Cerita Mbah Giyem: Wis Ora Remeng-remeng

Jurnalis : Widodo (Tzu Chi Cabang Sinar Mas) , Fotografer : Surono (Tzu Chi Cabang Sinar Mas), Yekti Utami (TIMA Indonesia), Dokumentasi Kristianingsih
Giyem diapit Amin Wicaksono dan Weni Yunita menuju ketinting untuk menyeberangi Sungai Kelay.

“Kita harus mampu mengatasi kesulitan, jangan justru ditaklukkan olehnya”
-Kata Perenungan Master Cheng Yen-

Jumat (14/7/23), suasana RSUD dr. Abdul Rivai lebih ramai dari hari biasanya. Satu per satu warga berdatangan. Didampingi keluarga, mereka sabar menanti pemeriksaan. Salah satunya Giyem (69).  Ia datang ditemani Mikun (suami), Amin Wicaksono (anak), dan Kristianingsih (tetangga). Kedua matanya mengalami katarak. Aktivitas kesehariannya pun terganggu.

Giyem tinggal di Kampung Trans Bebanir Bangun, Kecamatan Sambaliung, Berau. Kampung Trans Bebanir Bangun adalah kampung yang sebagian besar penghuninya transmigran dari Pulau Jawa. Giyem berasal dari Sragen, Jawa Tengah. Delapan bulan terakhir ia tinggal di kampung ini. Sehari-hari, Mikun (76), sang suami menanam sayuran. Sementara sang anak menjualnya di pasar.

Karena jembatan penghubung sedang dalam perbaikan, untuk menuju RSUD dr. Abdul Rivai, Giyem menyeberangi Sungai Kelay dengan naik perahu kecil atau ketinting. Setelah proses antigen dan pendaftaran, Giyem segera diperiksa tekanan bola mata. Relawan mengabarkan jika hasil pemeriksaan bola matanya tinggi. Setelah konsultasi dengan dokter, relawan menyampaikan jika Giyem belum bisa ikut operasi.

Giyem dibantu banyak orang masuk ke dalam ketinting.

Amin Wicaksono, Kristianingsih, dan Weni Yunita terus mendampingi Giyem selama menyeberangi Sungai Kelay.

”Ibu ini dokter bilang ibunya pulang dulu ya. Ini kami bawakan obat, ibu istirahat dulu di rumah, besok kembali lagi ya. Jika tekanan bola matanya sudah membaik, besok bisa dioperasi kok,” ujar Weni Yunita, relawan TIMA.

”Oh ngono ya, ya wis matur nuwun ya nduk (Oh begitu ya, ya terima kasih ya-red),” sambung Giyem.

Hari berikutnya, Giyem didampingi Amin Wicaksono dan Kristianingsih mendatangi RSUD dr. Abdul Rivai lagi. Sang suami memilih istirahat di rumah. Begitu sampai di rumah sakit, ia segera menuju meja pendaftaran. Tak lama, relawan memeriksa tekanan bola mata dan tensi darahnya. Hasil pemeriksaan, tekanan bola mata Giyem memenuhi syarat untuk mengikuti operasi.

Amin Wicaksono dan Kristianingsih bahagia mendengar kabar ini. Dengan sabar mereka mengikuti arahan relawan. Mulai dari cuci kaki, gunting bulu mata, hingga masuk ke ruang operasi. Kristianingsih duduk diliputi rasa cemas. Beberapa pasien sudah mulai keluar dari ruang operasi, tetapi Giyem belum terlihat.

”Iya tadi khawatir, kok Mbah Giyem enggak keluar-keluar, saya pikir ada apa? Tapi katanya pas giliran Mbah Giyem pas dokter lagi istirahat. Bersyukur bisa keluar juga akhirnya” ujar Kristianingsih bahagia.

Amin Wicaksono menggendong Giyem setelah menjalani operasi katarak.

Weni Yunita berbincang dengan Giyem dan Mikun di rumah sederhananya setelah memeriksa tekanan darah mereka.

Kegigihan Giyem menjalani operasi katarak membuat Weni Yunita dan Yekti Utami dari TIMA ikut mengantar kepulangan Giyem. ”Saya melihat perjuangan beliau tetap antusias datang ke rumah sakit padahal belum tentu dioperasi karena tekanan bola mata yang tinggi, tapi dengan antusias dan setelah diperiksa tekanan bola matanya turun beliau dioperasi dia sukacita. Semangat itu yang membuat ingin tahu lebih jauh keluarga ini apalagi harus menyeberang sungai,” ujarnya.

Proses menyeberang Sungai Kelay tidak terlalu lama. Hanya sekitar 10 menit saja. Selama di dalam perahu, Weni selalu mendampingi Giyem. Begitu merapat ke dermaga, Giyem dituntun dan selanjutnya digendong Amin Wicaksono menuju mobil pick up yang biasanya digunakan mengangkut sayur milik saudaranya.  Setelah semuanya siap, rombongan segera meluncur ke Kampung Trans Bebanir Bangun. Jalanan berkelok tetapi relatif mulus. Setelah berjalan sekitar 40 menit, Giyem akhirnya tiba di rumah. Mikun menyambut di depan rumah. Ada rasa bahagia melihat sang istri tiba dengan selamat.

“Senang sekali, sebelum pulang ya aku nunggu-nunggu kabar enggak ada. Makan ya enggak bisa karena enggak enak, nunggu dari rumah sakit. Jadi operasi apa enggak gitu?” ujarnya sumringah.

Relawan membantu Giyem untuk kontrol pascaoperasi katarak.


Tampak dr. Tri Agus Haryono, Sp.M memeriksa kondisi mata Giyem pascaoperasi.

Tiba di rumah, Weni Yunita memeriksa tekanan darah Giyem. Juga Mikun. Menurutnya tekanan darah Giyem normal, tetapi tekanan darah Mikun tinggi. Ia menyarankan untuk menjaga pola makan keluarga ini. Tetangga Giyem berdatangan. Ingin melihat langsung kondisi Giyem. Kristianingsih yang sedari awal mendampingi Giyem juga terlihat bahagia. Beberapa kali matanya terlihat berkaca-kaca. Kristianingsih yang pertama kali mendapat informasi bakti sosial ini. Ia pula yang membantu mengurus semua persyaratan agar Giyem bisa mengikuti operasi katarak.

Kristianingsih berasal dari Malang, Jawa Timur. Karena rumahnya bersebelahan, Giyem sudah dianggapnya sebagai orang tua sendiri. “Saya itu tetangga tapi sudah kayak anak lah karena rumahnya dekat. Jadi kalau ada apa-apa mbahnya sakit sedikit kita yang jengukin. Semua tetangga juga gitu. Kadang mbah sakit kita lihatin semua. Jadi sudah kayak saudara. Kalau orang Jawa kan siapa yang dekat itu ya saudara. Mudah-mudahan sembuh sehat bisa kerja lagi, kasihan gak bisa lihat jalan,” ujarnya berkaca-kaca.

Senyum bahagia Giyem didampingi sang suami, Mikun.

Weni Yunita juga ikut merasakan kebahagiaan Giyem dan keluarganya. Ia juga kagum mendengar semangat gotong royong di kampung ini. Termasuk rumah yang ditempati Giyem dan keluarga merupakan bantuan dari para tetangga. Meski sederhana, tetapi rumah ini bisa menjadi pelindung Giyem dan keluarga dari panas dan hujan.

“Meski sangat sederhana tapi kehangatan keluarga ini sangat terasa ya,” ungkapnya.

Cerita gotong royong dari warga di Kampung Trans Bebanir Bangun, membulatkan Weni menggalang dana dari dokter dan relawan untuk membelikan sembako bagi Giyem. “Kenapa saya tergerak untuk menggalang dana? Karena kita mendengar mereka transmigran, antar tetangga saling membantu. Mereka kompak, bahkan sampai membantu membangun rumah sederhana untuk Mbah Giyem. Jadi saya juga ingin ikut bergotong royong membantu dengan membelikan sembako,” ujarnya.

Kebahagiaan juga dirasakan drg. Mitha Wulandari kala bertemu dengan Giyem dan keluarganya.

“Saya juga merasakan kehangatan yang luar biasa di keluarga ini. Sangat sederhana rumahnya, tetapi kehangatan keluarga sangat terasa” sambungnya.

Kedua mata Giyem mengalami katarak. Untuk operasi kali ini, mata sebelah kirinya yang dioperasi. Perlahan ia mulai bisa mengenali sekeliling. “Rasane yo ijeh cekot-cekot sitik ngono, wis bedo ngono, wis timbang biyen yo wis anu saiki. Yo rung patio tapi yo wis termono kabeh kono-kono wis ketok kabeh. Alhamdulilah wis gak remeng-remeng. Senenge ngingeti iki wis eroh, dadi ramban wis eroh, nek biyen mek lombok gak eroh. (Rasanya masih sedikit sakit, tapi sudah berbeda dibanding dulu. Memang belum jelas sekali, tetapi sudah mulai kelihatan. Alhamdulilah sudah tidak buram. Senang sudah bisa melihat, kalau dulu ambil cabai tidak kelihatan),” ungkap Giyem penuh syukur.

Rasa syukur dan terima kasih juga diungkapnya Mikun. “Terima kasih ya mas semua relawan yang bantu, istri aku sudah bisa dioperasi, terima kasih,” ucapnya.

Giyem memakai kaca mata pemberian Kristaningsih.

Weni berharap kehidupan Giyem makin membaik seiring mata sebelah kirinya bisa melihat. Dan untuk mata sebelah kanannya yang masih katarak ia mendoakan Giyem berjodoh dengan orang baik sehingga penglihatannya normal kembali. “Semoga kita bisa berjodoh lagi bisa membantu operasi mata yang satunya lagi. Dan semoga dia berjodoh dengan orang-orang baik,” pungkasnya. 

Usai kunjungan ke rumah Giyem, Kristianingsih terus menjalin komunikasi dengan relawan. Setiap perkembangan Giyem di-update ke relawan. Pada 22 Juli 2023, Giyem kembali ke RSUD dr. Abdul Rivai untuk menjalani pemeriksaan pascaoperasi. Dokter mengatakan penglihatan Giyem sudah jauh lebih baik. Untuk melindungi matanya, dokter menyarankan Giyem memakai kaca mata. Kristianingsih yang mendengar saran dokter mencari akal.

“Kebetulan di rumah anak saya ada kaca mata yang tidak dipakai. Ya sudah daripada beli saya berikan saya buat Mbah Giyem untuk melindungi matanya,” ujar Kristianingsih melalui sambungan pesan singkat. 

Editor: Khusnul khotimah

Artikel Terkait

Tzu Chi Bersama Satangair/KRY TNI AD Menggelar Baksos Kesehatan

Tzu Chi Bersama Satangair/KRY TNI AD Menggelar Baksos Kesehatan

22 Mei 2024

Memperingati HUT ke-74 Satuan Angkutan Perairan TNI AD, Tzu Chi Indonesia dan RSPAD mengadakan baksos kesehatan umum dan donor darah. Baksos ini melayani para prajurit, purnawirawan, dan keluarganya.

Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-133:  Memberi Terang di Tanah Minang

Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-133: Memberi Terang di Tanah Minang

22 Agustus 2022

Dalam menyambut HUT Kemerdekaan Indonesia ke-77, Tzu Chi Indonesia bekerja sama dengan Korem 032/Wirabraja menyelenggarakan Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-133 di Kota padang, Sumatera Barat.

Screening Baksos Kesehatan Tzu Chi Ke-111: Menggapai Mimpi

Screening Baksos Kesehatan Tzu Chi Ke-111: Menggapai Mimpi

28 Maret 2016

Setelah menanti dan menjalani serangkaian tes hari itu, pihak dokter yang bertugas di kegiatan baksos kesehatan Tzu Chi menyatakan bahwa hasil tes menunjukkan Imanudin dan Fauzan layak untuk menjalani operasi.  Imanudin maupun Fauzan kini dapat merasa gembira, karena mereka berdua dapat mengejar mimpinya masing-masing.

Bekerja untuk hidup sangatlah menderita; hidup untuk bekerja amatlah menyenangkan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -