pernah berkata, “Ayah-Ibu adalah Buddha Hidup di rumah, harus dihormati dan berbakti, ini adalah kewajiban sebagai anak.

 

Artikel Terkait

Menjadi Murid yang Memahami Guru

Menjadi Murid yang Memahami Guru

07 Maret 2012 Pada tanggal 3 dan 4 Maret  2012, sebanyak 48 relawan biru putih mengikuti pelatihan calon komite di Sekolah Tzu  Chi Indonesia. Relawan yang hadir pada hari tersebut adalah mereka yang sudah siap untuk menjadi calon komite yang akan dilantik pada bulan November 2012 di Taiwan.
Baksos Tzu Chi ke-100: Memulihkan Asa Hendri

Baksos Tzu Chi ke-100: Memulihkan Asa Hendri

13 Oktober 2014 Penyakit merupakan momok terbesar bagi setiap insan, terlebih bagi mereka yang berasal dari kalangan kurang mampu. Jika terkena penyakit, mereka tidak lekas memeriksakan ke dokter justru membiarkannya. Ini dilakukan mereka bukan karena tidak ingin sembuh, tetapi lantaran ketidakberdayaan untuk menanggung biaya pengobatan yang besar.
Merajut Jodoh yang Sempat Terputus

Merajut Jodoh yang Sempat Terputus

14 Maret 2014 Hotel yang satu ini juga mulai menyertakan Kata Perenungan Master Cheng Yen di dalam kamar.  Adalah Hotel Le Grandeur, Jakarta Utara, yang mulai mengikuti jejak beberapa hotel untuk menyertakan kata perenungan di dalam kamar.
Semua manusia berkeinginan untuk "memiliki", padahal "memiliki" adalah sumber dari kerisauan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -