Ember warna-warni menggantung di rumah karyawan Pondok Muara Kandis Estate pada medio September 2022.
Berlombalah demi kebaikan di dalam kehidupan, manfaatkanlah setiap detik dengan sebaik-baiknya.
-Kata Perenungan Master Cheng Yen-
Ember kecil warna-warni menjadi pemandangan yang berbeda di pondok karyawan Muara Kandis Estate. Pada ember-ember inilah, para penghuni di pondok ini berbagi dengan sesama dengan cara menyisihkan beras. Tidak ada batasan berapa banyak beras yang harus disisihkan. Karena tujuan awalnya memang untuk mengajak setiap orang untuk berbagi. Program ini dikenal juga sebagai Jimpitan Beras.
Adi Prasetya, salah satu relawan mengatakan program jimpitan beras sebagai ajang latihan untuk berbagi. “Pepatah mengatakan tidak
usah menunggu kaya kalau memberi. Tetapi justru dengan memberi kita akan menjadi kaya. Ini menjadi satu inspirasi bagi kami untuk berbuat. Kita bisa bayangkan tatkala kita memberikan seseorang hanya dengan satu genggam beras atau satu kilo beras, sepertinya kurang pantas gitu. Tapi tatkala dikoordinir, kemudian dikumpulkan menjadi satu, dikelola dengan baik, ternyata memberi manfaat kepada banyak orang yang membutuhkan. Sangat meringankan beban bagi mereka yang membutuhkan. Nah ini yang melatarbelakangi kami untuk melakukan suatu gerakan jimpitan ini. Dengan potensi yang kecil, dengan gerakan yang kecil, tapi memberi
impact memberi dampak yang besar terhadap orang-orang yang benar-benar membutuhkan,” terangnya.
Jimpitan beras menjadi sarana latihan peduli kepada sesama.
Adi menambahkan jika program jimpitan beras sengaja tidak dibatasi jumlah beras yang disisihkan. “Nilai kebaikannya yang mau kami tularkan, mau kami tumbuh kembangkan. Karena kami paham juga sebenarnya karyawan pun bukan berlebih gitu. Tetapi tatkala habit untuk berbagi, habit untuk peduli ini menjadi satu darah daging, nah alangkah indahnya kalau ini terjadi dalam satu masyarakat kita. Jadi kita tidak batasi, mau setengah kilo, mau sekilo, ya seikhlasnya saja yang penting tidak memberatkan,” imbuhnya.
Meski terik matahari sudah meninggi, tak menyurutkan langkah kaki dua relawan Dharma Wanita
Xie Li Sumatera Selatan 1 (Sumsel 1), Sulikowati dan Anne R Tampubolon. Kali ini mereka bertugas mengumpulkan jimpitan beras. Dengan membawa karung, mereka berkeliling dari rumah ke rumah mengambil beras yang sudah disisihkan. Dalam proses pengambilan beras ini, relawan juga bersilaturahmi sambil memberikan informasi kegiatan. Seperti posyandu, PKK, dan lain-lain.
Sulikowati menuangkan butiran cinta kasih yang dikumpulkan dari ember jimpitan beras.
“Sebelum pandemi program ini sudah ada, namun berhenti ketika pandemi berlangsung. Nah ketika bapak mulai memimpin di sini, bapak mengajak penghuni pondok untuk melanjutkan jimpitan beras. Ternyata gayung bersambut. Dulu katanya seminggu sekali, tapi akhirnya kami buat sebulan sekali. Nah 1 bulan itu pun kita tentukan tanggalnya yaitu setiap tanggal 9. Kenapa? karena kalau tanggal 7 kan gajian biasanya jatuh hari Sabtu. Nah hari Minggu mereka belanja, hari Senin mereka sudah siap untuk diletakkan di ember. Kalau kami mengambil mereka tidak ada sudah diletakkan begitu saja kami sudah paham seperti itu. Setelah kami ambil ibu-ibu Dhawa-nya nanti berkumpul di rumpin. Nah di rumpin ini kami menimbang berapa kilo yang kami peroleh, kemudian kami pisah-pisahkan jadi 10 kilo. Sebanyak itu pula nanti kami akan sumbangkan kepada setiap kepala keluarga yang ada yang membutuhkan,” jelas Sulikowati.
Beras yang sudah ditimbang dan dikemas.
Di rumah pintar (rumpin), sudah menanti Ani Widyastuti dan Amelia Maratus Solihah. Beras yang sudah terkumpul segera ditimbang dan dikemas untuk selanjutnya langsung diserahkan ke warga terpilih.
“Sebenarnya prinsip memberikan kepada siapa jimpitan ini memang agak subyektif ya. Tetapi diputuskan dalam satu mungkin diskusi kecil. Misalkan contoh oh memang si A ini dia bekerja tetapi hanya mungkin borongan, oh dia bekerja tetapi dia menghidupi anak-anak yatim, oh dia bekerja tetapi sangat minimalis karena dia harus menghidupi orang tuanya yang ikut, nah orang-orang ini yang menjadi dasar kita untuk diberikan bantuan. Karena kami lihat dari bebannya. Memang masih subyektivitas, tapi diputuskan dalam musyawarah,” ujar Adi Prasetya.
Melatih Peduli
Kasiyati mengaku senang mengikuti program jimpitan beras.
Jimpitan beras menjadi sarana yang tepat untuk saling peduli sesama. Adi Prasetya menambahkan jimpitan juga menjadi bagian solusi dari permasalahan yang ada. “Dari jimpitan ini kita bisa saling membantu, saling support, saling menjaga. Mungkin secara nilai gak seberapa tetapi mungkin dari sana kita bisa identifikasi, oh ternyata di perumahan kita ada sekian orang yang memerlukan uluran tangan, nah apa hakikatnya? Kita melatih orang untuk peduli,” jelasnya.
Menyisihkan beras melalui jimpitan mendatangkan kebahagiaan bagi beberapa warga di pondok Muara Kandis Estate. Salah satunya Kasiyati. “Senang Pak bisa berbagi. Ya semampunya Pak, seumur hidup kalau bisa berbagi ini selama masih di sini,” terangnya.
Cami Zakia menuangkan beras yang sudah disisihkan.
Kebahagiaan yang sama juga dirasakan Cami Zakia. “Karena kalau menolong orang itu kayaknya senang banget gitu. Menolong orang yang untuk berbagi itu seperti membagi-bagi rezeki, tentu senang melihat mereka senang dengan beras yang kita berikan. Semoga mereka juga merasakan rezeki yang kami dapat,” ungkap Cami Zakia.
Nur Ali, seorang kakek tinggal menumpang bersama anak dan cucunya. Istrinya sudah meninggal. Dua tahun terakhir, kedua matanya mengalami gangguan. Penyakit Diabetes juga membuat aktivitasnya sedikit terganggu. Tongkat menjadi temannya sehari-hari. Ia menjadi salah satu penerima beras hasil jimpitan yang diberikan Sulikowati dan Anne R. Tampubolon.
“Ya syukur
Alhamdulillah saya dapat bantuan dari saudara-saudaraku semua, jadi saya terima kasih sebanyak-banyak,” ujarnya sambil menerawang jauh.
Sulikowati dan Anne R. Tampubolon menyerahkan beras kepada Mbah Hadi.
Mbah Hadi tertawa bahagia sesaat setelah menerima bantuan beras.
Selesai berinteraksi dengan Nur Ali, langkah Sulikowati dan Anne R. Tampubolon diteruskan ke rumah Hadi. Mbah Hadi, begitu ia disapa, seorang kakek yang tinggal bersama seorang anak. Sang anak tidak bekerja karena tangannya ada gangguan setelah sebelumnya digigit ular. Sementara istrinya sedang pulang ke kampung halaman di Jombang, Jawa Timur. Anak-anaknya sudah meminta Hadi untuk berhenti bekerja. Tapi ia tidak mau.
“Kalau ndak kerja, ya mau makan apa?” ucapnya.
Sudah 8 tahun terakhir ia tinggal di pondok Muara Kandis Estate. Sehari-hari Hadi brondol buah sawit sejak pagi hingga siang. Sepulang dari brondol, relawan berkunjung memberikan beras jimpitan.
“Kami hanya berterima kasih
ndak bisa membalas apa-apa. Tuhan yang membalas. Yang tahu Tuhan, kami
gak tahu. Cuma membalas doa, diterima
gak diterimanya kami
gak tahu juga. Tahunya berdoa,” ujarnya sambil terisak.
Sulikowati dan Anne R. Tampubolon mengunjungi Nur Ali untuk menyerahkan beras.
Sulikowati berharap jimpitan beras ini bisa menjadi sarana silaturahmi dengan warga Pondok Muara Kandis Estate. Semua orang yang diberikan hasil jimpitan beras dianggapnya sebagai orang tua.
“Saya secara pribadi ketika bertemu dengan seseorang yang kami bisa berikan santunan itu saya tidak merasa mereka adalah orang yang membutuhkan, tapi itu orang tua saya yang hadir di depan saya dan saya bersyukur. Itu saya yang memberikan bukan saya yang diberi. Dan rasa syukur itu saya lampiaskan dengan cara saya menganggap mereka semua adalah orangtua saya, mereka semua adalah penyambung doa buat saya dan itu hal yang luar biasa yang tidak Allah berikan kepada seseorang kecuali orang pilihan dan saya bersyukur saya dipilih kaki saya melangkah menuju rumah mereka,” pungkasnya.
Editor: Khusnul Khotimah