Calon Penemu-penemu Hebat
Jurnalis : Khusnul Khotimah, Fotografer : Khusnul KhotimahBrilliant
mendemonstrasikan cara kerja lengan prostetik buatannya yang digerakkan lewat
denyut nadi. Saat kepalan tangan Brilliant membuka dan mengatup, lengan
prostetiknya pun ikut terbuka dan terkatup. Brilliant yang brilian!
Asian Para Games 2018 yang dihelat di Jakarta 6-13 Oktober 2018 lalu menginspirasi Brilliant Gustavo mengembangkan lengan prostetik yang digerakkan lewat denyut nadi. Alat tersebut ia namai Muscle Controlled (EMG).
“Alat ini buat yang kehilangan tangan akibat kecelakaan atau yang lahir tanpa tangan, mereka bisa replace pakai ini,” jelas Brilliant pada pameran Personal Project Secondary School, Sekolah Tzu Chi Indonesia, Jumat 12 April 2019.
Dua bulan Brilliant mengembangkan alat yang berkaitan dengan ilmu programming atau coding, biologi, kimia, serta ilmu fisika ini. Brilliant menggunakan rangka yang sudah ada di pasaran, milik seseorang bernama Gilang. Ia pun meminta izin Gilang untuk mengembangkannya. Setelah konsep jadi, Brilliant lalu berburu komponen elektronika, salah satunya melalui situs belanja online.
Saat ini lengan prostetik tersebut baru bisa digunakan untuk menggenggam barang ringan. Brilliant, siswa kelas 10 Sekolah Tzu Chi Indonesia berencana untuk terus mengimprovisasi alat buatannya menjadi lebih baik.
Lebih Baik Mencari Solusi
Andrean Karim mengembangkan tempat sampah otomatisnya.
Temuan yang tak kalah berfaedah lainnya adalah tempat sampah otomatis, karya Andrean Karim yang juga siswa kelas 10 Sekolah Tzu Chi Indonesia. Tempat sampah ini menggunakan sensor dari jarak 20 sentimeter. Tinggal mendekatkan tangan ke mulut tempat sampah, tempat sampah pun otomatis terbuka.
Dari mana ya Andrean bisa menciptakan tempat sampah yang canggih ini? Rupanya dari tempat sampah di kantin sekolah!
“Tong sampah kan biasanya kotor. Dan terus terang saya sering merasa jijik. Dari situ saya bikin solusi bagaimana supaya tidak perlu pegang, tidak tersentuh saos yang berceceran. Soalnya tiap mau buang sampah aduh ketemu saos lagi, he he he..,” Andrean terkekeh.
Tempat sampah yang ia buat saat ini baru yang berukuran kecil, yang cocok untuk membuang bungkus permen atau kertas. Untuk kotak sampahnya sendiri ia rancang selama sepekan. Tapi teknologinya, ia pelajari selama dua bulan. Maklum, meski sangat tertarik dengan robot, Andrean sama sekali tidak memiliki dasar tentang robotic. Ia pun mempelajarinya secara otodidak di rumah.
Sementara komponen elektronikanya seperti sensor, motor, baterai, Andrean berburu hingga ke Pasar Glodok, Jakarta Barat. Hebat ya Andrean, ini yang namanya teladan, alih-alih mengeluh, Andrean menciptakan solusi.
Mr. Patrick mengaku sangat puas dengan karya anak didiknya yang inovatif. Para siswa diberikan waktu selama enam bulan untuk menyelesaikan personal project mereka.
Selain tangan palsu robotic dan tempat sampah otomatis, masih banyak karya hebat lainnya dari siswa-siswi Kelas 10 Sekolah Tzu Chi Indonesia lainnya dalam pameran Personal project ini. Personal Project sendiri merupakan salah satu syarat kelulusan dalam program MYP atau MidYear Program. Setiap siswa harus membuat hasil karya sesuai minat atau passion mereka. Mr. Patrick O Sullivan, Wakil Kepala Sekolah unit Secondary ini merasa sangat puas melihat penemuan-penemuan yang diciptakan oleh anak didiknya.
“Kami meminta murid-murid mengobservasi lingkungan sekitar, yang sesuai dengan passion mereka, dan lalu mengeksplornya. Makanya ada yang buat alat olahraga dari sepeda mereka, bahkan membuat lotion. Saya sangat puas dengan karya dan temuan mereka, juga dengan laporan yang mereka susun,” ujar Mr. Patrick.
Mendobrak Persepsi Keliru tentang Standar Kecantikan
Jesslyn Angie ingin menyadarkan para remaja perempuan bahwa setiap perempuan terlahir cantik dengan keunikannya masing-masing.
Karena sesuai dengan passion, maka karya siswa tak melulu terkait robotic. Jesslyn Angie yang punya hobi fotografi membuat buku karya fotografi berjudul Spreading Body Positivity through Photography. Ini bermula dari keresahannya melihat para remaja yang kurang mencintai diri sendiri karena persepsi standar kecantikan yang mereka lihat dari media atau media sosial.
“Media sangat berdampak pada persepsi seseorang. Ketika seseorang melihat sesuatu, persepsinya ‘oh saya harus seperti ini untuk mencapai standart dari masyarkat’. Padahal kan di media itu apa yang mereka lihat itu bukan real beauty. Dari sisi fotografi misalnya, itu kan bisa memanipulasi foto, bikin warna kulit lebih cerah, dan sebagainya,” kata Jesslyn.
Melalui karya fotografi ini, Jesslyn ingin empowering woman. Ibarat kupu-kupu yang mempunyai sayap, warna-warni sayap itulah keunikan dan membuat kupu-kupu terlihat cantik. Begitu juga perempuan, keunikannya adalah kecantikan itu sendiri.
“Dalam stage metamorfosis kan ada tiga tahapan, yang pertama caterpillar (ulat), pupa (kepompong), baru ke butterfly. Di proses pupa-nya ini seakan-akan atau simbolisnya perempuan itu seperti terjebak, tidak bisa keluar. Tapi ketika mereka bisa fight in her battledan mencoba menerima diri mereka sendiri, maka mereka bisa keluar seperti kupu-kupu yang terbang, tidak mempedulikan apa yang orang katakan,” jelas Jesslyn dengan mata berbinar-binar.
Kpop!
Michelle dan Jesslyn Pangestu yang hobi menggambar membuat art book.
Demam KPop melanda remaja beberapa tahun ini. Tak terkecuali Michelle dan Jesslyn Pangestu yang sangat menggemari Boyband BTS. Karena keduanya sangat hobi menggambar, mereka pun membuat Art book tentang lirik-lirik lagu BTS. Dalam art book karya Michelle, ia mengupas beberapa lirik ragu BTS, antara lain Butterfly, Euforia, Spring Day, dan Serendipity. Dari lirik itu dibuatlah gambar-gambar yang menjelaskan tentang lagu tersebut.
“Menurut kami BTS sangat menginspirasi, lagu-lagunya bukan hanya tentang cinta tapi mengajarkan tentang menyayangi diri sendiri, supaya dunia pun menjadi tenang,” kata Michelle.
Butuh waktu sekitar empat bulan bagi Michelle dan Jesslyn untuk menyelesaikan art book buatannya. Secara umum buku ini tentang perspektif laki-laki dan juga perspektif perempuan memahami arti cinta. Hingga saat ini, art book karya Michelle sudah terjual lebih dari 20 buku.
Pada pameran personal project ini, orang tua Michelle juga hadir memberikan dukunga. Orang tua Michelle mengaku mengetahui bakat menggambar Michelle sejak anaknya masih kecil. Karena itu mereka pun mengarahkan Michelle agar makin fokus.
“Michelle sendiri sering minta pendapat ke kami terkait hasil karyanya. Saya berikan input yang bagus, koreksi yang membangun. Jujur saya sangat puas dengan hasil karya Michelle, kebetulan baru pertama kali Michelle publish buku. Senang sekali, karena sejak lama Michelle sudah bilang ketika besar, ia akan fokus di art,” kata Michael Hartono, ayah Michelle.
Orang tua Michelle juga hadir memberikan dukungan pada anaknya.
Para pengunjung pameran sangat antusias dengan karya siswa-siswi yang dipamerkan, seperti ecoenzym yang sangat wangi, yang terbuat dari kulit jeruk dan gula merah.
Menarik sekali bukan karya siswa-siswi kelas 10 Sekolah Tzu Chi Indonesia ini. Masih ada karya hebat lainnya seperti teleprompter ramah lingkungan, sepeda statis, bahkan lotion, juga sepatu. Siswa yang sangat mencintai budaya Indonesia bahkan membuat pajangan wayang golek yang tak biasa dari kumpulan paku. Yang mencintai lingkungan ada yang membuat ekoenzim dari kulit buah jeruk yang wangi, juga membuat lampu tidur dari botol minum kemasan. Dengan dukungan penuh dari sekolah dan orang tua, bukan tidak mungkin mereka akan menjadi penemu-penemu hebat yang tak hanya berguna bagi bagi diri sendiri, namun juga bagi lingkungannya.
Editor: Metta Wulandari