TPST Bantar Gebang di Bekasi menampung sekitar 7.800 Ton sampah per hari, walau begitu ratusan bahkan ribuan orang (pemulung) menjadikan tempat ini sebagai pencaharian untuk nafkah setiap hari.
Masih dalam rangkaian kegiatan bulan tujuh penuh berkah, komunitas relawan Tzu Chi di He Qi Utara 1 kali ini membagikan 1.500 paket nasi vegetaris untuk warga yang bermukim di sekitar TPST Bantar Gebang, Bekasi.
Bantar Gebang yang kita kenal sebagai tempat pembuangan sampah terakhir, menampung sekitar 7.800 ton sampah setiap hari. Tinggi tumpukan sampahnya bila diukur bisa mencapai 40 meter. Di tempat ini banyak ratusan atau bahkan ribuan pemulung mencari nafkah untuk menghidupi dirinya dan keluarganya. Di tengah terik matahari, mereka tetap semangat dan fokus menjalani aktivitas sehari-hari ini sebagai mata pencaharian mereka.
Relawan komunitas He Qi Utara 1 membagikan 1.500 paket makanan vegetaris untuk pekerja di sekitar Bantar Gebang.
Melihat sekelompok relawan Tzu Chi yang datang dengan niat yang baik untuk berbagi makanan, apalagi tepat saat waktunya makan siang, mereka langsung berbondong-bondong mendekat. Bahkan ada yang dari atas tumpukan sampah juga dengan semangat turun dan mengantre untuk mendapatkan satu kotak nasi yang bisa menambah tenaga mereka untuk bekerja.
Seperti Titin (50,) saat diberitahu rekan-rekannya ada yang membagikan makanan ia langsung meninggalkan pekerjaannya dan ikut mengantre bersama temannya yang lain.
“Kebetulan sudah lapar dikasih nasi Alhamdullilah jadi kenyang sekarang. Terimakasih sudah dikasih makan,” ungkap Titin sambil terseyum.
Titin tidak menyerah untuk menafkahi tiga orang anaknya meskipun dengan bekerja sebagai pemulung.
Sudah lebih dari 10 tahun Titin, ibu tunggal dari tiga anak ini mencari nafkah di TPST Bantar Gebang, setiap hari dari jam 7 pagi sampai jam 5 sore. Biasanya Titin mengumpulkan plastik kresek dan botol-botol plastic. Titin mengaku saat ia memutuskan untuk pindah dari tanah kelahirannya, hanya pekerjaan seperti ini saja yang bisa ia kerjakan untuk melanjutkan hidup.
“Di Kampung enggak punya kerjaan, kalau ga ada kerjaan repot ga bisa kasih makan buat anak-anak, jadi pindah ke sini. Di sini ada kerjaannya cuma jadi pemulung yas udah jalani saja selagi halal,” cerita Titin.
Walau hidup dengan kekurangan tapi yang membuat Titin tetap semangat menjalani hidupnya adalah anak-anaknya yang masih membutuhkan dia dan butuh untuk kebutuhan sehari-hari.
“Penghasilan setiap hari enggak tentu kadang bisa dapat 60 ribu kadang bisa kurang, tapi Alhamdullilah dicukupi yang penting bisa makan untuk sehari-hari saja,” tambah Titin.
Kasan sangat menyangi kedua anaknya dan peduli akan masa depan mereka, ia berjanji akan selalu kuat tidak mau lemah agar bisa terus bisa menyekolahkan kedua anaknya hingga lulus.
Melakukan apapun untuk menghidupi anak juga dilakukan oleh Kasan (50) orangtua tunggal yang menghidupi kedua anaknya setelah istrinya meninggal dunia. Bagaimana caranya Kasan bekerja keras untuk makan sehari-hari dan bisa untuk menyekolahkan anak-anaknya.
Kasan sudah mengetahui seluk-beluk kehidupan sebagai pemulung sejak ia masih duduk di bangku SD kelas 1, saat dia ikut ayahnya keluar dari tanah kelahirannya setelah ibunya meninggal dunia. Sejak itu dia sudah mencari nafkah sendiri sebagai pemulung dan harus putus sekolah karena faktor biaya. Sudah berpuluh tahun Kasan mencari nafkah di TPST Bantar Gebang, meski begitu Kasan tidak mau hal itu terjadi kembali pada anaknya.
“Dari hasil memungut sampah ini Alhamdullilah saya bisa nyekolahin anak-anak saya, anak pertama SMP kelas 3 yang kedua SD kelas 2. Saya mau mereka bisa punya masa depan yang lebih baik dari saya, saya suruh mereka sekolah, suruh mereka mengaji jangan ikuti jejak saya lagi paling tidak mereka nanti bisa kerja di PT atau di mana lah yang lebih baik dari saya, jadi bagaimana pun caranya anak saya tidak boleh putus sekolah,” ungkap Kasan berurai air mata.
Mempunyai harapan yang besar untuk anaknya, membuat Kasan tidak berhenti berjuang. Ia mencari nafkah dari subuh hingga sore, menjelang malam baru pulang, dengan membawa kurang lebih 150-200 ribu rupiah perhari. Kasan mengaku sangat bersyukur.
“Saya selalu ingat anak, tulang punggung kan di saya kalau sayanya lemah otomatis kan bisa ketinggalan sekolahnya apalagi istri saya sudah tidak ada, itu yang selalu bikin saya semangat,” tambah Kasan.
Menerima satu kotak makan siang gratis dari Tzu Chi, Kasan sangat senang sekali, ternyata masih ada yang peduli dengan mereka. Terlihat sangat sederhana tapi ternyata hal itu sangat berkesan untuk mereka. Dengan memakan itu mereka bisa maksimal lagi bekerjanya tanpa harus kelaparan di tengah-tenagh siang hari yang sangat terik.
“Alhamdullilah dikasih nasi sama lauknya, apapun itu harus disyukuri kita cape kerja dikasih nasi kan harus beryukur, Terimakasih banyak,” kata Kasan.
Koordinator kegiatan, Tina Lee (kanan) mengatakan saat ini sudah berhasil menggalang 15.000 paket makan nasi yang akan disebar sampai akhir bulan ini, ke berbagai tempat.
Pada pembagian makanan vegetaris di TPST Bantar Gebang, Sabtu, 20 Agustus 2022 ini ada sebayak 65 relawan, donatur, guru, orang tua dan murid Tzu Chi School yang dengan semangat ikut berpartisipasi untuk membungkus makanan di kantin Tzu Chi. Selesai membungkus makanan, 48 relawan yang ikut turun langsung untuk membagikan makanan dengan menggunakan dua bus dan beberapa mobil, bersama-sama menuju Bantar Gebang.
“Di sini kita melibatkan para relawan He Qi Utara 1, berikut para donatur yang bersumbangsih dana untuk kita adakan bembagian nasi baksos ini juga sekaligus mensosialisasikan makanan vegetarian,” kata Tina Lee Koordinator Kegiatan.
Saat tiba di lokasi, memang sangat tepat waktu karena memang sudah waktunya untuk makan siang. Relawan langsung mengeluarkan makanan dan membagi-bagikan makanan di sekitar tempat para pekerja di bantar gebang sedang mencari nafkah. Relawan berkeliling ke beberapa titik untuk membagikan makanan vegetaris.
Arfiati Johan turut membagikan makanan untuk para pencari nafkah di Bantar Gebang.
Rasa syukur dan bahagia tidak hanya dirasakan oleh para penerima paket nasi, yakni pemulung, pekerja dan juga warga yang melintas. Para relawan yang turun langsung membagikan 1.500 paket nasi vegetaris ini juga sangat bahagia karena telah menyebarkan cinta kasih sekaligus membuat mereka sadar untuk lebih peduli terhadap sampah supaya tidak terjadi Global Warming dan beban Bumi yang semakin banyak akibat timbunan sampah.
“Ini pengalaman pertama saya ke sini, ingin lihat seperti apa sih tempat pembuang sampah terakhir yang berasal dari Jakarta. Dan ketika melihat ke sini jadi ikut merasa bersalah karena kita juga ada andil dalam pembuangan sampah di sini,” kata Arfiati Johan, relawan Tzu Chi.
“Pastinya saya sangat senang bisa berbagi dengan mereka, keliahtan sekali mereka sangat antusias sekali untuk menerima satu box nasi kotak,” tambahnya.
Relawan juga membagikan makanan vegetaris ke warga yang melintas di sekitar Bantar Gebang.
Koordinator kegiatan, Tina Lee juga sangat berharap dengan berkunjung ke Bantar Gebang semua orang jadi lebih memperhatikan bumi ini lagi, bisa mengurangi barang-barang dengan mendaur ulangnya kembali. Sehingga sampah tidak begitu banyak dan sama-sama bisa menjaga bumi supaya bisa tetap lestari.
“Saya sangat berharap ini bisa menginspirasi setiap orang untuk sama-sama, bekerja sama sehingga terhimpun kekuatan besar untuk bisa meringankan beban penderitaan orang banyak, semoga kita semua bisa selalu sehat dan bisa selalu membantu kepada yang membutuhkan,” harap Tina Lee.
Editor: Khusnul Khotimah