Bukan Sekadar Ulang Tahun

Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Hadi Pranoto
 

fotoDengan penuh semangat Bira (kanan) meniup lilin ulang tahunnya. Minggu, 30 Mei 2010, Windra, Morin, dan Bira merayakan ulang tahun bersama yang diadakan oleh relawan Tzu Chi. Ketiganya adalah anak-anak Panti Asuhan Guna Nanda Jakarta.

Nama lengkapku Sudiro Dwipa, tapi teman-teman lebih suka memanggilku dengan “Bira”. Bulan Mei 2010 ini usiaku genap 7 tahun. Aku lahir tanggal 18 Mei 2003 di salah satu rumah sakit di Jakarta, dan sejak itu pula aku menjadi salah satu penghuni Panti Asuhan Guna Nanda yang berada di daerah Cakung, Jakarta Timur. Hingga saat ini, aku belum tahu dan tidak pernah bertemu dengan kedua orang tuaku. Makanya tak heran jika setiap berulang tahun, orang tuaku tak ada di sisiku. Meski begitu aku tetap merasa senang dan bersyukur karena di hari ulang tahunku ini aku tetap bisa merayakannya bersama dengan keluarga besarku dan relawan Tzu Chi.

Merasakan, Tidak Hanya Ikut Merayakan
Minggu, 30 Mei 2010, merupakan hari yang ditunggu-tunggu oleh 43 anak penghuni Panti Asuhan Guna Nanda. Hari itu, 3 rekan mereka: Sudira Dwipa (7), Windra (10), dan Morin (17) akan merayakan ulang tahunnya masing-masing. Meski tidak jatuh di hari yang sama, namun perayaan ulang tahun yang digabung menjadi satu ini tetap saja menjadi momen yang dinanti oleh para anak penghuni panti, khususnya mereka yang berulang tahun di bulan itu.

Seusai melakukan kebaktian pagi, anak-anak segera berkumpul di ruangan bawah tempat dilaksanakannya berbagai kegiatan, termasuk menonton TV dan aktivitas lainnya. Satu buah kue tar besar dan 3 kue tar kecil tersedia di meja kecil. Di belakangnya, Bira, Windra, dan Morin duduk dengan wajah yang ceria. Seperti perayaan-perayaan ulang tahun lainnya, lagu “Happy Birthday” pun membahana diiringi tepuk tangan dan keceriaan khas anak-anak. Penghuni di panti ini memang beragam, mulai dari bayi, balita, TK, SD, SMP, dan SMA. Tak heran jika beberapa kali kakak-kakak pembina harus menegur adik-adik yang begitu bersemangat hingga sedikit “menganggu” jalannya acara. Mayoritas penghuni panti ini adalah wanita dan anak-anak kecil, karena untuk penghuni pria, setelah menginjak kelas 5 SD mereka tidak tinggal lagi di panti itu (Jakarta) lagi, tetapi di Cipanas, Puncak, Jawa Barat.

Begitu bait lagu terakhir selesai, secepat kilat Bira, Windra, dan Morin meniup lilin. Dalam sekejap lilin pun padam, diiringi tepuk tangan dan ucapan selamat dari teman-teman. Tiba saatnya pembagian kue. Theresia, relawan Tzu Chi menjadi orang pertama yang menerima potongan kue tar. “Selamat ya, semoga makin pintar dan sukses,” kata Theresia pada Morin yang memberikan kue. Bira dan Windra pun tak mau ketinggalan, keduanya memberikan potongan kue pertama mereka untuk 2 orang relawan Tzu Chi lainnya. Ketiganya tampak berbahagia dengan persembahan kecil relawan Tzu Chi ini.

foto  foto

Ket :  -Dengan tersenyum bahagia Bira menerima ucapan selamat dari relawan Tzu Chi. Bira sejak bayi sudah             menjadi penghuni Panti Asuhan Guna Nanda. (kiri)
         -Dengan penuh perhatian dan kasih sayang, relawan Tzu Chi membimbing beberapa anak-anak             berkebutuhan khusus yang tinggal di panti untuk melakukan kebaktian. (kanan)

Perhatian dan Kasih Sayang yang Utama
Ya, acara perayaan ulang tahun ini memang menjadi agenda rutin relawan Tzu Chi setiap bulannya. Menurut Theresia, relawan Tzu Chi, ide ini berawal dari pengamatannya saat melihat banyak anak-anak dari luar (keluarga mampu) yang merayakan ulang tahun di panti ini. Ia pun kemudian tergerak untuk mengadakan acara ulang tahun khusus untuk anak-anak penghuni panti. “Jadi mereka (anak-anak panti) nggak cuma ngeliatin dan ngerayain ulang tahunnya orang, tapi mereka juga bisa merasakan bagaimana rasanya berulang tahun,” terang Theresia yang sejak tahun 2001 sudah aktif mengunjungi panti ini. Untuk perayaan ulang tahun sendiri sudah dimulainya sejak 2 tahun lalu. Maka dalam catatan Theresia pun lengkap terdata tanggal kelahiran seluruh anak-anak penghuni panti. “Kita gabung perayaan ini di akhir bulan. Misalnya bulan April ada 3 orang, ya berarti kue tarnya yang besar 1 dan yang kecilnya 3. Kalau bulan Juni ada 6, berarti kue ulang tahunnya yang kecil juga ada 6,” kata Theresia.

Menurut Theresia, dengan diadakannya perayaan ulang tahun untuk mereka, anak-anak panti ini akan merasa diperhatikan dan merasa bahwa mereka pun memiliki hari ulang tahun seperti anak-anak lainnya. Mayoritas anak-anak penghuni di panti ini memang berasal dari keluarga tidak mampu, keluarga broken home (bercerai), atau bahkan sudah tidak memiliki orang tua dan keluarga lagi. “Anak-anak ini butuh perhatian dan kasih sayang. Jadi sebenarnya bukan kue ulang tahun ataupun kadonya, tapi sebenarnya yang lebih penting adalah perhatian dan kasih sayang kita kepada mereka yang (bisa) membuat mereka bahagia,” ungkap Theresia.

foto  foto

Ket :  -Hadiah bukan hanya untuk mereka yang berulang tahun, tetapi juga bagi semua anak penghuni panti.                         (kiri)
         -Banyak anak-anak penghuni panti yang dititipkan atau dirawat di panti ini sejak bayi. Perhatian dan perawatan             untuk mereka pun secara khusus diberikan oleh pihak panti. (kanan)

Seperti yang dirasakan Bira, Windra, dan Morin hari itu. “Senang bisa tiup lilin,” kata Bira polos. “Senang, bisa (ulang tahun) dirayain sama teman-teman,” sahut Windra. “Di sini teman-teman dah seperti saudara dan keluarga sendiri, jadi meski nggak bisa ngerayain sama keluarga, ini  sama seperti dirayakan bersama keluargaku sendiri,” kata Morin yang tinggal di panti sejak kelas 2 SMP (13 tahun), setelah kedua orang tuanya berpisah. Sementara sang Papa tinggal ke kota asalnya di Medan, sang Mama mencoba merintis usaha di Jakarta dengan berdagang kecil-kecilan. “Nanti kalau sudah lulus dan bekerja, Morin mau tinggal sama Mama dan kalau bisa Morin juga mau ajak adik-adik di sini untuk tinggal sama Morin,” ucapnya.

Meski sama-sama tinggal di panti, setidaknya Morin masih merasa lebih beruntung karena masih memiliki orang tua, dan sewaktu-waktu ia juga masih bisa bertemu untuk melepas rindu. Sementara banyak anak-anak lainnya yang sudah tidak memiliki orang tua sama sekali, dan bahkan tidak mengenal atau tahu siapa kedua orang tua mereka. “Saya ingin ajak mereka supaya mereka juga bisa tahu rasanya berkumpul sama keluarga (ayah dan ibu),” tegas Morin sambil menatap lekat-lekat Bira yang berada di sampingnya. Bira pun tersenyum dan memperlihatkan kedua gigi depannya yang tanggal. Sebuah senyum yang tulus dan penuh dengan harapan.

  

 

 

 
 

Artikel Terkait

Silaturahmi dengan Warga Kampung Belakang

Silaturahmi dengan Warga Kampung Belakang

31 Agustus 2009 Sabtu, 29 Agustus 2009, sebanyak 54 warga kampung belakang telah berkumpul di Sasana Krida Karang Taruna, Kelurahan Kamal, Jakarta Barat. Kehadiran mereka pada sore itu adalah untuk mengikuti kegiatan doa bersama dan penyerahan dana bagi korban bencana alam di Taiwan.
Menyebarkan Benih Cinta Kasih di Barat Laut Bali

Menyebarkan Benih Cinta Kasih di Barat Laut Bali

12 Februari 2016 Pada tanggal 31 Januari 2016 Tzu Chi Bali mengadakan kegiatan Bakti Sosial Kesehatan di SMK Nusa Dua Gerokgak dan berhasil melayani 192 pasien dengan berbagai keluhan.
Banjir Jakarta: Kecemasan di Tengah Banjir

Banjir Jakarta: Kecemasan di Tengah Banjir

19 Januari 2013
Guratan kecemasan tampak terlihat di wajah Sopiah, meski ia tetap berusaha tenang saat mengantri di barisan depan bersama korban banjir lainnya di lokasi pengungsian Pantai Indah Kapuk (Gokart), Jakarta Utara.
Dengan keyakinan yang benar, perjalanan hidup seseorang tidak akan menyimpang.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -