Bulan Penuh Berkah: Bulan Penuh Sukacita

Jurnalis : Lo Wahyuni (He Qi Utara), Fotografer : Anand Yahya, Teddy Lianto, Henry Tando (He Qi Utara), Lo Wahyuni (He Qi Utara)
 
 

foto
Dalam acara Bulan 7 Penuh Berkah kali ini, para relawan dan pengunjung juga turut memeragakan shou yu (isyarat tangan) Wu Liang Yi Jing (Sutra Makna Tanpa Batas).

 

Kehidupan maya selalu berubah
Lahir dan mati selalu berubah
Tidak perlu merasa takut atau takjub…

 

Demikian petikan Gatha Pembukaan Sutra pada perayaan Bulan Tujuh Penuh Berkah di Aula Jing Si lantai 4, PIK, Jakarta Utara pada tanggal 25 Agustus 2013. Tepat pukul 14.11 WIB alunan suara merdu dari duo pemandu acara: Mei Rong Shijie dan Yen Ling Shijie membuka acara di hari Minggu nan cerah ini yang dihadiri oleh ratusan pengunjung dari berbagai wilayah di Jakarta dan sekitarnya. Para relawan yang datang pun terdiri dari 5 he qi: Barat, Pusat, Timur, Utara, dan Selatan.

Bulan 7 (tujuh) disebut juga Bulan Penuh Berkah, bulan sukacita dan bulan  terima kasih, sebab hal ini tidak terlepas dari tradisi perayaan Ulambana yang diambil dari kisah Maha Maudgalyayana.  Maugalalayana dengan kekuatan batin yang dimilikinya saat menolong almarhum ibunya yang  semasa hidupnya seringkali membunuh makhluk hidup dan terlahir di alam setan kelaparan. Namun daya upayanya menemui kendala, karena setiap kali  akan makan persembahan makanan ,  dari mulut ibunya keluar api sehingga usaha ini menjadi  sia-sia belaka. Buddha Sakyamuni mengatakan kepadanya untuk menolong leluhur atau orang yang sudah meninggal dunia diperlukan kumpulan pahala kebajikan yang didapat dari ketulusan cinta kasih sehingga kita dapat melimpahkan jasa kebajikan kepada mereka.  Membunuh makluk hidup untuk dipersembahkan kepada mereka yang sudah meninggal, tidak dapat mengikis karma buruk, bahkan sebaliknya hanya menambah karma buruk pada orang yang mempersembahkannya. Arti  Upacara Ulambana adalah untuk menginspirasi orang berbuat kebajikan dengan bervegetarian sehingga membebaskan semua makluk dari penderitaan dan dapat mengubah hal takhayul menjadi keyakinan yang benar. Dengan menyucikan batin diri dengan memiliki hati Buddha maka dapat melakukan tindakan sesuai Dharma sehingga dapat membuat masyarakat hidup harmonis damai sejahtera.

foto  foto

Keterangan :

  • Para relawan dan muda-mudi Tzu Ching membentuk formasi Perahu Dharma (kiri).
  • Benny Shixiong dan istrinya Tandri Shijie sudah sejak 3 tahun lalu bervegetaris. Ia menyambut imbauan Master Cheng Yen agar para insan Tzu Chi bervegetaris (kanan).

Perubahan Hidup
Imbauan dari Master Cheng Yen agar para muridnya bervegetaris menggugah hati sepasang suami-istri  relawan Tzu Chi dari Jelambar, Benny Setiawan Shixiong dan Tandri Meliwantini Shijie yang sudah berkomitmen untuk  bervegetarian  selama tiga tahun yaitu sejak Mei 2010, tiga bulan sejak bergabung sebagai relawan Tzu Chi. Dahulu Benny Shixiong gemar makan daging dan seafood. Bahkan di kota kelahirannya Bangka tidak pernah makan sayuran.  “Dulu saya sering sakit kepala dan sekarang sudah sembuh dan sehat berkat  vegetarian,” kata Benny Shixiong sambil tersenyum. Manfaat lainnya dirasakan oleh istrinya, Tandri Shijie, “Sekarang masak makanan jadi gampang dan biayanya hemat”.

Kebahagiaan menjadi relawan Tzu Chi juga membuat Benny Shixiong, yang juga Wakil Ketua Xie Lie ini tidak pernah menolak jika diajak untuk mengikuti kegiatan Tzu Chi. “Sebab  saya menemukan kebahagiaan sebagai relawan,” tandas Benny Shixiong yang membuka usaha toko spare part.  Benny dan istri ini ingin menjadi murid Master Cheng Yen yang baik dengan selalu mengajak orang lain bervegetaris. “Jadi bisa membantu dunia terhindar dari bencana,” kata Tandri Shijie.

Lebih Bermakna
“Oh, saya mau kurangi bakar kertas sembahyang,” kata Suharjo, salah seorang pengunjung dari Kramat, Jakarta saat ditanya setelah selesai mengucapkan ikrar di depan Rupang Buddha di penghujung acara. Suharjo (52) datang  beserta seorang temannya. Penganut Buddhis ini mengaku biasanya  membakar banyak kertas sembayang setelah selesai doa di pusara orang tuanya . “ Ikut acara ini  jadi tahu banyak hal,” kata pria berkacamata ini sambil menjabat tangan mengucapkan terima kasih.

foto  foto

Keterangan :

  • “Oh, saya mau kurangi bakar kertas sembahyang,” kata Suharjo (52), salah seorang pengunjung di penghujung acara. Dulu Suharjo (52) mengaku biasanya  membakar banyak kertas sembahyang setelah selesai doa di pusara orang tuanya . “Ikut acara ini  jadi tahu banyak hal,” katanya (kiri).
  • “Di daerah saya, Tzu Chi pernah menolong orang yang sakit,” kata Vivi (30), pengunjung dari Cipondoh Tangerang yang datang bersama kedua orang tuanya. Ayahnya, Go Hok Cuan (70) duduk di kursi roda karena sakit dan ibunya, Yulita (63), yang datang dengan penuh sukacita menemaninya (kanan).

Memang, Master Cheng Yen selalu meminta kita (murid-muridnya) berterima kasih kepada orang tua  dengan berbakti dengan tulus semasa hidupnya, bukan dengan membakar kertas sembahyang sebab hal ini hanya akan menambah banyaknya emisi karbon yang dapat mengganggu lingkungan. Hal terpenting adalah Master Cheng Yen mengimbau murid-muridnya untuk bervegetarian dan hidup sederhana.   Dengan bervegetaris berarti kita sudah  mengurangi karma buruk dan makan hanya 80% kenyang dan sisanya dapat disumbangkan bagi mereka yang hidupnya kekurangan.

“Di daerah saya, Tzu Chi pernah menolong orang yang sakit,” kata Vivi (30), pengunjung dari Cipondoh Tangerang yang datang bersama kedua orang tuanya. Ayahnya, Go Hok Cuan (70) duduk di kursi roda karena sakit dan ibunya,  Yulita (63), yang datang dengan penuh sukacita menemaninya. Raut wajah kebahagiaan terpancar dari wajah sebagian besar pengunjung yang hadir dan barisan relawan Tzu Chi membungkukkan badan sambil mengucapkan kata “Gan En” kepada semua pengunjung yang pulang pada pukul 15.50 WIB.

Acara hari ini sudah berakhir,  namun  air Dharma sudah mengalir membasuh hati setiap relung hati pengunjung dan menorehkan kisah inspiratif di hati relawan, sebab cahaya cinta kasih sudah menerangi hati mereka.  “Dengan cinta kasih yang tulus dan murni maka akan menjadi pelita yang akan menerangi kehidupan setiap manusia.” Semoga kita dapat menjadi pelita cinta kasih bagi sesama dengan selalu bersumbangsih di jalan Bodhisatwa Tzu Chi. 

  
 

Artikel Terkait

Secangkir Teh di Kelas Bedah Buku

Secangkir Teh di Kelas Bedah Buku

14 Juni 2024

Bedah buku yang digelar di Jingsi Books & Café Medan kali ini  terasa istimewa karena terdapat Cha Dao atau seni penyajian teh Jing Si juga. Bedah buku ini dihadiri 81 orang.

Bulan Tujuh Penuh Berkah: Satu Hari Lima Kebajikan

Bulan Tujuh Penuh Berkah: Satu Hari Lima Kebajikan

23 Agustus 2015 Bulan Tujuh Penuh Berkah dikemas secara apik dalam pentas sebuah drama. Salah satu sesi adalah drama tentang “Satu Hari Lima Kebajikan” (Bervegetarian, Hemat Listrik, Hemat Air, Membawa Peralatan Makan sendiri, dan Menggunakan Alat Transportasi Ramah Lingkungan). Drama ini dibawakan sebanyak 16 relawan Tzu Chi Tangerang.
Menolong Tanpa Pamrih

Menolong Tanpa Pamrih

26 September 2011
Shijie Lenny Pupella relawan Tzu Chi Makassar mencoba berkomunikasi dengan Tan Bie Tjin yang ditemukan dalam kondisi terlantar di halaman Polsek Wajo Makassar.
Tak perlu khawatir bila kita belum memperoleh kemajuan, yang perlu dikhawatirkan adalah bila kita tidak pernah melangkah untuk meraihnya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -